• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Teoritis

2.2.5 Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan suatu sistem yang meliputi struktur organisasi beserta semua mekanisme dan ukuran-ukuran yang dipatuhi bersama untuk menjaga seluruh harta kekayaan organisasi dari berbagai arah. Committee

on Auditing Procedure American Institute of Carified Public Accountant

(AICPA) mengemukakan bahwa pengendalian internal mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan data akuntansi, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijakan yang telah ditetapkan (James A Hall, 2013).

Pengendalian internal (internal control) adalah proses yang dijalankan untuk menyediakan jaminan memadai bahwa tujuan-tujuan pengendalian yaitu sebagai berikut :

 Mengamankan asset, mencegah atau mendeteksi perolehan, penggunaan atau penempatan yang tidak sah.

 Mengelola catatan dengan detail yang baik untuk melaporkan asset perusahaan secara akurat dan wajar.

 Memberikan informasi yang akurat dan reliabel.

 Menyiapkan laporan keuangan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.  Mendorong dan memperbaiki efisiensi operasional.

 Mendorong ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang telah ditentukan.  Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

Pengendalian internal merupakan sebuah proses dimana ia menyebar ke seluruh aktivitas pengoperasian perusahaan dan merupakan bagian integral dari aktivitas manajemen. Untuk mengembangkan sebuah sistem pengendalian internal maka diperlukan pemahaman terhadap kemampuan teknologi informasi (information system) dan risikonya. Para akuntan dan pengembang sistem membantu manajemen mencapai tujuan pengendaliannya dengan (1) mendesain sistem pengendalian yang efektif dengan menggunakan pendekatan proaktif untuk mengeliminasi ancaman sistem, serta dapat mendeteksi, memperbaiki dan memulihkan dari ancaman ketika terjadi; dan (2) membuatnya lebih mudah digunakan , membentuk pengendalian ke dalam sebuah sistem pada atahapan desain awal daripada menambahkannya setelah terbentuk.

Pengendalian internal melaksanakan tiga fungsi penting sebagai berikut : 1) Pengendalian preventif (preventive control), mencegah masalah sebelum

timbul. Misalnya, merekrut personel berkualifikasi, memisahkan tugas pegawai, dan mengendalikan akses fisik atas asset dan informasi.

2) Pengendalian detektif (detective control), menemukan masalah yang tidak dapat dihindari. Misalnya, menduplikasi pengecekan kalkulasi dan menyiapkan rekonsiliasi bank serta neraca saldo bulanan.

3) Pengendalian korektif (corrective control), mengidentifikasi dan memperbaiki masalah serta memperbaiki dan memulihkannya dari kesalahan yang dihasilkan. Mislanya, menjaga salinan backup pada file, memperbaiki kesalahan entri data, dan pengumpulan ulang transaksi-transaksi untuk pemrosesan selanjutnya.

Pengendalian internal dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu sebagai berikut:

1) Pengendalian umum (general control), memastikan lingkungan pengendalian sebuah perusahaan stabil dan dikelola dengan baik. Contohnya, keamanan; infrastruktur TI; dan pengendalian pembelian perangkat lunak, pengembangan dan pemeliharaan.

2) Pengendalian aplikasi (application control), mencegah, mendeteksi, dan mengoreksi kesalahan transaksi serta penipuan di dalam program aplikasi. Pengendalian ini fokus terhadap ketepatan, kelengkapan, validitas, serta otorisasi data yang didapat, dimasukkan, diproses, disimpan, ditransmisikan ke sistem lain, dan dilaporkan.

Robert Simons seorang professor bisnis Harvard, telah menganut empat kaitan pengendalian untuk membantu manajemen menyelesaikan masalah di antara kreativitas dan pengendalian sebagai berikut:

1) Sebuah sistem kepercayaan (belief system) menjelaskan cara sebuah perusahaan menciptakan nilai, membantu pegawai memahami visi manajemen, mengomunikasikan nilai-nilai dasar perusahaan, dan menginspirasi pegawai untuk bekerja berdasarkan nilai-nilai tersebut. 2) Sebuah sistem batas (boundary system) membantu pegawai bertindak secara

etis dengan membangun batas-batas dalam perilaku kepegawaian. Sistem tersebut tidak memberitahukan secara langsung kepada pegawai apa yang dilakukan, tetapi mereka didorong untuk menyelesaikan masalah secara kreatif dan memenuhi kebutuhan pelanggan di samping memenuhi standar kinerja minimum, menghindari tindakan yang dilarang, dan menghindari tindakan yang mungkin merusak reputasi mereka.

3) Sebuah sistem pengendalian diagnostik (diagnostic control system) mengukur, mengawasi dan membandingkan perkembangan perusahaan aktual berdasarkan anggaran dan tujuan kinerja. Umpan balik membantu manajemen menyesuaikan dan menyempurnakan input serta proses sehingga output di masa depan semakin mendekati tujuan yang ingin dicapai.

4) Sebuah sistem pengendalian interaktif (interactive control system) membantu manajer untuk memfokuskan perhatian bawahan pada isu-isu strategis utama dan lebih terlibat di dalam keputusan mereka. Data sistem interaktif diinterpretasikan dan didiskusikan dalam pertemuan tatap muka para atasan, bawahan dan rekanan.

Mulyadi (2013) menyatakan bahwa unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengendalian internal terhadap sistem penjualan tunai sebagai berikut:

1.Organisasi

a) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. b) Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.

c) Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman dan fungsi akuntansi.

2.Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

a) Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai.

b) Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan memberikan stempel “lunas” pada faktur penjualan tunai dan menempelkan pita register kas pada faktur tersebut.

c) Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit.

d) Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara memberikan stempel “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. e) Pencatatan ke dalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan

f) Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.

g) Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya.

h) Perhitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodic dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern.

Sedangkan unsur pengendalian intern dalam sistem penjualan kredit sebagai berikut:

1.Organisasi

a) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.

b) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. c) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.

d) Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. 2.Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

a) Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.

b) Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy.

c) Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan memberikan keterangan (stempel) “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.

d) Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan.

e) Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.

f) Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber.

g) Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.

Dokumen terkait