Kata khiyār dalam bahasa Arab berarti pilihan. Sedangkan secara
etimologi khiyār berarti pilihan atau mencari yang terbaik diantara dua pilihan,
yaitu meneruskan atau membatalkannya. Pembahasan khiyār dikemukakan para
ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata
khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang
melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi
yang dimaksud.15
Secara terminologi para ulama fiqh mendefinisikan khiyār dengan:
15
نيدق اعتمللاقفر وخسفب وئ اضمإ مدعو دقعلا ءاضمإ نٌب رايلخادقاعتملل نوكي نأ
.
Artinya: “Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi akad untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”.
Menurut buku karangan Sudarsono, ia mengutip kata-kata dari Moh.
Anwar bahwa, khiyār ialah suatu perjanjian (akad) antara pembeli dan penjual
untuk memilih kemungkinan jadi atau tidak terjadinya jual beli dalam tempo
tertentu (yang ditentukan oleh kedua belah pihak).17 Dalam makna lain, khiyār
yaitu pemilihan dalam melakukan akad jual beli apakah mau meneruskan akad
jual beli atau menarik kembali kehendak untuk melakukan jual beli.
Hak khiyār ditetapkan syariat Islam bagi orang-orang yang melakukan
transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan
sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiyār oleh syara‟ agar kedua belah pihak
dapat berfikir lebih jauh untuk kemaslahatan masing-masing pihak dari akad jual
belinya, agar tidak menyesal di kemudian hari dan tidak merasa tertipu.
Jadi, hak khiyār itu ditetapkan dalam Islam untuk menjamin kerelaan dan
kepuasan timbal balik bagi pihak-pihak yang melakukan jual beli. Jika dilihat dari
satu segi, opsi khiyār memang tidak praktis, karena mengandung arti
ketidakpastian dalam suatu transaksi, namun khiyār ini merupakan jalan terbaik.
16
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, hlm. 129.
17
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Cet. II, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2001), hlm. 407.
Perlu diketahui bahwa hukum asal jual beli adalah mengikat (lazim),
karena tujuan jual beli adalah memindahkan kepemilikan. Hanya saja syariat
menetapkan hak khiyār dalam jual beli sebagai bentuk kasih sayang terhadap
kedua belah pihak yang melakukan akad.
Suatu akad lazim adalah akad yang kosong dari salah satu khiyār yang
memiliki konsekuensi bahwa pihak yang menyelenggarakan transaksi dapat
melanjutkan atau membatalkan kontrak. Khiyār diperlukan dalam melakukan
transaksi yaitu untuk menjaga kepentingan, kemaslahatan dan kerelaan kedua
pihak yang melakukan kontrak serta melindungi mereka dari bahaya yang
mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan demikian, khiyār
disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi
bisnis dalam kehidupan manusia.18
Adapun hikmah yang mengharuskan melakukannya khiyār antara lain
sebagai berikut:
a. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam melakukan jual beli.
b. Agar terhindar dari terjadinya penipuan dalam urusan jual beli.
c. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan
pembeli.
d. Untuk mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan jual beli,
sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik dan sesuai
dengan harga yang dibayar.
18
e. Untuk menghindari terjadinya perselisihan dan permusuhan di kalangan
kaum muslimin.
2.2.2. Dasar Hukum Khiyār
Pada dasarnya akad jual beli itu pasti mengikat selama telah memenuhi
rukun dan syaratnya, akan tetapi terkadang menyimpang dari ketentuan dasarnya.
Sesungguhnya Allah memperboleh khiyār untuk memenuhi sifat saling kasih
sayang antara sesama manusia dan untuk menghindarkan sifat dengki dan dendam
di hati mereka.19
Menurut ulama fiqh, status khiyār adalah disyari‟atkan atau dibolehkan
karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan
masing-masing pihak yang melakukan transaksi.20 Akan tetapi, dengan sistem
khiyār ini adakalanya menimbulkan penyesalan kepada salah seorang dari pembeli atau penjual, yaitu kalau pedagang mengharap barangnya segera laku, tentu tidak
senang kalau barangnya dikembalikan lagi sesudah jual beli atau kalau pembeli
sangat mengharapkan mendapat barang yang dibelinya, tentu tidak senang hatinya
kalau uangnya dikembalikan lagi sesudah akad jual beli. Oleh karena itu, untuk
menetapkan sahnya ada khiyār harus ada ikrar dari kedua pihak atau salah satu
pihak yang diterima oleh pihak lainnya atau kedua pihaknya, jika kedua belah
pihak menghendakinya, maka hukumnya boleh.21
Dasar hukum tentang kebolehan khiyār yaitu sebagai berikut:
19
Abdulrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab: Bagian Ibadah, Jld. III, (Terj. Moh. Zuhri, Dipl. Tafl dkk.) (Semarang: CV. As-Syifa‟, 1994), hlm. 350-351.
20
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, hlm. 129.
21
رمع نبا نع
لاق ملسو ويلع للها ىلص للها لوسر نع امهنع للها ىضر
:
لكف ،نلاخرلا عي ابت اذإ
اعيابتيف رخلاا اهمدحأ نًخ نإاف ،رخلأا اهم دحأ نًيخوأ ،اعيجماناكو اقرفتي لمام رايلخاب امهنم دحاو
عيبلا بجو دقف عيبلاامهنم دحاو كتري لمو اعيابت نأ دعب اقرفت نإو عيبلا بجو دقف كلذ ىلع
.
(
هاور
ملسلد
)
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra., menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Jika dua orang berjual beli, maka masing-masingnya berhak khiyār, selama sebelum berpisah dan masih bersama-sama, atau salah seorang mereka membolehkan khiyār atas yang seorang. Jika salah seorang mereka pada mulanya menentukan hak khiyār atas yang lain, lalu mereka berjual beli atas alasan itu, maka jual belinya berlangsung. Tapi, jika keduanya telah berpisah sesudah berjual beli dan tidak seorang pun dari mereka yang masih meninggalkan barang yang di perjual belikan itu di tempat berjual beli, maka berjual belinya berlangsung (jadi).” (HR. Muslim)
Berdasarkan penjelasan hadits diatas bahwa Allah SWT telah
membolehkan khiyār dalam masalah jual beli. Sebab, dalam jual beli terkadang
orang membeli suatu barang hanya karena melihat luarnya saja tanpa
memperhatikan mutu atau kualitasnya. Kalau sekiranya bungkus itu sudah dibuka
dan barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan, maka hanya penyesalan yang
terjadi bagi pembeli, yang kemudian penyesalan itu diikuti oleh rasa dengki,
dendam, pertengkaran, percekcokan, dan lain sebagainya. Karena hal semacam itu
sangat dibenci dalam agama, maka khiyār ini sangat diperlukan dalam semua
transaksi untuk mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang
melakukan transaksi.