• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa terlepas untuk saling membutuhkan antar sesama manusia lainnya, guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu yang bersifat primer, sekunder ataupun tersier. Termasuk

dalam hal ini adalah kebutuhan dalam hal bermu’amalah. Mu’amalah sendiri

memiliki bayak sekali derivatif, seperti jual beli, hutang piutang, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indinesia, jual beli yaitu memperoleh sesuatu dengan menukarkannya dengan uang (membayar).1 Definisi jual beli secara bahasa yaitu memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti.2

Penulisan ini membahas tentang konsep dan pengertian hutang (al-dayn) terlebih dahulu sebelum memulai pembahasan tentang ba’i dayn. Istilah

al-dayn dari segi bahasa berasal dari perkataan (دﺎﻧ) yang bermaksud tunduk (ﺦﻀﻋ),

patuh (ﺬﻟ) dan taat (ﺄطﺎﻋ). Ia merujuk kepada sesuatu yang berbentuk harta yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang lain yang menghendakkan orang yang

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm.185.

2 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah: Sistem Transaksi dalam Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hlm.23.

diberikan harta tersebut untuk memulangkan dan mengembalikan harta tersebut kepadanya (yang memberi) semula.3

Dalam hukum Islam, ‘ain adalah suatu hak kebendaan yang terkait langsung dengan benda tertentu, bukan benda lain. ‘ain disamping mencakup hak kebendaan dalam pengertian hukum barat meliputi pula hak-hak yang timbul dari perikatan yang objeknya adalah beda tertentu. Dipihak lain, terdapat pula hak-hak yang tidak dikaitkan langsung kepada benda atau sesuatu tertentu, melainkan kepada sejumlah uang atau benda misal (yang ada persamaannya) yang berada dalam tanggung jawab pihak debitur. Hak seperti ini dalam hukum Islam disebut

dain (utang).4

Perkataan dain menurut perundangan Islam mencakup ruang lingkup yang amat luas yaitu bayaran kepada harga barang, bayaran kepada qard (hutang), bayaran mahar (maskawin) selepas isteri disetubuhi atau sebelumnya yaitu mahar yang belum dibayar selepas akad nikah), bayaran sewa, ganti rugi yang mesti dibayar kerana jenayah, ganti rugi atas kerusakan yang dilakukan, jumlah uang yang mesti dibayar kerana tebus talak dan barangan pesanan yang belum sampai (muslam fih).5 Maksudnya, hutang itu tidak semestinya dalam bentuk harta semata-mata bahkan merangkumi segala sesuatu yang sabit dalam tanggungan seseorang sama ada berupa harta atau hak.

3

Al-Mu’jam al-wajiz (majma’ al-Lughah al-Arabiyyah Jumhuriyyah Misr al-Arabiyyah,

1980), hlm.241.

4Samsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta), 2007, hlm.66.

5Wahbah Al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Damsyiq: Dar al-Fikr,1989), vol. 4, hlm.432.

Bai’ al-Dain adalah akad jual beli ketika yang diperjual belikan adalah dain atau hutang. Dain dapat diperjual belikan dengan harga yang sama, tetapi

sebahagian besar ulama fuqaha berpendapat bahwa jual beli dain atau hutang dengan diskon tidak dibolehkan secara syariah.6

Bai’ al-dain adalah akad penyediaan pembiayaan untuk jual-beli barang

dengan menerbitkan surat hutang dagang atau surat berharga lain berdasarkan harga yang telah disepakati terlebih dahulu. Pembiayaan ini bersifat jangka pendek (kurang dari satu tahun) dan hanya mencakup surat-surat berharga yang memiliki nilai rating investasi yang baik .

Dalam istilah Arab yang sering digunakan untuk utang piutang adalah

al-dain (jamaknya al-duyun) dan al-qardh. Dalam pengertian yang umum, utang

piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Transaksi seperti ini dalam fiqh dinamakan mudayanah atau

tadayun.

Hutang-piutang sebagai sebuah transaksi yang bersifat khusus, istilah yang lazim dalam fiqih untuk transaksi utang piutang khusus ini adalah al-qard . dengan demikian cakupan tadayun lebih luas dari pada qardh. Secara bahas

al-qardh berarti al-qoth’ (terputus). Harta yang dihutangkan kepada pihak lain

dinamakan qardh karena ia terputus dari pemiliknya.7

Adapun yang dimaksud dengan utang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu. Pengertian “sesuatu” dari definisi diatas mempunyai makna yang luas, selain

6Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm.189.

7

Ghufron A.Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

berbentuk uang juga dapat dalam bentu barang, asalkan barang tersebut habis karena pemakaian.

Bai’ al-dayn merujuk kepada pembiayaan hutang. Di dalam prinsip ini

pembiayaan dibuat berdasarkan jual beli dokumen perdagangan dan pembiayaan digunakan bagi tujuan pengeluaran, perdagangan. Keputusan DPS pada awal operasinya bank syariah berdasarkan keadaan darurat dimana bank syariah masih sebagai pemain tunggal sehingga, bank syariah diijinkan dengan memanfaatkan

excess (kelebihan) atau idle fund dengan menggunakan perangkat al-dayn.

Ketentuan-ketentuan al-dayn adalah:

1. Nasabah yang telah menerima fasilitas jual beli dari bank syariah akan mengeluarkan surat hutang (promissory note), sementara bank syariah sendiri tidak dapat menerbitkan surat hutang, maka promissory note (surat hhutang) di endorse dan menjadi underlying transaction untuk menerima dari bank konvensional.

2. Adapun kompensasi dalam penempatan dana (placing) dan penerimaan dana (talking) masih mengacu pada hitungan yang ditetapkan oleh pihak countetpart (bank konvensional), dimana bank syariah (pada waktu itu) harus mengoptimalkan kelebihan dananya dan masuk sebagai pandatang baru dengan sistem yang belum dikenal oleh bank konvensional.

Bai’ al-dayn merupakan jual beli dengan cara diskonto atas piutang atau

pelaksanaanya, prinsip ini dilakukan antara lain untuk pembelian: wesel dagang,

wesel ekspor dan tagihan dalam rangka anjak piutang.8

Para fuqaha menggunakan istilah al-dayn ini dengan pengertian yang khusus. Fuqaha mazhab Hanafi mentakrifkan al-dayn seperti yang berikut :

ﺔﻣﺬﻟﺍ ﰲ ﺖﺒﺸﻳ ﺎﻤﻋ ﺓﺭﺎﺒﻋ

ﺮﻗ ﻭﺃ ﻑﻼﺗﺇ ﻭﺃ ﺔﺿﻭﺎﻌﻣ ﰲ ﻝﺎﻣ ﻦﻣ

Artinya:“Sesuatu yang sabit atas tanggungan seseorang dari pada harta tertentu

dengan sebab berlakunya akad pertukaran atau kerosakan barang atau kerana hutang”.9

Fuqaha mazhab Hanafi beranggapan hutang itu adalah sesuatu yang bersifat mal hukmi (satu bentuk harta yang tidak boleh dilihat), dan ia dianggap sebagai harta kerana keperluan dan hajat manusia kepadanya dalam urusan muamalat mere

ka seharian.10

Mayoritas fuqaha dari mazhab Syafi‘i, Maliki dan Hanbali pula mendefinisikan al-dayn dalam bentuk yang lebih umum daripada fuqaha mazhab Hanafi yaitu :

ﻪﺗﻮﺒﺛ ﻲﻀﺘﻘﻳ ﺐﺒﺴﺑ ﻝﺎﻣ ﻦﻣ ﺔﻣﺬﻟﺍ ﰲ ﺖﺒﺜﻳ ﺎﻣ ﻦﻋ ﺓﺭﺎﺒﻋ

11

8

Martono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Ekonomi, 2010), hlm. 103.

9

Kamal al-Din Ibn Humam, Fath al-Qadir (Kaherah: Matba’ah Mustafa Muhammad, 1356H), vol. 5, hlm.431.

10Wafa’ Muhammad ‘Izzat al-Syarif, Nizam al-Duyun (Jordan: Dar al-Nafais, 2010), hlm.248.

11

Al-Ramly, Nihayah al-Muhtaj (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi,1357H), vol.3, 130; Nazih Hammad, Qadaya Fiqhiyyah Mu‘asirah Fi al-Mal wa al-Iqtisad (Damsyiq: Dar al-Qalam, 2001), hlm.190.

Artinya:“Sesuatu yang dhabit atas tanggungan seseorang daripada harta dengan

berlakunya sebab-sebab yang menentukan pensabitannya”

Hammad menjelaskan lagi bahwa semua hutang yang berkaitan dengan

harta sama ada yang bersifat harta sebenar (‘ain maliyyah) ataupun yang bersifat

manfaat ataupun yang merupakan hak Allah seperti zakat turut termasuk dalam pengertian ini.12

Bay‘ al-dayn ditakrifkan sebagai menjual hutang yang telah sabit pada

tanggungjawab seseorang bagi melepaskan tanggungan orang yang berhutang tersebut atau menjual hutang yang sabit pada tanggungjawab seseorang kepada pihak yang ketiga.13

Dalam arti kata yang lain ia bermaksud satu kontrak jual beli di mana seseorang yang berhutang menjual hak hutangnya ke atas si pemberi hutang sama ada kepada orang yang memberi hutang itu sendiri atau kepada pihak yang ketiga. Sano,14menjelaskan bahwa kebiasaannya penjual hutang akan menjual hutangnya pada harga diskaon kerana pembeli sama ada pemberi hutang atau pihak ketiga tidak akan membeli hutang tersebut jika harga tidak dikurangkan. Oleh itu beliau berpendapat kontrak Bai’ al-dayn ini boleh dikategorikan sebagai salah satu daripada kontrak jual beli dalam Islam yaitu jual beli diskon (Bai‘ al-wad‘iyyah) atau juga sebagai jualan pada harga kos (bay‘ al-tawliyah) jika pembeli membeli hutang tersebut pada harga kos.

12Nazih Hammad, Qadaya Fiqhiyyah Mu‘asirah fi al-Mal wa al-Iqtisad (Damsyiq: Dar al-Qalam, 2001), hlm.190.

13

Muhyi al-din al-urradaghi, Buhuth fi al-Fiqh al-Mu’amalat al-maliyyah al muasirah

(Beirut: Mu’assasah al-Basyair al-Islamiyyah, 2001), hlm.209.

14

Sano Koutoub Moustapha, The Sale of Debt as Implemented by The IslamicFinancial

Keharusan melakukan aktiviti berhutang (al-dayn) diterangkan dalam Al-Qur’an:































Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menjalankan sesuatu

urusan dengan hutang piutang (yang diberi tempoh) hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis(hutang dan masa bayarannya)itu dan

hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar)”...

(Surah al-Baqarah, 3:282)

Menurut Al-Jassas,15 al-dain dalam ayat di atas merangkumi semua jenis

kontrak-kontrak hutang (ﻊﻗودﺎﻤﻟدﺎﯿﻧﺎﺗ) yang diharuskan penangguhan padanya. Ayat

ini juga menggesa supaya dicatatkan setiap transaksi hutang piutang oleh pencatat yang adil.

Lafaz al-dain di dalam hadis pula merujuk kepada dua pengertian. Pengertian yang pertama bersifat umum merangkumi hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Antaranya ialah sabda Rasulullah SAW kepada seorang lelaki yang bertanya tentang hukum mengqada' puasa bagi ibunya yang telah mati:

ﷲﺍ ﻦﻳﺪﻓ ﻢﻌﻧ

ﻰﻀﻘﻳ ﻥﺃ ﻖﺣﺃ

16

Artinya:“Ya, maka hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan”

15

Abu Bakr Ahmad ‘Ali al-Razi al-Jassas, Ahkam al-Quran (Beirut: Dar al-Kutub al‘Ilmiyyah,n.d) vol. 1, hlm.481-482.

16Nasr al-Din Albani, Mukhtasar Sahih Imam al-Bukhari (Riyadh: Maktabah al Maarif,2002) Bab Man Mata wa ‘alayhi Saum,i, hlm. 919.