• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Kebijakan publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

”perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.” seorang ahli, James E. Anderson (1978)

Pandangan seorang ilmuwan politik, Carl Friedrich, kebijakan adalah ‖suatu tindakan yang mengarah pada suatu tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. ‖

Nugroho dalam public policy (2008 : 100), kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama utnuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati, karena setiap hal di dunia ini pasti ada tujuannya. Kebijakan publik adalah jalan mancapati tujuan dan cita-cita bersama; seluruh prasarana dan sarana untuk mencapai ke tempat tujuan tersebut. Nugroho mecontohkan, jika tujuan atau cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945, maka kebijaka publik dapat dianalogkan sebagai prasarana (jalan, jembatan) juga sarana (mobil, bahan bakar, dsb). Seperti dijelaskan dalam gambar dibawah ini mengenai kebijakan publik :

Gambar 4 Ideal Kebijakan Publik

Sumber : Riant Nugroho (2008 : 100)

Terdapat tiga kegiatan pokok yang berkenaan dengan kebijakan publik, antara lain :

1. Perumusan kebijakan, 2. Implementasi kebijakan, 3. Evaluasi kebijakan

Sebuah isu, baik berupa masalah bersama maupun tujuan bersama ditetapkan sebagai suatu isu kebijakan. Dengan isu kebijakan tersebut, dirumuskan dan ditetapkan kebijakan publik. Kebijkaan ini kemudian dimplementasikan atau disebut juga dengan implementasi kebijakan. Pada saat implementasi dilakukan pemantauan atau monitoring untuk memastikan implementasi kebjakan konsiaten dengan rumusan kebijakan. Hasil implementasi kebijakan adalah kinerja kebijakan. Pada saat inilah diperlukan evaluasi kebijakan, yaitu yang berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan mencapai hasil yang diharapkan. Hasil evaluasi menentukan apakah kebijakan dilanjutkan ataukah diperbaki/ revisi, atau bahkan dihentikan.

Kebijakan publik

Gambar 5 Proses Kebijakan Publik

Sumber : Solichin Abdul Wahab (2008 : 39)

kebijakan publik yang mengutamakan nilai-nilai demokratis, hasilnya akan memiliki basis legitimasi yang kuat. Sebab nilai tersebut dalam sebuah kebijakan membuat semua elemen masyarakat merasa memiliki kebijakan itu. Kebijakan publik mampu mengakomodasi semua kepentingan dan preferensi dalam masyarakat sehingga basis legitimasinya sangat kuat. Disamping itu, kebijakan publik yang demokratis juga mudah diimlementasikan. Hal ini karena dukungan politik dari kebijakan yang diambil kuat. Dengan dukungan yang kuat itu, implementasi kebijakan itu akan sedikit sekali menerima penentangan, sehingga proses implementasinya berjalan baik, karena sedikitnya hambatan.

Jika skenario kebijakan publik yang dibuat mungkin mengalami perubahan, analis harus merespon perubahan tersebut. Skenario kebijakan publik harus bersandar pada prinsip konsep terbuka (open ended concept). Sebab yang harus disadari adalah bahwa kebijakan publik berada di tangah dinamika politik masyarakat. Sementara proses politik dalam masyarakat sifatnya sangat dinamis, dan segala perubahan yang terjadi adalah kewajaran dalam sebuah masyarakat yang dinamis.

Lowi dalam Wahab (2008 : 128), bahwa hubungan-hubungan politik dalam pembuatan kebijakan itu ditentukan oleh tipe kebijakannya, jadi tiap

Tahap VI Pengakhiran

kebijkaan mempunyai tipe hubungan politik tertentu. Ia berpendapat bahwa kebijakan publik itu dapat dibagi ke dalam tiga tipe, yakni regulatoris, distributuf, dan redistributif, yang masing-masing akan diuraikan sebagai berikut.

Kebijakan regulatoris pada umumnya bermaksud untuk membatasi jumlah pihak pemberi pelayanan tertentu atau untuk melindungi publik dengan cara menetapkan aturan-aturan tertentu dimana kegiatan-kegiatan swasta dapat dilakukan. Prinsipnya adalah mencakup suatu pilihan langsung seperti siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan. Karena adanya pilihan seperti itu, maka ada kemungkinan beragam kelompok akan terlibat dalam konflik, tawar menawar dan negosiasi untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Kebijakan distributif ialah kebijakan yang dimaksudkan untuk mendorong atau mempromosikan, biasanya lewat subsidi, kegiatan-kegiatan swasta yang dinilai memiliki nilai sosial yang tinggi. Dalam tipe ini, tidak ada pihak yang menang maupun pihak yang kalah. Di sini juga tidak terdapat pihak yang bersengketa karena sema pihak dianggap bisa memetik manfaat yang setara.

Kebijakan redistribusi ialah kebijakan yang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan kembali kemakmuran/kekayaan atau benda-benda yang dianggap bernilai dalam masyarakat. Pada dasarnya kebijakan ini berusaha untuk mendistribusikan manfaat yang berasal dari satu kelompok tertentu ke kelompok lainnya yang cenderung bercirikan ideologi tertentu dan seringkali melibatkan konflik klas.

W.I. Jenkins (1978, halaman 15) ”serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasai dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.”

Sedangkan Chief J.O. Udoji (1981), mendefinisikan kebijakan negara sebagai”suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang saling empengaruhi sebagian besar warga masyarakat”

David Easton dalam Wahab: Analisi Kebijakan, 1999:7, mengenai Kebijakan Negara :

1. kebijakan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kebijakan-kebijakan negara dalam sistem-siatem politik modern pada umumnya bukanlah merupakan tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan.

2. kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri

3. kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, misalnya dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau menggalakkan program perumahan rakyat bagi goongan masyarakat berpenghasilan rendah dan bukan hanya sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tersebut. Sebagai ilustrasi, apabila pemerintah daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membuat peraturan daerah yang mengharuskan para pemilik/ pengusaha rumah pelacuran untuk menutupusahanya itu dalam tenggang waktu satu tahun sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, namun kemudian ternyata sesudah masa tenggang waktu itu habis tidak ada upaya serius untuk memaksakan pemberlakuan peraturan daerah tersebut, dan sebagai akibatnya tidak ada perubahan apapun yang terjadi, malahan usaha pelacuran serupa makin berkembang biak.

4. kebijakan negara mungkin berbentuk positif mungkin pula negatif. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan negara mungkin akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah-masalah tertentu. Sementara dalam bentuknya yang negatif, ia kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak, atau tidak melakukan tindakan apapun

dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah justru diperlukan.

Dengan demikian pemerintah dapat saja menempuh suatu kebijakan yang sangat liberal, atau cuci tangan sama sekali, baik terhadap seluruh atau sebagian sektor kehidupan. Sudah barang tentu, tiadanya bentuk campur tangan pemerintah dapat membawa dampak tertentu bagi seluruh warga masyarakat atau sebagian warga masyarakat yang bersangkutan.

Para ilmuwan politik pada masa lampau mampunyai minat terhadap proses-proses politik, semisal proses legislatif atau proses pemilihan umum, atau menaruh perhatian terhadap unsur-unsur sistemm politik, seperti kelompok kepentingan atau pendapat umum. Masalah-masalah yang menyangkut kebijakan luar negeri dan kebijakan yang bersangkutan dengan kebebasan hak-hak sipil pada umumnya juga telah lama diketahui. Dewasa ini, para ilmuwan politik telah semakin meningkatkan perhatian mereka terhadap studi kebijakan, yang bermaksud untuk menggambarkan,menganalisis dan menjelaskan secara cermat pelbagai sebab dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah.

Charles Lindblom (1968), ‖merupakan proses politik yang amat kompleks dan analitis diaman tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas dari proses itu sesungguhnya yang paling tidak pasti. Serangkaian kekuatanyang agak kompleks yang kita sebut sebagai pembuatan kebijakan negara itulah yang kemudian membuahkan hasil yang disebut kebijakan‖

Don K. Price, menyebutkan bvahwa proses pembuatan kebijakan yang bertanggungjawab ialah proses yang melibatkan interaksi antara kelompok-kelompak ilmuwan, pemimpin-pemimpin organisasi profesional, para administrator dan politisi.

Cief J.O. Udoji (1981) merumuskan secara terperinci pembuatan kebijakan negara sebagai ‖keseluruhan proses yang menyangkut pengartikulasian dan pendefinisisan masalah perumusan kemungkinan-kemungkian pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan-tuntutan politik, penyalura tuntutan-tuntutan tersebut kedalamm sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi-sanksi atau

legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan, monitoring, dan peninjauan kembali (umpan balik).‖

Dokumen terkait