KATA PENGANTAR
A. Pengertian Perjanjian
6. Pengertian Jaminan
Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 yaitu segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
17
akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Ketentuan yang ada dalam Pasal di atas merupakan pengertian dari jaminan secara umum atau jaminan yang timbul atau lahir dari undang-undang, artinya disini undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama. Adapun pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara berimbang, kecuali apabila ada alasan yang memberikan kedudukan preferen (droit de pre ference) kepada para kreditur tersebut.
Dalam KUHPerdata disebutkan bahwa kedudukan preferen diberikan kepada para kreditur pemegang gadai dan hipotik atau dalam kata lain kreditu yang mempunyai hak kebendaan, yang mengikat perjanjian jaminan kebendaan terhadap benda tertentu pemilik debitur yang bersifat hak mutlak atas benda yang di ikat. Sehingga apabila debitur melakukan, kreditur mempunyai hak atas benda yang diikat tersebut untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari pada kreditur lainnya. Kemudian jaminan terbagi lagi sesuai dengan sifat benda yang di jaminkanapabila benda tersebut benda bergerak maka jaminannya berupa gadai dan apabila benda tersebut tidak bergerak maka jaminannya ialah hak tanggungan, jaminan-jaminan tersebut dapat disebut juga sebagai jaminan khusus.
Berdasarkan dari pasal di atas maka yang di maksud jaminan adalah sarana perlidungan bagi keamanan kreditur yaitu kepastian hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur. Undang-undang dalam hal ini KUHPerdata telah memberikan sarana perlindungan bagi para kreditur.
18
Secara yuridis materil jaminan (collateral) berarti sesuatu benda atau kesanggupan pihak ketiga yang dapat menjadi pegangan kreditur untuk adanya kepastian hukum pelaksanaan prestasi oleh debitur. Dengan demikian jaminan akan mempunyai fungsi tindakan preventif bagi pelunasan hutang.
Seperti diketahui dalam dunia perbankan dikenal denga istilah jaminan pokok dan jaminan tambahan. Yang dimaksut dengan jaminan pokok ialah jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon. Sesuatu yang berkaitan dengan kredit yang dimohon dapat berarti suatu proyek atau prospek usaha debitur yang dibiayai oleh kredit tersebut, sedangkan yang dimaksut dengan benda yang berkaitan dengan kredit yang dimohon biasanya adalah benda yang dibiayai atau yang dibeli dengan kredit. Sedangkan yang dimaksut dengan jaminan tambahan ialah jaminan yang tidak bersangkutan langsung dengan kredit yang dimohon, jaminan tambahan dapat berupa jaminan kebendaan yang objeknya adalah harta benda milik debitur, maupun perorangan yaitu kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. (Djuhaendah Hasan, 1996:202).
Selanjutnya benda yang dapat dijadikan sebagai jaminan adalah benda dalam perdagangan atau memiliki sifat ekonomis, sedangkan benda diluar perdagangan atau tidak memiliki sifat ekonomis tidak dapat dijadikan sebagai objek jaminan. Benda dalam perdagangan atau yang bersifat ekonomis itu dapat berupa, benda tanah dan benda bukan tanah baik yang tetap maupun yang bergerak. Tujuannya ialah apabila terjadi ingkar janji atau kredit macet, maka benda tersebut sewaktu- waktu dapat dicairkan. Demikian juga halnya dengan jaminan perorangan,
19
meskipun yang diperjanjikan adalah kesanggupan pihak ketiga untuk melunasi hutang debitur dan tidak ada benda tertentu yang diikat dalam perjanjian jaminan, namun pada dasarnya yang dijadikan acuan jaminan itu adalah harta kekayaan pihak ketiga tersebut.
Salah satu harta kekayaan yang dapat dijadikan jaminan ialah hak atas tanah. Disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA) ada beberapa jenis hak atas tanah yaitu :
a. Hak milik; b. Hak guna-usaha; c. Hak guna-bangunan; d. Hak pakai;
e. Hak sewa;
f. Hak membuka tanah; g. Hak memungut hasil hutan.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara seperti yang disebutkan diatas.
Dari beberapa macamhak atas tanah di atas, terdapat hak-hak yang bukan merupakan pemilikan atas hak atas tanah secara langsung seperti hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan. Dan dilain pihak terdapat hak-hak atas tanah yang betul-betul dalam arti pemilikan hak atas tanahnya secara langsug atau secara fisik yaitu Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai
20
dan hak sewa. Hak-hak ini diperoleh berdasarkan atas suatu alas hak yang kuat serta mem;punyai nilai ekonomis yang kuat bagi pemiliknya.
Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kj, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Menurut Muhamad Djumhana (2003: 411) dari karakteristiknya Hak Tanggungan mempunyai ciri-ciri yaitu:
a. Tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika diperjanjikan lain. Maksudnya ialah hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bbagian darinya. Sehingga walaupun telah dilunasi sebagian dari hutang yang dijamin tidak berarti terbebasnnya sebagian objek hak tanggungan dari beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan itu membebani seluruh objek hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi (Pasal 2 Ayat 1) namun hal tersebut dapat dikesampingkan apabila diperjanjikan lain (Pasal 2 ayat 2). b. Tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada (droit
de suit) maksudnya walaupun objek hak tanggungan sudah berpindah tangan melakukan eksekusi jika debitur wanprestasi (Pasal 7).
21
c. Accessoir artinya merupakan ikutan dari perjanjian pokok, maksudnya bahwa perjanjian hak tanggungan tersebut ada apabila telah ada perjanjian pokoknya yang berupa perjanjian yang menimbulkan hubungan hutang piutang (Pasal 10 ayat 1).
d. Asas spesialitas yaitu bahwa unsur-unsur dari hak tanggungan wajib ada untuk sahnya. Akta pemberian Hak Tanggungan, misalnya mengenai subjek, objek, maupun hutang yang dijamin (Pasal 1 ayat 1) dan apabila tidak dicantumkan maka mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum.
e. Asas publisitas yaitu perbuatan mengenai hak tanggungan ini perlu diketahui pula olehy pihak ketiga, yaitu dengan mendaftarkan pemberian hak tanggungan tersebut (Pasal 13 ayat)
Disebutkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, objek yang dapat dibebani hak tanggungan pada dasarnya dibebankan pada Hak atas tanah yang meliputi:
a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan
Selain hak atas tanah tersebut di atas Objek hak tanggungan yang lain, ialah hak pakai atas tanah Negara asalkan telah memenuhi ketentuan pendaftaran dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Hak tanggungan dapat juga dibebankan kepada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya
22
yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
7. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi adalah segala sesuatu yang diperjanjikan wajib untuk melaksanakan atau mewujudkan segala sesuatu yang diperjanjikan (prestasi) tersebut. Para pihak wajib dan harus melaksanakan sesuai yang diperjanjikan, apabila seseorang mengingkari janji yang telah disanggupinya di dalam perjanjian atau apabila si pemilik utang atau (Debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ia melanggar perjanjian dengan melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukannya, maka ia dikatakan melakukan wanprestasi (alpa, lalai atau ingkar janji).
b. Bentuk-bentuk Wanprestasi
Menurut R. Subekti (1984: 45), dilihat dari bentuknya wanprestasi ada 4 (empat) macam yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam suatu perjanjian akan menimbulkan kerugian pada pihak lain, dalam pembahasan ini
23
pihak yang melakukan wanprestasi adalah pihak peserta arisan dan pihak yang mengalami kerugian adalah pihak pengelola arisan.
Berdasarkan penjelasan di atas, wanprestasi ialah suatu kealpaan atau tidak dipenuhinya prestasi dalam suatu perjanjian.