• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP JAMINAN FIDUSIA

A. Ruang Lingkup Jaminan Fidusia

1. Pengertian Jaminan Fidusia

Pengertian Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia, pada Pasal 1 angka 1 menyatakan :

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”69

Kemudian pada Pasal 1 angka 2 menyatakan :

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.70

Dari defenisi yang disebutkan di atas memperjelas perbedaan antara Fidusia dan jaminan Fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia, hal ini menunjukkan bahwa pranata jaminan fidusia yang diatur dalam

69

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 merupakan pranata jaminan fidusia yang diatur dalam fidusiacum creditore.71

Penjelasan mengenai fidusia menurut M.Tahir Saleh yang ditulis pada Harian Bisnis Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Mekasnisme fidusia mirip dengan gadai. Salah satu perbedaannya adalah jaminan fisik dan non-fisik yang diserahkan ketika terjadi pengalihan hak atas kepemilikan barang.

2. Kalau fidusia, debitur (pengutang) tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik (misalnya surat mobil) ke kreditur. Jaminan tersebut tetap berada dibawah kekuasaan debitur, namun debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain.

3. Sedangkan gadai diberikan hanya atas benda bergerak dan adanya penyerahan benda gadai fisik kepada kreditur.

4. Pemberi fidusia adalah perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,sedangkan penerima fidusia adalah perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang dengan mekanisme pembayaran dijamin dengan fidusia.72

Hak jaminan dalam fidusia merupakan hak kebendaan, dimana kreditur memperjanjikan suatu jaminan khusus atas suatu atau sekelompok benda tertentu yang didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi tersebut, atau disebut juga sebagai hak preferen dan dalam undang-undang fidusia digunakan

istilah“hak yang diutamakan”(Pasal 1 angka 2 UUJF) dan“hak yang didahulukan”

(Pasal 27 UUJF).73

Sifat dari hak jaminan dapat dibedakan yakni jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung terhadap bendanya

71

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani,Loc.Cit.,hlm.130. 72

Tahir Saleh “Kementrian keuangan pertegas fidusia”, Harian Bisnis Indonesia, kamis, 20 Januari 2011,Op.Cithlm .5.

73

dan bertujuan memberikan hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya

kepada di kreditur) terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu untuk pemenuhan piutangnya, hak kebendaaan ini mempunyai ciri khas dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan) terhadap siapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak, baik berdasarkan atas hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap pihak kreditur dan pihak lawannya dan selalu mengikuti bendanya dan haknya tetapi juga kewenangan untuk menjual bendanya dan eksekusi(droit de suite;

zaaksgevolg) sedangkan hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara

perorangan yang satu dengan yang lainnya yang bertujuan memberikan hakverhaal

kepada kreditur terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. 74

Sifat dari perjanjian fidusia adalahassessoir(perjanjian buntutan), maksudnya

perjanjian fidusia ini tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/ membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang. Oleh karena itu konsekuensi dari perjanjian assesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian assesoir juga ikut menjadi batal.75

2. Obyek Jaminan Fidusia.

Dalam Pasal 2 UUJF Nomor 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa Undang- Undang Jaminan Fidusia berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk

74

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,Loc. Cit.,hlm.38. 75

membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang dibuat dalam Pasal 3 UUJF dengan tegas menyatakan bahwa jaminan fidusia ini tidak berlaku terhadap :

a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda- benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan diatas milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan berdasarkan undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan Objek jaminan Fidusia.

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (duapuluh)

Meter atau lebih.

c. Hipotek atas pesawat terbang dan

d. Gadai.

Dengan itu berarti, bahwa atas suatu hubungan hukum,yang mempunyai ciri- ciri fidusia sebagai yang disebutkan dalam UUJF. Salah satu ciri pokok yang harus ada adalah adanya maksud untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Patokan tersebut diatas adalah penting untuk kita simak, karena dengan itu berarti bahwa Undang-Undang Fidusia tidak harus berlaku untuk segala macam hubungan fidusia, yang meliputi bidang yang luas,karena hubungan fidusia itu tetap ada, setiap kali ada

seseorang yang secara teknis yuridis adalah pemilik, tetapi secara sosial ekonomis hak tersebut dianggap milik orang lain.76

Apabila ketentuan dalam Pasal 3 UUJF ditafsirkan secara argumentum a

contrario, maka benda yang menjadi objek Jaminan fidusia dapat dirumuskan dalam

pengertian yang luas, meliputi;

1. Benda bergerak yang berwujud;

2. Benda bergerak tidak berwujud, termasuk piutang;

3. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah; 4. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek sebagaimana

diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kitab Undang- Undang hukum dagang.77

Dari perkataan “membebani” dalam Pasal 2 UUJF, dapat disimpulkan, bahwa untuk menutup perjanjian fidusia harus ada tindakan aktif “membebani” atau paling tidak secara tegas disebutkan, bahwa maksud perjanjian itu adalah seperti itu. Dengan demikian Undang-Undang fidusia hanya berlaku untuk perjanjian, dimana seorang pemilik (pemberi fidusia) menyerahkan hak miliknya atas benda atau sekelompok

76

J.Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,Loc.Cit,hlm.189.dikutip dari V,Oven Zakenrecht,Alg.Deel,hlm.324.

77

benda-benda tertentu kepada fiduciarus (penerima fidusia) dengan maksud untuk

dijadikan jaminan atas hutang-hutangnya.78

Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia didasarkan pada kesepakatan antara pemberi fidusia dan penerima fidusia, artinya harus terdapat kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk terjadinya pemfidusiaan. Dengan demikian pemberian jaminan fidusia tidak dapat dibatalkan sepihak oleh salah satu pemberi fidusia atau penerima fidusia. Namun demikian pemberi fidusia atau penerima fidusia tidak dapat dengan sekehendak hati memperjanjikan pemberian jaminan fidusia tersebut, artinya perjanjian yang bertujuan membebani suatu benda dengan jaminan fidusia harus mengikuti ketentuan dalam pasal-pasal yang terdapat pada undang- undang Fidusia.79

Menurut sejarahnya benda bergerak yang berwujud dan tidak berwujud dapat difidusiakan, benda bergerak yang berwujud antara lain ; barang-barang perniagaan, inventaris, ternak dll, sedangkan benda bergerak tidak berwujud yaitu piutang atas nama (vordering op naam). Objek jaminan fidusia sebaiknya digunakan terbatas

hanya untuk barang-barang perniagaan saja, khususnya untuk barang-barang bergerak, tanah diterima sebagai objek jaminan fidusia, jika syarat-syarat administratip tidak dapat dipenuhi.80

78

Ibid, hlm.190. 79

Rachmadi Usman,Op.Cit.hlm.176. 80

Mariam Darus Badrulzaman,Bab-Bab Tentang Credietverband,Gadai dan Fiducia(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991),hlm.102-103.

Benda bergerak adalah benda yang dimaksud dalam KUH Perdata dan setelah berlakunya UUPA memungkinkan status rumah/bangunan yang dipisahkan secara secara horizontal, yaitu memiliki bangunan diatas tanah orang lain yang mempunyai ciri sebagai berikut ;

1) Bangunan dibangun oleh pemilik dengan bahan-bahannya milik sendiri diatas tanah orang lain.

2) Hak membangun didasarkan atas persetujuan dengan pemilik tanah. 3) Bangunan dianggap dan diperlakukan sebagai “benda bergerak”.

4) Tanah dan bangunan merupakan dua benda yang terpisah(zelfstandige zaak)dan

dapat dialihkan.

5) Hubungan pemilik tanah pemilik bangunan diatur didalam perjanjian sewa. 6) Jika hak sewa berakhir, pemilik bangunan tidak memperoleh ganti rugi. Pemilik

tanah tidak wajib mengambil alih bangunan dan karena itu pemilik bangunan wajib membongkar bangunan itu.

7) Pemutusan sewa harus seizin pejabat yang berwenang.81

Apabila objek fidusia yang berupa barang tidak bergerak sebagaimana diatur dalam UUJF Nomor 42 Tahun 1999 dihubungkan dengan objek fidusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tampak tidak sejalan. Dalam Pasal 12 angka 1 huruf b Undang-Undang Rumah susun mengatur bahwa rumah

susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijaminkan utang dengan

81

dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas Negara. Sedangkan dalam

UUJF Nomor 42 Tahun 1999 dengan tegas menyebutkan, hanya khusus pada bangunannya saja yang dapat dibebankan fidusia yang tanahnya bukan berstatus hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan.82

Dengan memperhatikan pengaturan objek fidusia pada kedua undang-undang tersebut, terlihat telah terjadi pengaturan yang tumpang tindih, yang dapat berakibat membingungkan masyarakat karena terjadi ketidakpastian hukum, seharusnya dengan dibentuknya UUJF Nomor 42 Tahun 1999 maka ketentuan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Rumah susun dinyatakan tidak berlaku lagi.83

3.Pembebanan Jaminan Fidusia.

Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang terdapat pada Pasal 5 angka (1) UUJF Nomor 42 Tahun 1999 yaitu ;

Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam

bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 5 angka (1) UUJF dapat diketahui bahwa sesungguhnya tidak mensyaratkan adanya “keharusan” atau “kewajiban” pembebanan benda dengan jaminan Fidusia dituangkan dalam bentuk akta notaris, sehingga dapat ditafsirkan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia diperbolehkan tidak dituangkan dalam akta notaris. Ketentuan dalam Pasal 5 UUJF ini tidaklah bersifat memaksa, karena tidak mencantumkan kata “harus” atau “wajib” didepan kata-kata

82

Gatot Supramono,Loc.Cit.hlm.236. 83

“dibuat dengan akta notaris”, maupun dengan menyebutkan akibat hukumnya kalau tidak dibuat dengan akta notaris.84

Menurut Tan kamello, alasan UUJF menetapkan bentuk perjanjian jaminan fidusia dengan akta notaris adalah :

1. Akta notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian sempurna

2. Objek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak 3. Undang-Undang melarang adanya fidusia ulang85

Namun demikian, Pasal 5 angka (1) UUJF bisa kita tafsirkan, bahwa terhitung sejak berlakunya UUJF Nomor 42 Tahun 1999, untuk pelaksanaan pemberi hak-hak dari pemberi dan penerima fidusia sebagai yang disebutkan dalam undang- undang fidusia, harus dipenuhi syarat, bahwa jaminan itu harus dituangkan dalam bentuk akta notariil. Ini tidak sama dengan mengatakan bahwa semua jaminan fidusia yang tidak dituangkan dalam bentuk notariil, yang dibuat setelah berlakunya UUJF Nomor 42 Tahun 1999 tidak berlaku, sebab bisa saja terhadap jaminan fidusia seperti itu berlaku ketentuan-ketentuan tidak tertulis dan yurisprudensi yang selama ini berlaku. Ketentuan dalam Pasal 37 angka 3 UUJF mengatakan jika dalam jangka waktu 60 hari, jaminan fidusia yang lama tidak disesuaikan dengan UUJF, maka jaminan itu “bukanlah merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud

84

J.Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia ,Op.Cit,hlm.200. 85

Tan Kamello,Loc. Cit.,hlm.130, dikutip dari Ratnawati W.Prasadja,Pokok-Pokok Undang-undang

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Majalah Hukum Trisakti Nomor 33/Tahun

dalam undang-undang ini”. Dengan demikian, akta notaris disini merupakan syarat materiil berlakunya ketentuan-ketentuan dalam undang-undang fidusia atas perjanjian penjaminan fidusia yang ditutup para pihak dan merupakan alat bukti.86

Sejalan dengan ketentuan yang mengatur mengenai hipotek, dan undang- undang Hak tanggungan, maka akta jaminan fidusia juga harus dibuat oleh dan atau didepan pejabat yang berwenang. Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau para pengganti haknya. Pasal inilah yang mendasari perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris guna memberi kepastian hukum berkenaan dengan objek jaminan fidusia.87

Dalam praktik bentuk perjanjian fidusia disyaratkan tertulis, namun tidak perlu dilakukan adanya penyerahan nyata, akan tetapi menurut kebiasaan perjanjian fidusia lazim dibuat secara tertulis, yang dituangkan dalam akta fidusia, baik dengan akta dibawah tangan maupun autentik, terserah kepada penentuan dari para pihak. Di Belanda dalam praktik perbankan perjanjian fidusia lazim dirumuskan dalam model- model tertentu, demikian pula Indonesia, Perjaniian fidusia lazim dibuat oleh bank pemerintah maupun swasta dalam bentuk akta perjanjian bank (akta perjanjian fidusia) dan dirumuskan dalam formulir tertentu.88

86

Ibid,hlm.201.

87

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani,Loc.Cit.,hlm.143. 88

Stein dalam tulisannya Zekerheidrechten, Zekerheidoverdracht, Pan en

Borgtochtmenunjukkan manfaatnya perjanjian fidusia secara tertulis sebagai berikut :

1. Pemegang fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang paling gampang untuk membuktikan adanya penyerahan tersebut terhadap debitur. Hal demikian penting untuk menjaga kemungkinan debitur meninggal sebelum kreditor dapat melaksanakan haknya. Tanpa adanya akta akan sulit baginya untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris dari debitur.

2. Dengan adanya akta akan dapat dicantumkan janji-janji khusus antara debitur dan kreditor, yang mengatur hubungan hukum mereka. Perjanjian secara lisan tidak akan dapat menentukan secara teliti jika menghadapi keadaan yang sulit yang kemungkinan timbul.

3. Perjanjian tertulis dari fidusia sangat bermanfaat bagi kreditor, jika ia akan mempertahankan haknya terhadap haknya terhadap pihak ketiga.89

Dalam menggunakan jaminan fidusia, dengan menggunakan prinsip barang jaminan tetap berada pada kekuasaan debitur selama perjanjian utang piutang belum berakhir, telah menguntungkan kreditur, diantaranya ;

a. Tidak perlu menyediakan tempat peyimpanan barang

Menyediakan tempat untuk menyimpan barang jaminan, apalagi barang yang disimpan milik orang lain dan berharga, bukan suatu hal yang begitu mudah

89

Rachmadi Usman,Op.Cit.hlm.191.dikutip dari Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Himpunan Karya Tentang Hukum Jaminan, hlm.27-28.

untuk dilakukan karena untuk mencari tempat memadai dan aman perlu pertimbangan matang, kemudian biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu dengan melakukan jaminan fidusia, merupakan salah satu keuntungan para kreditur untuk tidak menyediakan tempat penyimpanan barang.

b. Tidak menanggung resiko kehilangan barang.

Dengan tidak menerima barang jaminan maka tidak ada tanggungan bagi kreditur untuk memelihara atau merawat barang jaminan. Perawatan barang tidak dapat dilakukan dengan seragam, karena bentuk macam maupun karakter barang bermacam-macam sehingga memerlukan tenaga perawatan khusus pula.

c. Tidak menanggung risiko kehilangan

Objek fidusia yang hilang atau musnah merupakan tanggungjawab debitur, sehingga debitur harus mengganti dengan membuat perjanjian fidusia baru. Resiko kehilangan barang jaminan ada pada debitur karena barang tersebut berada pada kekuasaannya.

d. Berhak menarik barang untuk eksekusi

Sesuai dengan prinsip fidusia bahwa barang jaminan tidak diserahkan kepada kreditur, tetapi barang tersebut tetap berada pada kekuasaan debitur. Ketika debitur tidak sanggup membayar hutangnya, kreditur diberi hak oleh undang- undang untuk menarik kedalam kekuasaannya demi kepentingan eksekusi fidusia. Debitur tidak ada alasan lain, kecuali menyerahkannya.90

90

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 5 angka (1) UUJF Nomor 42 Tahun 1999, tertutup kemungkinan pembebanan benda jaminan fidusia dibuat dengan Akta Pejabat yang ditunjuk atau akta dibawah tangan. Ini berarti, bahwa akta jaminan Fidusia harus dibuat oleh seorang notaris. Padahal jika pembebanan benda dengan jaminan fidusia diwajibkan melalui akta notaris, hal ini akan menambah biaya dan memperlambat proses jika disuatu daerah tidak terdapat notaris. Untuk itulah ketentuan pembebanan benda dengan jaminan fidusia yang mewajibkan dengan akta notaris, hendaknya ditinjau kembali, setidaknya pembebanan fidusianya dapat juga dilakukan melalui akta pejabat yang ditunjuk, jika disuatu daerah tempat jaminan fidusia tidak terdapat notaris, atau pembebanannya dengan akta dibawah tangan sampai nilai nominal tertentu, yang tujuannya untuk mempercepat proses dan mengurangi biaya.91

Notaris merupakan salah satu Pejabat yang terlibat dari pendaftaran Jaminan Fidusia, hal ini disebabkan Notaris dalam Pasal 5 angka 1 UUJF dengan tegas dinyatakan bahwa pembebanan benda jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Dalam praktek pihak penerima fidusia, baik itu perusahaan atau perorangan mendaftarkan Jaminan Fidusia dengan cara memberikan kuasa kepada notaris untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia.

Dalam Pasal 5 angka (2) UUJF Nomor 42 Tahun 1999, disebutkan ;

“Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam angka (1), dikenakan biaya yang besarnya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

Besarnya biaya pembuatan Akta jaminan fidusia diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan Akta jaminan fidusia, yang besarnya biaya pembuatan akta jaminan fidusia ditentukan berdasarkan kategori, yang disesuaikan dengan nilai penjaminannya, sebagai berikut :

Tabel 1 : Daftar biaya Pembuatan Akta jaminan Fidusia

No Nilai Penjaminan Besar Biaya

Paling banyak 1 <Rp. 50.000.000,00 Rp.50.000.000 2 >Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 100.000.000.00 Rp. 100.000,00 3 >Rp. 100.000.000.00 s.d Rp. 250.000.000.00 Rp. 200.000,00 4 >Rp. 250.000.000.00 s.d Rp. 500.000.000.00 Rp. 500.000,00 5 >Rp. 500.000.000.00 s.d Rp. 1.000.000.000.00 Rp.1.000.000,00 6 >Rp. 1.000.000.000.00 s.d Rp. 2.500.000.000.00 Rp.2.000.000,00 7 >Rp. 2.500.000.000.00 s.d Rp. 5.000.000.000.00 Rp.3.000.000,00 8 >Rp. 5.000.000.000.00 s.d Rp.10.000.000.000.00 Rp.5.000.000,00 9 >Rp.10.000.000.000.00 Rp.7.000.000,00

Namun pada kenyataannya para notaris dalam praktik menentukan harga akta Jaminan Fidusia tidak mengikuti ketentuan yang ada pada tabel diatas. Harga akta Jaminan tergantung pada harga proposal perjanjian kerjasama yang disetujui oleh lembaga pembiayaan terhadap notaris, harga akta jaminan fidusia pada PT.Adira Dinamika Multi Finance Medan adalah Rp.120.000 untuk sebuah Akta Jaminan fidusia sepeda Motor, Untuk mobil Rp.250.000, sedangkan pada PT.Central Santosa Finance harga akta jaminan fidusia adalah Rp.110.000.92

4.Hapusnya Jaminan Fidusia

Pasal 4 UUJF Nomor 42 Tahun 1999 menyebutkan jaminan fidusia merupakan perjanjian Assesoir dari perjanjian dasar yang menerbitkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Sifat dari perjanjian assesoir dalam suatu perjanjian akan hapus bila pinjaman pada perjanjian pokok yang menjadi sumber lahirnya perjanjian fidusia telah selesai dilunasi atau dibayar.

Jaminan Fidusia hapus secara hukum disebabkan oleh hal-hal tertentu, hal ini dapat kita lihat pada Pasal 25 angka (1) Undang-Undang Fidusia berbunyi jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :

a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia

b. Pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh penerima fidusia atau

92Hasil wawancara dengan Novi Yani,Administration HeadPT.Adira Finance Medan, dilakukan pada

tanggal 24 Juni 2013, dan wawancara dengan Khairul Prihandoyo,Regional ManagerPT.Central Santosa Finance Medan, tanggal 26 Juni 2013.

c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.93

Kata “hutang” disini, harus diartikan sesuai dengan Pasal sub 7 UUJF, yang pada asasnya bisa berupa prestasi apa saja sesuai dengan Pasal 1234 KUHPerdata, asal dinyatakan atau bisa dinyatakan dalam sejumlah uang. Jadi kalau kewajiban prestasinya dalam perikatan pokok hapus, maka jaminan fidusia yang diberikan untuk menjamin kewajiban tersebut, dengan sendirinya (demi hukum) turut hapus. Karena hapusnya terjadi demi hukum, maka pada asasnya dengan hapusnya perikatan pokok fidusia itu hapus tanpa pemberi fidusia harus berbuat apa-apa, bahkan termasuk seandainya pemberi fidusia tidak tahu akan hapusnya perikatan pokok tersebut.94

Hapusnya fidusia akibat musnahnya barang jaminan fidusia tentunya juga wajar, mengingat pihak fidusia yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya itu, disamping itu disebut wajar karena tidak ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan jika benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tersebut sudah tidak ada. Prosedur yang ditempuh harus dicoret pada pencatatan jaminan fidusia di kantor pendaftaran jaminan fidusia, selanjutnya kantor pendaftaran fidusia mencoret jaminan fidusia tersebut dari buku daftar fidusia dan menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia tidak berlaku lagi. 95

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 25 angka (2) UUJF, benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan,maka klaim

93

Pasal 25 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 94

J.Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia ,Op.Cit,hlm.302.

asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan tersebut, Artinya jika benda yang dijadikan jaminan fidusia diasuransikan, seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi fidusia akan digunakan untuk pelunasan utangnya jika benda yang menjadi jaminan fidusia musnah.96

Disini tampaknya hendak diatur semacam “roya” pada hipotik atau hak tanggungan. Pada waktu debitur melunasi semua hutang, untuk mana diberikan jaminan fidusia, maka kreditur memberikan surat yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF), yang menyatakan, bahwa hutang yang bersangkutan

Dokumen terkait