BAB IV HASIL PENELITIAN
4.2 Pembahasan
4.2.2 Pengendalian Intern STP PPH Pasal 21
Pengendalian Intern dapat dilakukan atau dikerjakan dengan cara Pemeriksaan Pajak, hal ini sangat penting untuk menjamin semua kegiatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan mencegah terjadinya penyelewengan yang memungutnya.
Definiasi Pemeriksaan Pajak menurut UU KUP yang mulai berlaku 1 Januari 2008 adalah, serangkaian kegiatan menghimpun data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak.
Guna menciptakan suatu Pengendalian Intern dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah harus terdapat koordinasi dari struktur organisasi. Pengendalian Intern yang baik dapat membantu manajemen di dalam mengawasi jalannya kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemeriksa pajak, dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan, serta memberikan kepastian agar transaksi-transaksi yang dilakukan dalam Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pasal 29 ayat 1 UU KUP menyebutkan “Dirjen Pajak berwewenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak.
Tata cara pemeriksaan pajak sesuai dengan Pasal 31 UU KUP diatur dengan atau berdasarkan PMK, yaitu
1. Mengatur pemeriksaan ulang; 2. Jangka waktu pemeriksaan;
3. Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada WP
4. Dan hak WP untuk hadir pada pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Kriteria Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak 1. Harus dilakukan Dirjen Pajak
Dirjen Pajak harus melakukan pemeriksaan dalam hal WP mengajukan permohonan restitusi pajak sebagai mana dimaksud dalam pasal 17B UU KUP, yaitu permohonan pembayaran kembali (restitusi) kelebihan pajak yang dinyatakan dalam SPT selain WP dengan kriteria tertentu (Pasal 17D UU KUP). Pemeriksaan tersebut diikuti dengan ketentuan bahwa dalam jangka waktu 12 bukan sejak permohonan diterima lengkap, SKP harus sudah diterbitkan. Apablia jangka waktu 12 bulan tersebut terlewati dan SKP belum diterbitkan maka atas permohonan restitusi pajak tersebut dianggap dikabulkan dan paling lambat satu bulan berikutnya SKP LB sudah harus diterbitkan.
Selain yang tersebut pada huruf (a) di atas, sesuai PMK No. 199/PMK.03/2007, pemeriksaan untuk tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal WP :
1. Menyampaikan SPT yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah dberikan pengembalian pendahuluan kebijakan pajak;
2. Menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
3. Tidak menyampaikan atau menyampaikan SPT tetapi tidak melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran;
4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau;
5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak terpenuhi sesuai ketentuan.
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa Pasal 29 mengatur tentang kewajiban WP ketika dilakukan pemeriksaan yaitu :
1. Wajib Pajak yang diperiksa wajib
1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek pajak yang terhutang pajak
2. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
3. Memberikan keterangan lain yang diperlukan.
2. Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain tersebut wajib dipenuhi oleh WP paling lama 1 bulan sejak permintaan disampaikan
3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiaknnya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Apabila WP tidak memenuhi kewajiban ketika dilakukan pemeriksaan maka dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi ataupun sanksi pidana tergantung jenis pelanggarannya, yaitu :
1. Menolak dilakukan pemeriksaan;
2. Tidak memperlihatkan dan/atau tidak meminjamkan buku atau catatan dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas WP;
3. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
4. Tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; 5. Tidak memberikan keterangan lain yang diperlukan.
Apabila Wajib Pajak melakukan tindakan sebagaimana huruf a, b, dan c diatas maka atas tindakan tersebut dapat dikenai sanksi administrasi pasal 13 ayat (1) huruf d dan ayat (3) ataupun sanksi pidana menurut pasal 39 ayat (1) huruf e, f dan huruf g serta ayat (2) UU KUP. Tindakan pada huruf d dan e tidak termasuk dalam tindak pidana di bidang perpajakan karena tidak diatur dalam UU KUP sebagai tindak pidana. Namun demikian tetap ada dikenai sanksi administrasi karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) hurud d dan ayat 3 UU KUP.
Produk Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan WP ini berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Tagihan Pajak (STP) atau dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan bukti permulaan dalam hal hasil pemeriksaan memberikan indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan.
Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan salah satu faktor pengawasan atau Pengendalian Intern di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dalam rangka mengamankan penerimaan pajak dan atau lebih diperjelas kembali dengan adanya Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pajak No. SE.29/PJ/441/1991 yang menyatakan bahwa perlunya diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) setiap tiga bulan sekali (triwulan) untuk Pajak Penghasilan kekurangan membayar atau keterlambatan menyetor atau
terlambat melaporkan Pajak Penghasilan (PPh). Selain berdasarkan Surat Edaran No.SE.29/PJ.441/1991 dikeluarkan pula Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP.28/PJ.41/1993 tentang adanya perubahan pada lampiran Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak No.KEP.14/PJ.BT.5/1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan yang berisikan “Bahwa untuk meningkatkan kemampuan kepatuhan para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban membayar Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan secara tertib, perlu ditingkatkan pengeluaran Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 29.
Berdasarkan Surat Keputusan di atas, maka dengan dikeluarkannya Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada Wajib Pajak dalam meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak dalam meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan kewajibannya membayar Pajak Penghasilan dengan baik dan tertib.
1. Lingkungan Pengendalian Intern STP PPh Pasal 21
Lingkungan pengendalian intern STP PPh Pasal 21 atau piutang bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mencerminkan sikap dan tindakan pimpinan dan manajemen instansi. Hal ini sudah terdapat pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yaitu adanya pandangan dari Direktorat Jendral Pajak tentang pentingnya pengendalian intern piutang pajak mengingat nilainya yang relatif besar dan sumber pendapatan negara. Selain itu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga menyerahkan tugas dan tanggung jawab
terhadap dan kelancaran produktivitas dan penagihan piutang kepada masing-masing bagian, yaitu pada Seksi Penagihan, Seksi Pemeriksaan, Account Repressentative (AR) yang berada dibawah pengawasan dan bimbingan Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
2. Sistem Informasi yang terintegrasi
Sistem informasi ini terdiri dari catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, menghimpun, mencatat, dan melaporkan perkembangan Wajib Pajak dan menyelenggarakan pertanggung jawaban piutang dan kewajiban yang bersangkutan dengan piutang tersebut.
Sistem informasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah sudah memadai. Hal ini terlihat pada gabungan antara SIP dan SISMIOP yang digunakan. Dengan penggabungan kedua sistem tersebut akan tercipta suatu sistem informasi yang terintegrasi yang akan membawa dampak pada peningkatan pelayanan, mempermudah pengawasan, dan optimalisasi pemanfaatan data. Dengan bersatunya NPWP dan NOP dalam suatu sistem database maka mempermudah dalam mengeksplorasinya.
3. Prosedur pengendalian intern
Prosedur pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan sistem informasi yang telah diciptakan oleh manajemen untuk memberi keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu satuan usaha akan tercapai.
Prosedur pengendalian intern pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah sudah memadai. Hal ini dapat dinilai pada pemisahan tugas dan wewenang antara bagian yang menyusun profil Wajib Pajak, pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak sehingga dapat diawasi penerbitan Surat Teguran kepada Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT, pemeriksaan pajak dan penyidikan pajak, pengawasan langsung kelancaran arus dokumen penagihan dan pengawasan langsung kelancaran arus dokumen penagihan dan pengawasan langsung pelaksanaan tugas dari hasil pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh petugas pemegang buku register pengawasan piutang. Selain di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah juga melakukan pengecekan atas kinerja pegawai yang telah dilakukan oleh setiap kepala bagian dan penerapan kode etik pegawai yang diberlakukan sejak pegawai masuk dan ditempatkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan menandatangani pernyataan kesanggupan melaksanakan kode etik pegawai.
4. Aktivitas pengawasan intern
Aktivitas pengawasan intern dimulai dari pengawasan profile Wajib Pajak sampai pada penagihan kepada Wajib Pajak. Pengendalian pada pengawasan profile Wajib Pajak, pemeriksaan dan penagihan yang dilakukan oleh Account
Repressentative (AR), Seksi Pemeriksaan dan Seksi Penagihan sudah cukup
memadai dimana ada pemisahan fungsi bagian yang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penagihan.
5. Pemantauan
Pemantauan adalah suatu proses untuk menilai kualitas efektivitas pelaksanaan pengawasan intern sepanjang waktu. Pemantauan ini dilakukan oleh pegawai yang ada kemudian didukung oleh adanya kode etik pegawai dan selalu memperhatikan jika ada keluhan dari Wajib Pajak, karena keluhan ini menjadi saran untuk perbaikan pengawasan atau pengendalian intern ke depan. Pengendalian intern STP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ini sudah cukup memadai.
Surat Tagihan Pajak (STP) Pengawasan diterbitkan oleh AR ( Account
Repressentative) yang berada dibawah kontrol penagihan Kepala Seksi Waskon.
Dan Surat Tagihan Pajak (STP) Pemeriksaan, dibawah kontrol Seksi Penagihan berupa Surat Teguran dan Surat Paksa.
Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya. Sedangkan Surat Paksa diterbitkan dalam jangka waktu 21 hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
Tabel 4.3
Jumlah Tagihan dan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
Tahun 2010 – 2012 No Tahun Jumlah STP PPh Pasal 21 Jumlah Tagihan (Rp) Jumlah Penerimaan/ Pencairan (Rp) 1 2010 268 114.588.911 28.679.290 2 2011 187 54.868.356 52.537.206 3 2012 36 21.443.673 19.341.582 4 2012 (penerimaan Pajak PPh Pasal 21 dari tagihan
kekurangan tahun sebelumnya)
- 66.487.797
Jumlah 491 190.900.940 167.045.825
Tabel 4.4
Jumlah Tagihan dan Penerimaan Pajak PPh Pasal 21 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah Berdasarkan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2010 – 2012
No Tahun
Jumlah WP KPP Medan Petisah
Jumlah Penerimaan/ Pencairan
Badan OP Bend Badan (Rp) OP (Rp) Bend (Rp)
1 2010 9498 75.024 632 237 86.388.911 29 1.400.000 29 26.800.000
2 2011 10.270 81.363 646 185 54.668.356 2 200.000 -
Dari rata-rata 3 tahun (2010 – 2012) jumlah tagihan yang ada yaitu sebesar Rp 63.633.647,- dan rata – rata penerimaan yang didapat yaitu sebesar Rp 55.681.942,- .
Rumus :
- Rata – rata jumlah tagihan - Persentase Penerimaan Jumlah seluruh tagihan Jumlah Penerimaan . Jumlah Tahun akm. Jlh tagihan dan penerimaan
x 100%
- Rata – rata penerimaan - Persentase tagihan
Jumlah seluruh penerimaan Jumlah Tagihan . Jumlah tahun akm. Jlh tagihan dan penerimaan
x 100%
Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa persentase penerimaan tidak sampai setengah dari jumlah tagihan atau dapat juga dikatakan bahwa jumlah penerimaan masih rendah dari jumlah tagihan yang keluar.
Penerimaan tersebut merupakan pencairan yang belum seutuhnya diterima karena penerimaan di tahun yang dimaksud bisa saja pembayarannya dilakukan di tahun selanjutnya.
Rendahnya tingkat penerimaan pajak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Kurangnya tingkat kesadaran dari Wajib Pajak untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya terutama atas pajak kurang bayar
2. Kecilnya denda bunga atas STP yang terlambat bayar sehingga dapat membuat leluasa Wajib Pajak untuk menghindarkan pembayaran pajaknya.
4.2.3 Penyelesaian Contoh Kasus