• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kuintil indeks kepemilikan

Dalam dokumen Laporan Dan Riskesdas Dan 2013 (Halaman 62-67)

BAB 2. METODOLOGI RISKESDAS

2.10. Pengembangan kuintil indeks kepemilikan

Riskesdas 2013 tidak mengumpulkan pengeluaran rumah tangga untuk prediksi status ekonomi yang digunakan sebagai salah satu karakteristik untuk kepentingan analisis, tetapi digunakan pendekatan perhitungan indeks kepemilikan.

1. Penentuan kuintil indeks kepemilikan

Status sosial ekonomi merupakan salah satu variabel proxy yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Terdapat tiga cara untuk mengukur status sosio-ekonomi, yaitu melalui data penghasilan per bulan, atau pengeluaran per bulan atau berdasarkan kepemilikan barang tahan lama. Ketiga proxy pengukuran status ekonomi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Pengukuran status ekonomi berdasarkan data penghasilan per bulan mudah ditanyakan, namun mempunyai akurasi yang sulit dipercaya, mengingat tidak semua responden bersedia menjawab dengan jujur jumlah penghasilan per bulan mereka. Di beberapa negara berkembang, sebagian besar penduduk berkerja pada sektor informal, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi jumlah penghasilan pasti per bulannya.

Mengukur status ekonomi berdasarkan data pengeluaran per bulan mempunyai akurasi yang cukup baik diantara ketiga cara pengukuran, namun untuk dapat memperoleh informasi pengeluaran tersebut diperlukan data rinci tentang berbagai jenis pengeluaran RT secara detail yang seringkali membingungkan responden dan time consumed.

Pada beberapa tahun terakhir, pengukuran status ekonomi banyak menggunakan data kepemilikan barang tahan lama, seperti rumah, mobil, motor, sepeda, kulkas dan lain sebagainya. Kelebihan pengukuran berdasarkan kepemilikan barang tahan lama ini lebih mudah ditanyakan dan diobservasi, namun memerlukan perhitungan yang lebih kompleks untuk menyusun satu indeks kepemilikan yang merupakan komposit dari beberapa variabel terkait kepemilikan RT yang bersangkutan.

Principal Component Analysis (PCA) merupakan salah satu teknik statistik yang menyatukan beberapa variabel menjadi indikator tunggal, seperti yang dilaporkan Ariawan (2006). Indikator tersebut berisi skor, bobot atau indeks untuk mengukur status ekonomi RT yang selanjutnya disebut indeks kepemilikan.

Simulasi model penyusunan indeks dilakukan dengan cara mengidentifikasi variabel yang menunjukkan kepemilikan. Adapun hasil identifikasi variabel kepemilikan data Riskesdas 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.7. Simulasi model penyusunan indeks kepemilikan untuk Riskesdas

62

2013 menggunakan variabel kepemilikan Susenas 2010 yang dibandingkan dengan pengukuran status ekonomi berdasarkan pengeluaran per bulan pada survei yang sama.

Dari 21 variabel pada Tabel 2.7 terdapat 17 variabel yang dimiliki kedua survei (Susenas dan Riskesdas 2013) untuk analisis PCA dengan menggunakan korelasi polychoric. Dari matriks yang terbentuk hanya variabel yang memiliki nilai korelasi diatas 0,3 yang digunakan sebagai prediksi status ekonomi. Penapisan variabel dilakukan dengan mengeliminasi satu persatu variable secara bertahap yang memiliki korelasi dengan variabel lain dibawah 0,3 sampai didapat seluruh variabel dengan nilai korelasi diatas 0,3 dan besarnya proportion explained diatas 0,5.

Dari 17 variabel tersebut diperoleh sembilan variabel yang memiliki korelasi diatas 0,3 dengan proportion explained 0,57, yang berarti komposit sembilan variabel tersebut dapat menjelaskan 57 persen status ekonomi RT. Tahap selanjutnya adalah membagi semua sampel RT menjadi lima kelompok sesuai indeks kepemilikan. Hasil pengelompokan RT tersebut diuji tabulasi silang dengan pengelompokan RT berdasarkan pengeluaran per bulan untuk melihat apakah rumah tangga kuintil terbawah pada status ekonomi berdasarkan indeks kepemilikan juga termasuk kuintil terbawah berdasarkan pengeluaran. Metoda yang sama juga dilakukan terhadap kuintil lainnya. Dari ke lima kuintil tersebut hanya kuintil terbawah dan teratas yang mempunyai ketepatan cukup baik. Artinya indeks kepemilikan mempunyai sensitivitas yang baik pada RT dengan status ekonomi terendah dan tertinggi.

Model yang dibentuk dari 9 variabel tersebut diterapkan kedalam variabel yang ada pada data Riskesdas 2013, ditambah dengan 4 variabel kepemilikan pada Riskesdas 2013 yang tidak terdapat pada data Susenas 2010, kemudian dilakukan penapisan variabel dengan cara yang sama, pada akhirnya diperoleh 12 variabel yang mempunyai korelasi di atas 0,3 dan Proportion explained 53,6 persen. Variabel pembentuk indeks adalah: 1) sumber air utama untuk minum, 2) bahan bakar memasak, 3) kepemilikan fasilitas buang air besar, 4) jenis kloset, 5) tempat pembuangan akhir tinja, 6) sumber penerangan, 7) sepeda motor, 8) TV, 9) pemanas air, 10) tabung gas 12 kg, 11) lemari es, dan 12) mobil. Tahapan selanjutnya indeks yang sudah terbentuk dikelompokkan kedalam 5 kuintil: terbawah, menengah bawah, menengah, menengah atas, dan teratas

Tabel 2.7

Variabel kepemilikan data Riskesdas 2013

Variabel Kepemilikan Data Riskesdas 2013 Variabel

1 Status kepemilikan rumah B9R1

2 Jenis atap terluas B9R6

3 Jenis dinding terluas B9R5

4 Jenis lantai terluas B9R4

5 Luas lantai B9R2

6 Jenis sumber air utama untuk minum B8R2

7 Kepemilikan fasilitas tempat BAB B9R8a

8 Jenis kloset B9R8b

9 Tempat pembuangan akhir tinja B9R8c

10 Sumber penerangan B9R7

11 Jenis bahan bakar/energi untuk memasak B8R12

12 Kepemilikan sepeda B9R9a

13 Kepemilikan sepeda motor B9R9b

14 Kepemilikan perahu B9R9c

15 TV/TV kabel B9R9d

16 AC B9R9e

17 Pemanas air B9R9f

18 Kepemilikan tabung gas 12 kg atau lebih B9R9g

19 Kepemilikan lemari es/kulkas B9R9h

20 Kepemilikan perahu motor B9R9i

63

2. Gambaran status ekonomi penduduk Indonesia

Status ekonomi berdasarkan indeks kepemilikan memberi gambaran bahwa semakin tinggi kuintil RT, semakin banyak barang tahan lama yang dimiliki. Dalam tabel 2.8 terlihat bahwa secara nasional status ekonomi RT berdasarkan indeks kepemilikan: kuintil terbawah 15,6 persen, kuintil menengah bawah 19,3 persen, kuintil menengah 21,7 persen, kuintil menengah atas 23,7 persen dan kuintil teratas 19,7 persen. Pada tabel 2.8 nampak hampir seluruh provinsi mempunyai sebaran kuintil terbawah hingga teratas yang tidak jauh berbeda, kecuali di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Bali, dan Kalimantan Timur, yaitu kuintil terbawah jauh lebih kecil dari kuintil teratas. Tujuh provinsi lain, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua memiliki persentase sebaran kuintil terbawah jauh lebih besar daripada kuintil teratas. Papua merupakan provinsi dengan kuintil terbawah terbesar (63,3%), sedangkan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kuintil terbawah terkecil (0,5%). Untuk kuintil teratas, Bangka Belitung merupakan provinsi dengan kuintil teratas terbesar (50,6%), persentase terkecil provinsi NTT (2,3%).

Tabel 2.8

Gambaran kuintil indeks kepemilikan menurut provinsi, Indonesia 2013 Provinsi

Kuintil indeks kepemilikan (%) Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas Aceh 17,9 18,8 14,9 17,0 31,4 Sumatera Utara 13,9 13,8 18,5 28,7 25,2 Sumatera Barat 20,4 20,2 20,1 17,1 22,1 Riau 13,4 17,5 15,9 20,3 33,0 Jambi 12,8 17,7 19,5 20,5 29,4 Sumatera Selatan 16,3 19,9 19,2 24,0 20,5 Bengkulu 16,3 17,6 20,3 19,4 26,4 Lampung 13,9 22,8 25,1 18,8 19,4 Bangka Belitung 9,3 11,4 11,4 17,4 50,6 Kepulauan Riau 4,8 11,9 17,7 34,8 30,8 DKI Jakarta 0,5 5,2 16,5 43,9 33,9 Jawa Barat 10,4 20,0 24,4 28,0 17,3 Jawa Tengah 12,9 23,4 28,3 21,3 14,3 DI Jogjakarta 5,7 19,3 29,7 20,6 24,7 Jawa Timur 17,1 22,1 23,9 22,9 14,0 Banten 10,7 11,5 17,6 31,5 28,6 Bali 9,0 14,2 19,4 24,9 32,6

Nusa Tenngara Barat 30,7 28,9 20,2 12,9 7,2

Nusa Tenggara Timur 55,6 24,2 10,3 7,1 2,3

Kalimantan Barat 24,7 19,2 23,3 16,5 16,3 Kalimantan Tengah 26,2 22,8 15,8 16,0 19,1 Kalimantan Selatan 17,3 20,7 19,8 19,2 23,0 Kalimantan Timur 6,3 11,7 15,3 27,6 39,1 Sulawesi Utara 14,3 23,1 21,5 22,0 19,2 Sulawesi Tengah 29,3 24,7 17,3 15,3 13,3 Sulawesi Selatan 17,3 16,8 17,2 21,8 26,9 Sulawesi Tenggara 24,6 22,8 21,6 17,8 13,1 Gorontalo 30,2 22,3 17,5 17,2 12,7 Sulawesi Barat 41,7 23,3 14,1 11,3 9,6 Maluku 32,8 25,0 18,9 17,8 5,6 Maluku Utara 31,4 28,0 18,6 15,3 6,7 Papua Barat 27,3 22,6 18,4 19,6 12,1 Papua 63,3 11,3 7,8 7,8 9,9 Indonesia 15,6 19,3 21,7 23,7 19,7

64

Gambaran status ekonomi berdasarkan tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 2.9 Pada tabel tersebut terlihat bahwa proporsi terbesar RT yang tinggal di perkotaan berada pada kelompok kuintil menengah atas.

Tabel 2.9

Gambaran status ekonomi berdasarkan tempat tinggal, Indonesia 2013 Tempat

tinggal

Kuintil indeks kepemilikan (%)

Terbawah Menengah bawah Menengah Menengah atas Teratas Perkotaan 4,4 11,6 22,1 32,1 29,7 Perdesaan 26,9 27,1 21,3 15,2 9,5 Indonesia 15,6 19,3 21,7 23,7 19,7

Sebagai langkah untuk menilai ketepatan indeks yang terbentuk, maka dilakukan tabulasi silang dengan variabel yang menunjukkan tingkatan sosial ekonomi. Variabel yang digunakan merupakan program pemerintah dikhususkan bagi tingkatan ekonomi tertentu, yaitu pelayanan kesehatan gratis dan program beras miskin. Pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di seluruh Indonesia melalui berbagai program diantaranya Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sehat. Selain itu, masyarakat miskin yang tidak tercantum dalam database Jamkesmas, Jamkesda, PKH dan Kartu Sehat juga mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dengan menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM). Tabel 2.10 menunjukkan secara nasional, semakin rendah tingkat kekayaan rumah tangga semakin banyak yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Secara keseluruhan, hasil Riskesdas tidak membedakan wilayah-wilayah yang menerapkan kebijakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh tingkatan sosial ekonomi masyarakat di wilayahnya.

Tabel 2.10

Persentase RT penerima pelayanan gratis berdasarkan kuintil

Kuintil Indeks Kepemilikan Pelayanan Gratis (%)

Ya Tidak Terbawah 37,1 62,9 Menengah Bawah 32,3 67,7 Menengah 26,7 73,3 Menengah Atas 20,1 80,0 Teratas 14,3 85,7

Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan bagi keluarga miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Tujuan program beras miskin adalah untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan / membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan. Persentase rumah tangga mendapatkan beras miskin (Raskin) berdasarkan kuintil dapat dilihat pada tabel 2.11 Secara nasional, tampak semakin rendah tingkat kekayaan rumah tangga semakin banyak rumah tangga penerima beras miskin.

65

Tabel 2.11

Persentase Rumah Tangga Mendapat Beras Miskin (Raskin) Berdasarkan Kuintil

Kuintil indeks kepemilikan Rumah tangga yang mendapat Raskin (%)

Ya Tidak Terbawah 80,3 19,7 Menengah Bawah 75,5 24,5 Menengah 62,9 37,1 Menengah Atas 41,9 58,1 Teratas 19,5 80,5 Daftar Pustaka

Ariawan,Iwan. Indeks Sosio Ekonomi Menggunakan Principal Analysis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol 1 no 2 Oktober 2006 pp: 83-7

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan, Macro Internasional. Desember 2008

66

Dalam dokumen Laporan Dan Riskesdas Dan 2013 (Halaman 62-67)

Dokumen terkait