• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

2.2 Kajian Teoritis .1 Pemasaran .1 Pemasaran

2.2.3 Pengertian Gadai

)

Yang Artinya : “…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah : 2).

Penjelasan ayat diatas adalah Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia untuk saling menolong dan memberikan pelayanan terbaik dalam mengerjakan kebaikan kepada sesama dan Allah SWT melarang sebaliknya.

2.2.3 Pengertian Gadai

Transaksi hukum gadai dalam fiqh Islam disebut ar-rahn. Ar-Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang. Pengertian ar-rahn dalam bahasa arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam, yang berarti “tetap” dan “kekal”. Hal itu, berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al – Muddatsir (74) ayat 38 sebagai berikut :

49

."هب ماق ام نع لوئسم عيمجلا"

Yang artinya : “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya “.

Pengertian “tetap” dan “kekal” dimaksud, merupakan makna yang tercakup dalam kata al-habsu, yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat materil. Karena itu, secara bahasa kata ar-rahn berarti “menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat uang”

Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap, kekal, dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Namun, pengertian gadai yang terungkap dalam pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yaitu barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai utang atau orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Karena itu, makna gadai (rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang jaminan, agunan, dan rungguhan. Sedangkan pengertian gadai (rahn) dalam hukum islam (syara’) adalah :

a. Ahmad Azhar Basyir

Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan

utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

50

b. Muhammad Syafi’i Antonio

Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah

(rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang / pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli hukum

Islam di atas, penulis berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, tampak bahwa gadai syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda berupa emas/ perhiasan/ kendaraan dan/ atau harta benda lainnya sebagai jaminan dan/ atau agunan kepada seseorang dan/ atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai syariah; sedangkan pihak lembaga pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh penggadai.

51

Gadai dimaksud, ditandai dengan mengisi dan menandatangani Surat Bukti Gadai (rahn).

Jika memperhatikan pengertian gadai (rahn) di atas, maka tampak bahwa

fungsi dari akad perjanjian antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjam uang adalah untuk memberikan ketenangan bagi pemilik uang dan/atau jaminan keamanan uang yang dipinjamkan. Karena itu, rahn pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni berfungsi social, sehingga dalam buku fiqh mu’amalah akad ini merupakan akad tabarru’ atau akad derma yang tidak mewajibkan imbalan (Zainuddin Ali, 2008:1).

2.2.4 Dasar Hukum Gadai a. Al Qur‟an

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan dalam islam berdasarkan al-Qur‟an dan sunnah Rasul. Dalam surat al-Baqarah ayat 283 Allah berfirman :

نِإ َو ْ مُتنُك ْ ىَلَع ْ رَفَس ْ مَل َو ْ اوُد ِجَت اًبِتاَك ْ ن َه ِرَف ْ ةَضوُب قَّم ْ ۖ ْ نِإَف َْنِمَأ مُكُض عَب اًض عَب ِْ دَؤُي لَف ىِذَّلٱ َْنِمُت ؤٱ ۥُهَتَن َمَأ ِْقَّتَي ل َو ََّْللّٱ ۥُهَّب َر ْ ۖ َْل َو ْ اوُمُت كَت َْةَد َهَّشلٱ ْ ۖ نَم َو اَه مُت كَي ٓۥُهَّنِإَف ْ مِثاَء ۥُهُب لَق ْ ۖ َُّْللّٱ َو ْاَمِب َْنوُلَم عَت ْ ميِلَع

Yang artinya :” Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang

52

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 283) Para ulama fiqh sepakat bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan hadir di tempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang/dikuasai secara hukum oleh si piutang. Maksudnya, karena tidak semua barang jaminan bisa dipegang / dikuasai oleh si pemberi piutang secara langsung, maka paling tidak ada semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status al-Marhun (menjadi jaminan hutang). Misalnya, apabila barang jaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai adalah surat jaminan tanah itu.

b. Hadist

HR. Bukhari, Kitab Ar-Rahn:

َأ َلىِإ ٍّ يِدوُهَ ي ْنِم اًماَعَط ىَرَ تْشا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص َِّبَِّنلا َّنَأ اَهْ نَع ُالله يِضَر َةَشِئاَع ْنَع

ُهَعْرِد ُهَنَهَرَ ف ٍّلَج

*(

)يراخبلا حيحص

Artinya : ”Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi saw membeli makanan secara tidak tunai dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya.”

Menurut kesepakatan pakar fiqh, peristiwa Rasul SAW. me-rahn-kan baju besinya itu, adalah kasus ar-rahn pertama dalam islam dan dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. Berdasarkan ayat dan hadis-hadis diatas, para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad ar-rahn itu dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung di dalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.

53

Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. Di samping itu, berdasarkan fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002 dinyatakan bahwa, pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan. Jumhur ulama berpendapat bahwa rahn disyariatkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian.