• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Budaya Kerja

B. Lingkungan Kerja Non Fisik

2.3.1. Pengertian dan Indikator Kinerja

Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja menurut Mangkunegara (2000). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian menurut Sulistiyani (2003). Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasibuan (2000) menyatakan bahwa Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Rivai (2005) bahwa “Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis (2002), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Whitmore (1997) menyatakan bahwa “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:

(a) berorientasi pada prestasi,

(b) memiliki percaya diri,

(c) pengendalian diri,

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka arti performance atau kinerja adalah

sebagai berikut: “performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika” (Prawirosentono, 1999). Kemudian mengenai kinerja

(performance) diartikan pula oleh Simamora (1997) yaitu merupakan suatu

pencapaian persyaratan pekerjaan yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Suprihanto (2003) menyebutkan istilah kinerja dan prestasi kerja yaitu: hasil kerja seseorang selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran.

Menurut Mangkunegara (2004), istilah kinerja berasal dari kata Job Performance

atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Jadi dengan demikian kinerja (performance) adalah suatu hasil yang telah

dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang dilaksanakan secara legal, tidak melanggar hukum serta sesuai dengan moral dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan suatu pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan indicator dari suatu kinerja. Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Kegunaan dari indikator kinerja tersebut adalah untuk melihat

bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami

peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan indikator kinerja adalah:

1. Kuantitas kerja: Volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal.

2. Kualitas kerja: Kerapian ketelitian dan keterkaitan hasil dengan tidak

mengabaikan volume pekerjaan.

3. Jangka waktu output: Kemampuan dalam menyelesaikan satu pekerjaan

sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

4. Kerjasama: Kemampuan dalam hubungan sesama karyawan selama

menangani pekerjaan.

5. Tanggungjawab terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab pegawai.

Berdasarkan keseluruhan definisi di atas dapat dilihat bahwasanya kinerja ini adalah merupakan output dari penggabungan faktor-faktor penting yakni kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besarlah kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun

demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana,

Penilaian harus dihindarkan adanya "like dan dislike" dari penilai, agar

obyektivitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat

digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.

Menurut (Handoko, 1998) ada 6 (enam) metode penilaian kinerja pegawai, yaitu:

1. Rating Scale, evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai, yang

membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.

2. Checklist, yang dimaksudkan dengan metode ini adalah untuk mengurangi

beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Pemberian bobot sehingga dapat di skor. Metode ini biasa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara akurat, bila daftar penilaian berisi item-item yang memadai.

3. Metode peristiwa kritis (critical incident method), penilaian yang

berdasarkan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.

4. Metode peninjauan lapangan (field review method), seseorang

karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi

tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk direview, perubahan,

persetujuan dan perubahan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan.

5. Tes dan observasi prestasi kerja, bila jumlah pekerja terbatas, penilaian

prestasi kerja bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan keterampilan. Agar berguna tes harus reliable dan valid.

6. Metode evaluasi kelompok ada tiga: ranking, grading, point allocation

method.

a. Method ranking, penilai membandingkan satu dengan karyawan lain

siapa yang paling baik dan menempatkan setiap karyawan dalam urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding, subyek kesalahan kesan terakhir dan halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya.

b. Grading metode penilaian ini memisah-misahkan atau menyortir para

karyawan dalam berbagai klasifikasi yang berbeda, biasanya suatu proposi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori.

c. Point location, merupakan bentuk lain dari grading penilai diberikan sejumlah nilai total yang dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan diberi nilai lebih besar dan pada para karyawan dengan kinerja lebih jelek. Kebaikan dari metode ini, penilai

dapat mengevaluasi perbedaan relatif diantara para karyawan, meskipun

kelemahan-kelemahan efek halo (halo effect) dan bias kesan terakhir

masih ada.

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Handoko (dalam Srimulyo, 1999: 34-35)

mengemukakan:

1. Perbaikan prestasi kerja atau kinerja.

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.

Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam mcnentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan.

Promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

4. Perencanaan kebutuhan latihan dan pengembangan.

Prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya latihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karir.

Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.

6. Mendeteksi penyimpangan proses staffing.

Prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau

kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7. Melihat ketidakakuratan informasional.

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan-kesalahan desain pekerjaan.

Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan kerja yang adil.

Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10.Melihat tantangan-tantangan eksternal.

Kadang-kadang prestasi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, dan masalah-masalah pribadi lainnya.

Dokumen terkait