• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang–undang. Pelaksanaan kekuasaan negara tersebut diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri. Dalam menjalankan kewenangannya, kejaksaan melakukan kewenangan tersebut secara independent (merdeka), dengan demikian tidak ada lembaga lain yang boleh ikut campur tangan mengenai kewenangan tersebut.

Keberadaan institusi kejaksaan sebagai penegak hukum telah dikenal di Indonesia jauh sebelum masa penjajahan meskipun mengalami pergantian nama dan pemerintahan, fungsi dan tugas tetap sama, yaitu melakukan penuntutan terhadap perkara–perkara kriminal dan bertindak sebagai penggugat atau tergugat dalam perkara perdata. Kejaksaan Republik Indonesia memiliki kedudukan sentral sehubungan dengan penegakan hukm di Indonesia dan merupakan salah satu subsistem dari suatu sistem hukum.

Kedudukan sentral Kejaksaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia sebagai salah satu sub sistem hukum yang berada dalam satu kesatuan yang teratur dan terintegrasi, saling mempengaruhi dan saling mengisi dengan subsistem lainya untuk mencapai tujuan dari sistem hukum tersebut.

Bila dipandang dari aspek kelembagaan penegakan hukum di Indonesia, selain kejaksaan ada juga lembaga lain seperti hakim, polisi, advokat/penasehat hukum, dan lembaga pemasyarakatan yang menjadi subsistem hukum dalam penegakan hukum di Indonesia.

Sejak diberlakuannya Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kedudukan Kejaksaan menjadi lebih kukuh sebagai lembaga pemerintahan (eksekutif). Sedangkan semula dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, kedudukan kejaksaan masih disebut alat negara penegak hukum. Dengan kata lain, pada hakikatnya eksistensi kejaksaan dalam proses penegakan hukum di Indonesia adalah untuk mencapai tujuan hukum, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi pencari keadilan (masyarakat).

Komperasi pengaturan mengenai tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia secara normatif dapat dilihat dalam beberapa ketentuan undang-undang mengenai Kejaksaan. Dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. Melakukan penuntutan;

b. Melaksanakan putusan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat.

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang – undang.

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan demgan penyidik.

Selain di bidang pidana, kejaksaan juga mempunyai wewenang di bidang perdata dan tata usaha negara. Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di luar maupun di dalam pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Fungsi Kejaksaan mencakup fungsi preventif dan fungsi represif dalam bidang kepidanaan serta pengacara negara dalam keperdataan dan tata usaha negara.

Fungsi preventif berupa peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaan, pencegahan penyalahgunaan dan/ atau penodaan agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Dalam fungsi represifnya, kejaksaan melakukan penuntutan dalam perkara pidana, melaksanakan penetapan hakim/putusan pengadilan, dan lain–lain.

Kejaksaan Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Jaksa Agung. Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi Kejaksaanyang memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas serta wewenang kejaksaan. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa Jaksa Agung Muda. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan.

Selain itu, Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan. Jaksa Agung adalah pejabat negara, sehingga diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Terhadap perkara tindak pidana selain tindak pidana korupsi dan hak asasi manusia (HAM), Kejaksaan hanya berwenang melakukan penuntutan.

Namun Khususnya terhadap tindak pidana korupsi dan HAM, Undang–undang masih memberi kewenangan untuk melakukan penyidikan. Ketentuan Undang– Undang yang dimaksud untuk tindak pidana korupsi adalah Pasal 284 Ayat (2) KUHAP, Pasal 26 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 43 Undang– Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam undang-undang tersebut, institusi Kejaksaan Republik Indonesia mempunyai kewenangan dalam hal penyidikan maupun penuntutan.

Kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi bertolak dari ketentuan Pasal 284 Ayat (2) KUHAP yang menyebutkan :

“ Dalam waktu 2 tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan Undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana disebutkan pada undang-undang tertentu, sampai ada perbuatan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”.

Penjelasan lebih lanjut terdapat dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP yang menyebutkan sebagai berikut :

“ Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagimana dimaksud dalam Pasal 284 Ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan”.

Ketentuan bahwa jaksa dapat menyidik tindak pidana tertentu di dukung dengan ketentuan Pasal 32 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bahwa :

“ Jaksa Agung mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan undang-undang yang pelaksanaan koordinasikan ditetapkan oleh presiden”.

Dari ketentuan pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa kejaksaan berwenang untuk menyidik tindak pidana korupsi, disamping ketentuan pasal tersebut dalam perkembangannya Undang-Undang Kejaksaan yang baru yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 secara jelas mengatur penyidikan yaitu Pasal 30 Ayat (1) huruf d yang menyebutkan bahwa :

“Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”.

Dengan demikian kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang–undang Kejaksaan telah semakin jelas eksistensinya24.

Pasal 26 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang merupakan undang-undang pengganti undang-undang–undang-undang yang lama (UU No. 3 Tahun 1971) menyatakan :

“ Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang”.

Arti kalimat “berdasarkan hukum acara yang berlaku” merujuk kepada Undang-Undang No.8 Tahun 1981 atau Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), karena selain Hukum Acara Pidana, tidak ada lagi hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.

B - *$ ) , +, , * , * , - +* 1 3 $ $ ! $

Dokumen terkait