• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Istilah-istilah dalam Genetika

C. Variabel Acak Diskrit D. Variabel Acak Kontinu E. Fungsi Probabilitas Bersama F. Kovariansi Variabel Acak G. Distribusi Probabilitas Binomial H. Distribusi Probabilitas Multinomial I. Distribusi Hipergeometrik

J. Distribusi Chi-Square K. Fungsi Pembangkit Momen L. Uji Hipotesis

M. P-value

BAB III PENDUGAAN PARAMETER DISTRIBUSI MULTINOMIAL, UJI CHI-SQUARE PEARSON DAN UJI EKSAK F

A. Penduga Parameter dengan Metode Penduga Kemungkinan Maksimum

B. Penduga Parameter Distribusi Multinomial

C. Penduga Kemungkinan Maksimum Lokus yang Tidak Memenuhi HWE

D. Lokus dengan Lebih dari Dua Alel E. Uji Chi-Square Pearson

F. Uji Eksak Fisher

BAB IV UJI CHI-SQUARE PEARSON DAN UJI EKSAK F TERHADAP KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG

A. Tabel Kontingensi

B. Uji Kesesuaian Chi-Square C. Uji Eksak F

D. Kasus yang Memenuhi Kesetimbangan Hardy-Weinberg E. Kasus yang Memenuhi Kesetimbangan Hardy-Weinberg F. Pengujian Kasus Terhadap Kesetimbangan

Hardy-Weinberg BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Istilah-istilah dalam Genetika 1. Alel

Tiap organisme berasal dari satu sel. Dalam sel tersebut terdapat bahan sifat keturunan. Bahan sifat keturunan ini terdapat di dalam inti sel (nucleus). Di dalam inti sel terdapat kromatin yang banyak sekali menghisap zat warna. Kromatin merupakan benang-benang halus yang akan berubah menjadi kromosom pada saat sel sedang giat membelah diri. Kromosom inilah yang merupakan bahan sifat keturunan. Kromosom terdiri atas dua bagian, yaitu :

1. Kinetokor yang merupakan pusat atau kepala kromosom. 2. Lengan yang merupakan badan kromosom sendiri.

Jika diamati lebih dekat lagi dengan mikroskop, sebuah kromosom akan terlihat terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :

1. Selaput (membrane), lapisan tipis menyelaputi badan kromosom. 2. Kandung (matrik), mengisi seluruh lengan, terdiri dari satu cairan

yang bening.

3. Kromonema, yakni benang halus yang berada di dalam kandung (matrik). Kromonema berasal dari benang kromatin sendiri.

Jika sebuah kromosom diamati lebih dekat lagi akan terlihat adanya tali-tali halus yang berjejer vertikal terhadap poros kromonema. Pada tali-tali halus inilah terdapat gen, yang merupakan unit terkecil bahan sifat keturunan. Gen

inilah yang menumbuhkan dan mengatur pertumbuhan suatu karakter. Ada gen yang bertugas menumbuhkan karakter hidung, ada gen yang mengatur pertumbuhan bentuk dan warna rambut, ada gen yang mengatur pigmentasi kulit, gen yang mengatur susunan darah, dll.

Suatu tubuh organisme memiliki kromosom berpasangan yaitu terdapat sepasang yang homolog (kromosom yang berpasangan pada proses pembelahan), maka gen juga berpasangan karena gen terletak pada masing-masing kromosom yang berpasangan itu sendiri. Kedudukan gen pada kromosom selalu tetap. Untuk setiap individu dari suatu spesies bahkan untuk setiap kromosom dalam satu tubuh, kedudukan gen selalu tetap. Tempat kedudukan gen itu diukur berdasarkan berapa jarak gen tersebut dari ujung kromosom. Tempat kedudukan gen pada kromosom disebut lokus (jamaknya : loci). Umpamanya ada gen A, lokusnya adalah 28. Artinya, jarak gen tersebut dari ujung kromosom adalah 28 unit. Setiap sel tubuh kromosom adalah sepasang, maka gen-gen pada kromosom juga berpasangan. Pasangan-pasangan gen tersebut terletak pada lokus yang sama.

Umpamakan ada gen A, yang berperan dalam penumbuhan karakter pigmentasi kulit secara normal. Gen ini mengalami mutasi, sehingga tak mampu menghasilkan pigmentasi kulit secara normal atau tak bisa sama sekali, maka individu dengan kondisi ini disebut albino. Gen A yang bermutasi kini diberi simbol a. Gen yang bermutasi ini ditulis dengan huruf kecil karena karakter yang ditumbuhkannya bersifat resesif. Artinya, jika pada satu tubuh yang sama terdapat gen A dan gen a, maka gen a akan ditutupi atau

dikalahkan oleh gen A. Gen A disebut dominan terhadap a. Kedua gen ini masih terletak pada lokus yang sama. Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama tetapi memiliki karakteristik yang berbeda tetapi untuk satu tugas yang sama disebut alel, dengan kata sifatnya yaitu sealel. A sealel dengan a. A disebut alel dominan, a disebut alel resesif.

Pasangan kedua alel yang sama pada suatu individu (memiliki simbol yang persis sama) disebut homozigot.

Contoh : AA (homozigot dominan), aa (homozigot resesif)

Pasangan kedua alel yang berbeda pada suatu individu (memiliki simbol yang berbeda) disebut heterozigot.

Contoh : Aa, Rr’.

2. Frekuensi Alel

Gen pada level populasi dimulai dengan memperhatikan frekuensi, dengan kata lain seberapa sering varian gen tertentu terjadi pada sebuah populasi tertentu. Frekuensi tersebut dapat dihitung untuk alel-alel, fenotip atau genotip. Frekuensi genotip merupakan proporsi dari heterozigot dan dua tipe dari homozigot di dalam populasi. Frekuensi fenotip dihitung dengan mengobservasi bagaimana kondisi dari sifat (ciri-ciri) di dalam populasi. Hal-hal ini memiliki nilai di dalam genetika dalam mengestimasi resiko yang ditimbulkan oleh kelainan warisan tertentu pada suatu individu ketika tidak ada riwayat penyakit pada keturunannya.

Pada level yang lebih luas, pergeseran frekuensi alel di dalam populasi dapat mengakibatkan perubahan kecil pada susunan genetika, hal ini disebut dengan evolusi mikro, yang secara kolektif hal ini dapat mengakibatkan evolusi.

Frekuensi genotip dapat mengalami perubahan jika kondisi-kondisi berikut terpenuhi, di antaranya :

1. Individu dari satu genotip memiliki kemungkinan untuk menghasilkan keturunan dengan genotip yang sama, dibandingkan dengan yang berbeda genotip.

2. Migrasi individu yang terjadi di antara populasi.

3. Terisolasi untuk bereproduksi dalam grup-grup kecil atau terpisah dari populasi yang lebih besar (hanyutan genetik).

4. Mutasi yang mengakibatkan terbentuknya alel baru dalam suatu populasi.

5. Individu dengan genotip tertentu lebih berpotensi untuk menghasilkan keturunan yang layak dan subur pada kondisi lingkungan yang spesifik daripada individu-individu dengan genotip yang lain (seleksi alam).

Dalam perkembangan sekarang, kondisi-kondisi di atas, kecuali mutasi, merupakan hal yang cukup umum terjadi. Oleh karena itu, kesetimbangan genetika, yaitu tidak terjadinya perubahan pada frekuensi alel merupakan hal yang jarang terjadi. Ketika evolusi mikro mengubah akumulasi untuk menjaga dua organisme yang subur dari jenis kelamin yang berbeda di dalam suatu

populasi dari kesuksesan memproduksi keturunan yang subur secara bersamaan, evolusi makro, atau bentuk dari spesies yang baru telah terjadi.

3. Menghitung Frekuensi Alel

Perhatikan lokus autosomal (tubuh, tidak bergantung pada jenis kelamin), frekuensi alel dapat dihitung dengan menggunakan dua cara, yaitu :

1. Cara pertama yaitu menghitung gen :

Frekuensi alel a, diperoleh dengan :

Frekuensi dari alel a, dapat ditulis dengan f(a). Homozigot memiliki dua dari alel yang diberikan dan heterozigot hanya memiliki satu, serta banyaknya alel-alel adalah dua kali banyaknya individu (masing-masing individu membawa dua alel), frekuensi alel dapat dihitung dengan memperhatikan contoh berikut ini : Sebagai contoh, distribusi fenotip dari tipe darah MN (alel M dan N) dari dua ratus orang yang dipilih secara acak di Ohio sebagai berikut :

Tipe M (genotip MM) = 114 Tipe MN (genotip MN) = 76 Tipe N (genotip NN) = 10 Total = 200 Andaikan p adalah frekuensi relatif alel M

q adalah frekuensi relatif dari N Maka, p = f(M) =

q = f(N) =

secara alternatif, frekuensi relatif dari dua alel M dan N akan berjumlah satu (p Jika diketahui p = 0.76, maka q = 1 – 0.76 = 0.24.

2. Cara kedua untuk menghitung frekuensi alel yaitu dengan menggunakan frekuensi genotip. Pada contoh di atas, diperoleh frekuensi sebagai berikut :

f(MM) = 114/200 = 0.57 f(MN) = 76/200 = 0.38 f(NN) = 10/200 = 0.05

perhitungan nilai p dan q berdasarkan pada frekuensi genotip adalah sebagai berikut :

Frekuensi alel dapat dihitung sebagai frekuensi homozigot ditambah setengah dari frekuensi heterozigot. Dengan contoh di atas maka p dan q dapat dihitung sebagai berikut :

Kedua cara di atas secara aljabar memberikan hasil yang sama (identik).

4. Kesetimbangan Hardy-Weinberg

Ilmu biologi mendefinisikan evolusi sebagai jumlahan total perubahan genetika di dalam individu yang merupakan anggota dari kolam gen. Kolam gen merupakan jumlah keseluruhan alel dalam sebuah populasi tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa efek dari evolusi akan dirasakan oleh individu, tetapi yang berevolusi di sini adalah populasi secara keseluruhan. Evolusi secara sederhana merupakan perubahan di dalam frekuensi alel di dalam kolam gen dari sebuah populasi.

Definisi evolusi ini secara independen dikembangkan oleh Godfrey Hardy, seorang matematikawan Inggris dan Wilhelm Weinberg, seorang fisikawan Prancis pada tahun 1908. Mereka menggunakan aljabar untuk menjelaskan bagaimana frekuensi alel dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi genotip dan fenotip di dalam suatu populasi.

Menurut Hardy dan Weinberg, evolusi tidak akan terjadi jika dalam suatu populasi memenuhi 7 kondisi, di antaranya :

1. Tidak terjadi mutasi 2. Tidak terjadi seleksi alam

3. Ukuran populasi yang besar 4. Tidak adanya perkawinan sedarah 5. Perkawinan acak

6. Frekuensi alel yang sama antara laki-laki dan perempuan (setiap orang memproduksi jumlah keturunan yang sama)

7. Tidak adanya migrasi di dalam atau di luar populasi.

Suatu kondisi di mana ketujuh kondisi di atas dipenuhi disebut kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Kesetimbangan Hardy-Weinberg jarang terjadi pada gen yang mengafeksi fenotip karena penampilan dan kesehatan organisme yang mempengaruhi kemampuan reproduksi organisme tersebut. Gen yang memberi pengaruh pada fenotip dikeluarkan dari populasi pada seleksi alam. Kesetimbangan Hardy-Weinberg terjadi pada kondisi yang tidak memberi pengaruh pada fenotip, maka kesetimbangan Hardy-Weinberg hanya memperhatikan frekuensi genotip di dalam suatu populasi. Dengan kata lain, jika ketujuh kondisi di atas tidak dipenuhi maka dapat menyebabkan terjadinya evolusi.

Tabel 2.1. Punnet Square

Alel A a p q Alel A p AA = p 2 Aa = pq a q Aa = pq aa = q2

Tabel 2.1 menunjukkan bagaimana ekspansi Binomial dapat diperoleh dari frekuensi alel.

Ekspresi dari genetika populasi di dalam aljabar dimulai dengan persamaan sederhana ,

dengan p = proporsi alel dominan pada gen q = proporsi alel resesif pada gen

ekspresi ini secara sederhana mempunyai arti bahwa semua alel dominan dan semua alel resesif mencakup semua alel-alel untuk gen dalam suatu populasi. Frekuensi genotip AA atau ditulis dengan f(AA) = p2, frekuensi genotip Aa atau ditulis dengan dan frekuensi genotip aa atau ditulis dengan f(aa) = q2.

Hardy dan Weinberg mendeskripsikan frekuensi genotip-genotip yang mungkin untuk gen dengan dua alel menggunakan bentuk ekspansi Binomial

dengan p2 = persentase dari individu dengan genotip homozigot dominan 2pq = persentase heterozigot

q2 = persentase dari individu dengan genotip homozigot resesif. Ekspansi Binomial yang digunakan untuk mendeskripsikan gen di dalam populasi inilah yang disebut dengan persamaan Hardy-Weinberg. Persamaan Hardy-Weinberg dapat menunjukkan perubahan pada frekuensi alel yang dapat menyebabkan evolusi. Sedangkan p2, 2pq, dan q2 disebut proporsi Hardy-Weinberg. Jika proporsi genotip tidak mengalami perubahan dari satu

generasi ke generasi selanjutnya maka gen tidak mengalami evolusi, dengan kata lain dalam kondisi ini kesetimbangan Hardy-Weinberg terpenuhi.

5. Penyimpangan Hardy Weinberg

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kesetimbangan Hardy-Weinberg dipenuhi ketika kondisi-kondisi tertentu terpenuhi. Jika kondisi-kondisi tersebut tidak dipenuhi dengan kata lain terjadi penyimpangan pada kesetimbangan Hardy-Weinberg maka akan mengakibatkan perubahan pada frekuensi alel. Perubahan pada frekuensi alel dapat mengubah frekuensi genotip. Penyimpangan Hardy-Weinberg dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Perkawinan Sedarah

Perkawinan sedarah merupakan perkawinan dengan kerabat dekat yang mana dapat menyebabkan penurunan heterozigot pada genom di dalam populasi, dengan kata lain meningkatkan jumlah genotip homozigot pada individu. Di dalam situasi dimana terdapat dua alel sederhana, koefisien perkawinan sedarah dilambangkan dengan F. F dapat dihitung sebagai , dengan merupakan rasio dari jumlah heterozigot yang diamati dan jumlah heterozigot yang diamati dibawah asumsi proporsi Hardy-Weinberg. Jika jumlah heterozigot yang diamati dan diduga bernilai sama di dalam populasi, maka F akan bernilai 0. Dalam kasus ini, pengujian terhadap penyimpangan dari proporsi Hardy-Weinberg dan terhadap koefisien

perkawinan sedarah (F) yang bernilai 0 adalah ekuivalen, dan penyimpangan terhadap proporsi Hardy-Weinberg dapat mengindikasikan perkawinan sedarah di dalam populasi yang mana koefisien perkawinan sedarah yang bernilai tak 0 dapat mengindikasikan baik kelebihan heterozigot (F bernilai negatif) atau kelebihan homozigot (F bernilai positif) dibandingkan dengan proporsi Hardy-Weinberg yang diduga.

2. Perkawinan Asortatif

Perkawinan asortatif merupakan perkawinan dengan pasangan yang memiliki fenotip yang sama (perkawinan asortatif positif) atau fenotip yang berbeda (perkawinan asortatif negatif), yang dalam hal ini dapat mengakibatkan peningkatan homozigot dari gen yang yang berasosiasi dengan fenotip. Hubungan antara derajat perkawinan asortatif pada orang tua diukur dengan menggunakan kovarian tertimbang.

a. Perkawinan Asortatif Positif

Pola perkawinan tak acak yang paling umum pada manusia adalah terjadinya pernikahan antar individu yang memiliki fenotip dengan sifat yang sama. Asortatif merujuk pada mengklasifikasikan dan memilih karakteristik. Perkawinan asortatif positif dihasilkan di dalam tiga kemungkinan pola perkawinan sehubungan dengan sifat genotip yang dikontrol pada dua alel

autosomal, homozigot dominan dengan homozigot dominan (AA x AA), heterozigot dengan heterozigot (Aa x Aa) dan homozigot resesif dengan homozigot resesif (aa x aa). Efek dari perkawinan asortatif positif adalah meningkatnya jumlah genotip homozigot (AA dan aa), dan menurunnya genotip heterozigot (Aa) di dalam populasi seperti pada tabel di bawah ini. Pola kemunginan pasangan diperoleh dengan rumus

dengan k merupakan banyaknya alel.

Tabel 2.2. Perkawinan Asortatif Positif Perkawinan Asortatif Positif

Total Pola kemungkinan pasangan Genotip keturunan harapan

AA Aa aa AA X AA 4 Aa X Aa 1 2 1 aa X aa 4 Jumlah (Persentase) 5 42 % 2 16 % 5 42 % 12 100 % Dengan jumlah keseluruhan adalah

Dengan penjelasan pola kemungkinan pasangan sebagai berikut : AA / AA A A Aa / Aa A a aa / aa A a A AA AA A AA Aa a Aa aa A AA AA a Aa aa a Aa aa Jumlah AA = 4 Jumlah AA = 1; Aa = 2; aa =1 Jumlah aa = 4

Notasi / merupakan notasi untuk persilangan. Sebagai contoh notasi AA/AA adalah persilangan antara pasangan alel AA (homozigot) dengan pasangan alel AA (homozigot).

b. Perkawinan asortatif negatif

Pola perkawinan tak acak yang umum yang lainnya ada dimana seseorang memilih sifat fenotip pasangan yang berbeda dengan dirinya. Dalam aturan genetika, ada 6 kemungkinan pola perkawinan asoratatif negatif yang diperhatikan pada dua alel-alel autosomal, seperti ditunjukkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perkawinan Asortatif Negatif Perkawinan Asortatif Negatif

Total Pola Kemungkinan

Pasangan

Dugaan genotip turunan

AA Aa aa AA X Aa 2 2 AA X aa 4 Aa X AA 2 2 Aa X aa 2 2 aa X AA 4 aa X Aa 2 2 Jumlah (Persentase) 4 17 % 16 67 % 4 16 % 24 100% Dengan jumlah keseluruhan pasangan adalah .

Dengan penjelasan pola kemungkinan pasangan sebagai berikut : AA / Aa A A AA / aa A A Aa / AA A a A AA AA a Aa Aa A AA Aa A Aa Aa a Aa Aa A AA Aa Jumlah AA = 2; Aa = 2 Jumlah Aa = 4 Jumlah AA = 2; Aa = 2 Aa / aa A a aa / AA a a aa / Aa a a a Aa aa A Aa Aa A Aa Aa a Aa aa A Aa Aa a aa aa Jumlah Aa = 2; Aa = 2 Jumlah Aa = 4 Jumlah Aa =2; aa = 2

Efek dari hal ini adalah peningkatan pada frekuensi genotip heterozigot (Aa) dan menurunnya frekuensi genotip homozigot (AA dan aa) dalam suatu populasi. Dengan kata lain, perkawinan asortatif negatif memiliki efek yang berlawanan dengan perkawinan asortatif positif.

3. Ukuran populasi yang kecil

Ukuran populasi yang kecil juga dapat menyebabkan peningkatan homozigositas di dalam populasi. Pada populasi yang kecil, frekuensi alel dapat meloncat dari satu generasi ke generasi lainnya, proses ini disebut hanyutan genetik. Dalam keadaan ini, prinsip Hardy-Weinberg dapat dilanggar jika terjadi perubahan acak

pada frekuensi genotip sebagai hasil dari hanyutan genetik. Pada populasi yang terisolasi secara reproduktif, keadaan-keadaan khusus dapat mengakibatkan perubahan pada frekuensi gen yang independen sebagai akibat dari mutasi dan seleksi alam. Perubahan ini semata-mata terjadi sebagai faktor peluang. Semakin kecil populasi, semakin rentan populasi terhadap perubahan-perubahan tersebut. Feneomena inilah yang disebut dengan hanyutan genetik.

4. Mutasi

Mutasi merupakan perubahan pada materi genetika. Mutasi terjadi selama duplikasi DNA pada saat pembelahan sel. Mitosis dan meiosis merupakan proses mekanikal yang dalam prosesnya terjadi banyak operasi kompleks yang harus tepat selesai agar duplikasi DNA dapat terjadi, sehingga mutasi berpotensi terjadi pada saat mitosis dan meiosis sedang berlangsung.

Ada 4 kategori umum mutasi :

a. DNA yang berbasis substitusi, penyisipan dan penghapusan b. Persilangan yang tidak sama dan modifikasi struktural

kromosom yang terkait.

c. Inversi dan duplikasi parsial atau lengkap gen d. Jumlah kromosom yang tak beraturan

Mutasi dapat terjadi secara alami sebagai hasil dari kesalahan pada replikasi DNA. Mutasi dapat pula diakibatkan oleh radiasi, alkohol,

litium, merkuri organik dan beberapa bahan-bahan kimia, virus dan mikroorganisme juga dapat mengakibatkan terjadinya mutasi. Dalam hal mutasi sebagai subyek dari seleksi alam, mutasi harus ditunjukkan dalam fenotip dari individu. Walaupun mutasi memproduksi alel resesif yang mana jarang ditunjukkan pada fenotip, alel resesif menjadi bagian dari variabilitas yang tersembunyi yang dapat muncul pada generasi berikutnya. Alel resesif yang berbahaya tersebut ditambah ke dalam muatan genetik (genetic load). Muatan genetik (genetic load) merupakan ukuran dari semua alel resesif yang berbahaya di dalam populasi atau garis keturunan.

5. Seleksi alam

Perubahan pada lingkungan dapat mengubah frekuensi alel ketika individu-individu dengan fenotip tertentu dapat bertahan hidup dan bereproduksi daripada yang lain. Pengaruh untuk bertahan hidup untuk berreproduksi yang disebabkan oleh perubahan lingkungan ini disebut dengan seleksi alam. Pada seleksi alam, keberhasilan reproduksi merupakan hal yang penting. Dalam hal ini, meneruskan alel yang menguntungkan dan membuang alel yang tidak menguntungkan akan berimbas pada struktur populasi dan dapat menyebabkan evolusi mikro. Seleksi alam berperan dalam memunculkan kembali variansi genetika dan hal ini tidak terkontrol dan tak bisa diprediksi. Seleksi alam dapat dilihat pada

penyakit-penyakit yang menginfeksi. Jika infeksi membunuh sebelum saat reproduksi, penyebarannya akan disingkirkan dari kerentanan suatu individu terhadap infeksi.

6. Aliran gen

Evolusi dapat pula terjadi sebagai hasil dari gen yang ditransfer dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Migrasi yang menyebabkan terjadinya aliran gen. pengurangan atau penjumlahan orang dapat dengan mudah mengubah frekuensi kolam gen walaupun tidak ada mekanisme operasi evolusi. Dampak dari aliran gen adalah adanya perubahan frekuensi alel dan genotip pada populasi asli.

Aliran gen dapat pula terjadi tanpa migrasi. Ketika wisatawan berkunjung ke daerah lain dan dengan sukses berpasangan dengan orang-orang dalam populasi di daerah tersebut, transfer gen terjadi di antara populasi walaupun wisatawan tersebut kembali ke tempat asalnya. Aliran gen dapat pula terjadi di antara spesies-spesies. Misalnya, segmen-segmen DNA dapat ditransfer dari satu spesies ke spesies lainnya oleh virus-virus sebagaimana mereka menginvasi sel-sel hewan atau tanaman.

B. Probabilitas

Dokumen terkait