KONSEP UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HAK ANAK
C. Pengertian Hak Anak
Kata hak berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis mengandung beberapa arti. Dalam al-Quran terdapat beberapa makna untuk kata hak. Pertama, kata hak yang bermakna menetapkan dengan kepastian dan menetapkan dengan penjelasan. Makna hak sebagai kepastian terdapat dalam al- Quran surat Yasin
Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.
Kata hak yang bermakna menetapkan dan menjelaskan terdapat dalam al-Quran surat al-Anfal (8): 8 walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.
Kedua, kata hak yang bermakna bagian. Kata hak yang bermakna bagian yang terbatas terdapat dalam al-Ma’ârij (70):24-25
َو َنيِذَّلٱ ٞمو ل ۡعَّم ٞ قَح ۡمِهِل َٰو ۡمََ يِف ِلِئ اَّسلِّل ,
ِمو ر ۡحَمۡلٱ َو
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
Ketiga, kata hak yang bermakna kewajiban. Kata hak dengan arti
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.
Keempat, kata hak yang bermakna kebenaran. Kata hak dengan arti benar, lawan dari batil, terdapat dalam surat Yunus (10):35
ۡل ق
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk?
Mengapa kamu (berbuat demikian)? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
Dalam kamus Lisân al-‘Arab, kata hak diartikan dengan ketetapan, kawajiban, yaqin, yang patut dan yang benar. Lawan kata hak dari segi makna adalah kebatilan, yakni kesalahan. Dan bathil bermakana ketidakbenaran, ketidakadilan, atau bertentangan dengan kebenaran.60 Muhammad Farid wajdi dalam Dâirah Ma‘ârif al-Quran al-Qarn ‘Isyrîn juga memberikan makna hak dengan arti-arti yang sama.61
Secara terminologis, Syaikh ‘Abd al-Halîm al-Luqnawî –sebagaimana dikutip oleh Wahbah al- Zuhailî-- mendefenisikan kata hak dengan suatu hukum yang ditetapkan secara syarak. Sementara, Syaikh Ali al-Khafifi menyebut hak sebagai kemaslahatan yang diperoleh secara syarak.62 Musthafa Ahmad al-Zarqa`
dalam kitabnya Madkhal Fiqhy ‘Am: Fiqh Islâmi fi Tsaubih al-Jadîd memberikan defenisi lebih lengkap, yakni suatu kekhususan di mana dengan kekhususan itu syarak menetapkan kekuasaan atau tanggung jawab.63
Menurut Wahbah al-Zuhailî, defenisi yang dikemukakan oleh syaikh ‘Abd al- Halîm al-Luqnawî belum bisa mencakup keseluruhan makna yang terkandung
63 Musthafa Ahmad al-Zarqâ`, Al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am: al-Fiqh al-Islâmî fi Tsaubih al-Jadîd, (Damsyik: Dâr al-Fikr, tt), Jilid III, h. 10
dalam kata hak sebagaimana yang dipahami oleh para ulama fiqih. Demikian juga dengan defenisi yang dikemukakan oleh syaikh al-Khafifi, sebab hanya menyinggung segi tujuan dari hak. Defenisi yang lebih baik adalah yang dikemukakan oleh Musthafa Ahmad al-Zarqa`, yakni “suatu kekhususan di mana dengan kekhususan tersebut syarak menetapkan kekuasaan atau tanggung jawab,”
sebab defenisi inu mencakup keseluruhan yang terkandung dalam kata hak seperti hak keagamaan (misalnya hak Allah atas hamba-Nya), hak perdata, hak-hak kesopanan, hak-hak umum, dan lain-lain.64
Kata hak juga merupakan ungkapan kebalikan dari kewajiban. Artinya sesuatu yang dianggap sebagai hak bagi seseorang, maka menjadi kewajiban bagi orang lain. Misalnya hak rakyat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah dan hak orang yang berpiutang merupakan kewajiban orang yang berhutang. Jadi, yang dimaksud hak anak adalah kekhususan bagian untuk anak dan segala sesuatu yang terkandung dalam syari’at Islam berupa kebutuhankebutuhan pokok yang menjamin persamaan hak asasinya dan kebahagiaan hidupnya dalam kedamaian dalam masyarakat Islam lainnya.65
Hak anak memiliki kriteria berbeda dengan hak orang dewasa. Hak yang berlaku pada orang dewasa beriringan dengan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhinya. Namun hak yang berlaku bagi anak-anak tidak terikat dengan kewajiban-kewajiban mandiri tertentu. Artinya, kekhasan hak anak terletak pada pemenuhan hak-hak anak sebagai kewajiban sepihak dari orang tua atau orang yang bertanggung jawab terhadap dirinya, tanpa kewajiban imbal balik dari si anak memenuhi kewajibannya secara pribadi dan mandiri terhadap hak-hak orang tua atau orang yang bertanggung-jawab atas dirinya. Kesan bahwa anak juga memiliki kewajiban hanyalah merupakan bagian dari upaya mendidik anak agar menjadi pribadi yang bertanggung-jawab kelak bila ia telah dewasa. Karena itulah pelaksanaan kewajiban atas seorang anak disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, dan dilakukan dalam bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Bahkan bila anak telah mencapai usia baligh
64 -Zuhailî. Al-Fiqh al-Islâmî, h. 9
65 Rafat Farid, al-Islâm wa Huqûq al-Thifli, (Kairo: DârMuhaysin, 2002), h.9
sekalipun, kewajiban-kewajiban tertentu yang telah dibebankan atas dirinya tetap memerlukan bimbingan dan pengawasan dari orang dewasa hingga ia mencapai usia kesempurnaan baligh.
Hak-hak anak meliputi ruang lingkup yang luas dan beragam. Rumusan tentang macam-macam hak anak ini dapat ditemui dalam berbagai dokumen, seperti undang-undang, deklarasi, dan sebagainya. Di antara rumusan hak anak tersebut adalah:
Pertama, hak-hak anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalam Undang-Undang ini, hak anak yang dicantumkan meliputi hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan, hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua, hak untuk mengatahui, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri, hak memperolah pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial, hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak unggul dan pendidikan luar biasa bagi anak cacat, hak menyatakan dan didengar pendapatnya. Hak menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai susila dan kepatutan, hak untuk beristirahat dan memenfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai minat dan bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri, hak perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dlm sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa kekerasan, dan peperangan, hak perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, hukuman berlebihan, dan hak atas bantuan hukum.
Sementara itu kewajiban anak adalah menghormati orang tua, wali dan guru;
mencintai keluarga, masyarakat dan teman, tanah air, bangsa dan negara;
menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agama, melaksanakan etika dan akhlak mulia.
Kedua, hak anak dalam Deklarasi Kairo 1990. Pada pasal 7 tentang Hak Anak dan Orang-Tua, diatur tentang hak perawatan, pendidikan, kesehatan, kekuatan moral, dan pemenuhan kebutuhan dari orang tua, masyarakat dan negara, hak orang tua untuk menentukan pendidikan anaknya dengan penuh perhatian demi masa depan anak sesuai dengan etika dan syari’at.
Ketiga, hak-hak anak dikaitkan dengan prinsip HAM dalam Islam. Hal ini dikembangkan dari konsep al-Dharûriyât al-Khams sehingga hak anak, secara garis besar meliputi hak-hak tentang agama, jiwa, harta, kehormatan dan keturunan, serta akal. Hak-hak pokok tersebut kemudian diperinci dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia.