• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Mutu

Dalam dokumen UMI RETNO ERNAWATI H3109061 (Halaman 33-41)

Pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan/industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar, penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji) (Hubeis, 1999).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Mutu diputuskan konsumen berdasarkan pengalaman mengenai kesesuaian harapan konsumen terhadap produk dengan aktualisasi produk yang diterima konsumen. Mutu berdasarkan sifat produk dapat ditinjau dari dua sisi konsumen dan sisi produsen. Konsumen mendefinisikan mutu dengan sangat subyektif dan abstrak, akibatnya penilaian mutu antara satu konsumen dengan konsumen lain berbeda. Penilain mutu dari segi produsen diamati berdasarkan klasifikasi produk secara fisik maupun kimia berdasarkan standar mutu produk tertentu (Ibrahim, 2000).

Menurut Hubeis (1999), konsep mutu yang berlaku umum maupun khusus pada bidang pangan erat kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Pada tahun 1960 mengarah ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik, histogram, tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan. Sedangkan tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM).

Dalam Hubeis (1999), dikatakan pula bahwa permasalahan mutu bukan sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa atau standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke penerapan dan

penguasaan TQM menuju world class performance yang dimanifestasikan

dalam ISO (International Standar’s Organization).

Sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup: 1. Mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh produk atau jasa,

yang menunjukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ditentukan (tersurat) maupun yang tersirat

2. Kebijakan Mutu adalah keseluruhan maksud dan tujuan organisasi

(perusahaan) yang berkaitan dengan mutu yang secara formal dinyatakan oleh pimpinan puncak

3. Manajemen Mutu adalah seluruh aspek fungsi manajemen yang

menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu yang telah dinyatakan oleh pimpinan puncak

commit to user

4. Pengendalian Mutu, teknik-teknik dan kegiatan-kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang ekonomis;

5. Jaminan Mutu, adalah seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan (jaminan) yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan tertentu. Dalam kontek mutu produk pangan, suatu produk pangan itu bermutu sesuai dengan tuntutan pasar global, apabila produk pangan tersebut memenuhi standar ISO, yang dapat kita pahami sebagai pangan yang diproses secara higienis, tidak mengandung/tercemar bahan kimia yang berbahaya, sesuai dengan selera pasar lokal dan/atau global.

Banyak perusahaan menginginkan adanya peningkatan mutu dan telah mencurahkan berbagai upaya untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi upayaupaya ini sering lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi. Kegiatan inspeksi saja tidak dapat membangun mutu kedalam suatu produk. Mutu harus dirancang dan dibentuk kedalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan-persyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, sampai setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik.

Kegiatan Pengendalian Mutu mencakup kegiatan menginterpretasikan dan mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap persyaratan mutu. Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000, maka kegiatan Pengendalian memiliki fungsi antara lain:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

1. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik

dalam proses produksi.

2. Memelihara dan mengkalibrasi peralatan pengendalian proses.

3. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah mutu selama produksi.

4. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima. 5. Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan analisa. 6. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot checks

bilamana diperlukan.

7. Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan efektivitas pengukuran pengendalian mutu.

8. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu menahan

dampak transportasi dan penyimpanan.

9. Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang diterima akibat tuntutan konsumen.

10. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada bagian rekayasa mutu.

Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999), erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses, pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik (penampilan: warna, ukuran, bentuk dan cacat; kinestika: tekstur, kekentalan dan konsistensi; citarasa: sensasi, kombinasi bau dan cicip) serta atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara eksternal

(citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai

kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen.

commit to user

F. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Mutu merupakan salah satu parameter dari kualitas produk yang dihasilkan. Bentuk nyata bahwa suatu produk dikatakan bermutu salah satu diantaranya apabila produk tersebut telah menerapkan sistem HACCP. Karena sistem HACCP merupakan salah satu system yang diterapkan terhadap suatu produk yang meninjau dari keamanan bahan baku sampai produk jadi suatu produk. Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan dari produsen

pangan antaranya adalah dengan menerapkan HACCP (Hazard Analysis

Critical Control Point). HACCP adalah sestem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa Hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada pengujian produk akhir (Thaher, 2005)

HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan. Tujuan HACCP yaitu mencakup deskripsi suatu produk, termasuk semua detail-detail yang relevan mengenai komposisi, aditif, tahap-tahap produksi, cara penanganan dan sampai ke tahap akhir, dan harus dihasilkan untuk semua bahan makanan dalam berbagai pertimbangan (Codex, 1997)

Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis

(Hazard Analysis and Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya. Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun sistem ini akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya. Aplikasi HACCP, terutama yang diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip umum kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan pangan yang sesuai.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Menurut Ermina (2010) manfaat dari sistem HACCP adalah sebagai berikut :

1. Menjamin keamanan pangan

- Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat;

- Memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang

aman;

- Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan

keamanannya;

- Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap

standar nasional maupun internasional.

2. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem

HACCP bahaya - bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya.

3. Mencegah / mengurangi terjadinya kerusakkan produksi atau

ketidakamanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.

4. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan

persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.

5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.

Menurut Prasetyono (2000) dalam Implementasi GMP dan HACCP Dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan. Quality Control

produk pangan, kosmetik dan obat-obatan sedikit lebih ketat jika dibandingkan dengan produk lain terutama dalam hal higiene dan keamanan. Pembuatan Quality Assurance System dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Quality Assurance System untuk produk baru

2. Quality Assurance System untuk produk yang telah diproduksi

Pembuatan Quality Assurance System dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen dan keinginan konsumen. Dari hasil identifikasi itu

commit to user

ditetapkan pula standar safety dan higiene produk. Langkah selanjutnya adalah merancang produk (product design) dan perancangan proses (process design). Dalam memilih proses yang dipakai perlu adanya identifikasi critical control points (CCPs) dalam setiap langkah proses. Titik kontrol dalam penerimaan bahan baku (raw material):

1. Kualitas bahan baku yang diterima dari suplier

2. Cara penanganan bahan (material handling), kondisi penyimpanan yang sesuai (suhu, humiditas, dll). Semua material yang disimpan harus berada di atas pallet dan berjarak 30 cm dari dinding, hal ini bertujuan untuk mempermudah pengontrolan terhadap hewan perusak.

3. Kode penerimaan, diperlukan untuk menjamin FIFO (First In First Out)

4. Sistem pemindahan bahan dari area penyimpanan ke area produksi

Titik kontrol dalam proses produksi:

1. Aliran proses memisahkan jalur yang jelas antara input dan output 2. Kebersihan alat-alat proses.

3. Personal hygiene, kebersihan perorangan harus diperhatikan.

4. Pest and rodent control, area produksi harus bebas dari serangga dan tikus.

5. Pemberian kode produksi yang tepat.

Titik kontrol pada bagian penyimpanan dan distribusi produk:

1. Kondisi penyimpanan produk.

2. Sistem distribusi produk yang harus menutamakan FIFO.

Untuk produk yang sudah diproduksi secara massa pembuatan Quality Assurance System berarti perbaikan proses secara bertahap sehingga kondisi proses sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut Ermina (2010) ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan:

1. Food Safety / Keamanan Pangan.

Aspek - aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

2. Wholesomeness / Kebersihan.

Merupakan karakteristik - karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene. 3. Economic Fraud / Pemalsuan.

Adalah tindakan - tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.

commit to user

27 BAB III

Dalam dokumen UMI RETNO ERNAWATI H3109061 (Halaman 33-41)

Dokumen terkait