• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGERTIAN ANAK DAN PERLINDUNGAN HUKUM

2.3 Pengertian Kekerasan

Kekerasan merupakan tindakan agresif dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaandan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain,hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan

agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan. Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, sungguh sangat mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak ada upaya

rugi oleh karena kekerasan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari maraknya perilaku kekerasan di masyarakat baik dilihat dari kacamata nasional maupun internasional.

Tindakan kekerasan terhadap anak tidaklah asing lagai untuk kita dengar, banyak kita lihat dalam media masa maupu televisi tindakan kekerasan ini sangat meningkat kuhususnya kekerasan taerhadap anak-anak, dimana anak sebagai mahluk yang masih lemah, sebagai generasi penerus bangsa hendaknnya mendapatkan perlindung hukum secara kuhusus. Dilihat dari kamus besar bahasa

Indonesia “kekerasan diartikan dengan yang bersifat, keras perbuatan seseorang yang menyebabkan atau matinya orang lain sehingga meyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain atau paksaan.11 Menurut penjelasan ini, kekerasan merupakan wujud perilaku yang tidak menyenangkan terhadap orang lain atau anak, atau perbuatan lebih bersifat fisik yang mengakibatkan orang lain luka-luka, cacat, atau penderitaan berkepanjanggan pada orang lain. Yaitu salah satu unsur yang perlu di perhatikan adalah perbuatan paksa atau ketidak relaan adanya persetujuan pihak lain yang di lukai12 (istilah) kekerasan memiliki ciri-ciri tertentu antara lain:

1. Dikehendaki atau diniati oleh pelaku. 2. Dapat berupa fisik maupun non fisik

3. Ada akibat atau kemungkinan akibat yang merugikan para korban atau yang tidak di kehendaki oleh korban.

4. Dapat dilakukan dengan cara aktif maupun pasif (Tidak berbuat)13

11

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembang Bahasa, h. 425. 12

Abdul Wahid, Muhammad Irfan, 2010, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual, Refika Aditama, ha. 30

13

Tapi Omas Ihromi etal, 2000,Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni, Bandung, h. 267

dengan tujuan tertentu sengingga dapat merugikan korban psikis maupun fisik. Sedangkan dalam KUHP Pasal 89, yang berbunyi : “Yang dimaksud dengan kekerasan, yaitu membuat orang lain pinsan atau tidak berdaya lagi. Di lihat dari perngertian tersebut kekerasan di atas dimaksudkan dengan membuat orang lain menjadi pinsan atau tidak berdaya. pinsan berati hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya. Sedangkan tidak berdaya berate tidak mempunyai kekuatan atau tidak mempunyai kekuatan sama sekali, sehingga tidak mampu mengadakan perlawanan sedikitpun, meskipun dia tidak berdaya tetapi orang tersebut masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya tersebut.14

Masalah kekerasan terhadap anak-anak, sebgai berikut yaitu: Sebagai pelaku pisik, mental atau seksual. Kekerasan ini umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan anak yang mana itu diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesejahteraan anak. 15

Contoh jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak-anak tersebut seperti penyerangan atau pemukulan secara fisik berkali-kali sampik terjadi luka-luka atau bentakan yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa dan mental seorang anak. Dalam UU No. 23 tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pengertian tentang kekerasan tidak disebutkan dengan jelas, hanya dikemukaan secara contohnya saja. Mengenai perlakuan

14

R Sugandi, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,h. 107. 15

Bagong Suyanto dan Sri Sanituti Hariadi, 2002, Krisis dan Child Abuse,Kajian Sosiologis Tentang Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak-anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus(Cildren in Need Special Protection), Airlangga University Press,Surabaya,h. 115.

yang menyetakan” perlakuan kekerasan dan penganiayaan misalnya perbuatan melukai atau mencederai anak yang tidak semata-mata fisik tetapi juga mentaldan sosial. DidalamBAbIII Pasal5 dan pengertiannya dijelaskan pada Pasal 6,7 dan 8 yang menyebutkan bahwa : setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap orang dalam lingkungan rumah tangga, dengan cara :

a. Kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau penderitaan psikis berat terhadap seseorang

b. Kekerasan fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkn rasa sakit,jatuh sakit,atau luka berat

c. Kekerasan seksual yang meliputi :

- Pemaksa hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut

- Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan kormesial dan atau tujuan tertentu

Jadi bahwa pengertian dari tindakan kekerasan terhadap anak tersebut dan dapat dilihat dari kekerasan tidak haya menyebaban terjadinya luka-luka maupun fisik saja tetapi dapat terjadinya luka secara psikologis yang sangat sulit dan akan terlihat ketika sudah terjadi tekenan terhadap anak tersebut sehingga berdampak pada kehidupan si anak tersebut. Sangatlah penting kita mengetahui pengertian tentang seorang anak. Pengertian anak sangat beragam sehingga terdapat kreteria

mengatur secara tersendiri mengenai keteria tentang anak.

Berdasarkan Konvensi Hak Anak yanag kemudian diadopsi dalam UU No. 23 Tahun 2002 sudah dirubah dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindunga Anak, ada empat macam perinsip-prinsip umum tentang perlindungan anak yang menjadi dasar setiap Negara dalam meyeleng garakan perlindungan anak, antara lain ;

1. Prinsip Nondiskeriminasi

Artinya semua hak ysng diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun, Prinsip ini ada

dalam Pasal 2 KHA ayat (1), yang berbuyi : “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang ditepatkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berbeda di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit,jenis kelamin, bahasa,agama, panadagan politik atau pandangan-pandangan lain, asal usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kehilangan atau status lainnya baik dari sianak sendiri atau dari orang tua wilanyah yang sah. Ayat (2): “Negara-Negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang di kemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota keluarganya.16

2. Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interests of The Child)

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) KHA : “Dalam semua

tindakan yang menyangkut anak dilakukan lembaga-leambaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta,lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus mejadi

pertimbangan utama ”.

Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaran perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkutan masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut ukuran orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa depan anak.

3. Prinsip Hak Hidup,Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan (The Right to life, Suvival and Development)

16

M. Nasir Djamil, Anak bukanlah Untuk Dihukum, Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak(UU-SPPA), Jakarta Timur, 2013,h. 29

kehidupan. Ayat (2):” Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak.

Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa Negara harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari Negara atau per orang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berate Negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan kebutuhan dasar. Berkaitan dengan prinsip ini, telah juga dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya berkaitan dengan hak-hak anak.

4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak (Respect for the views of the child)

Prinsip ini ada dalam Pasal 12 ayat (1) KHA : “Negara-negara pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang memengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak.

Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kpribadian. Oleh sebab itu, dia tidak bisa hanya dipandang dalam posisi yang lemah, menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya pribadi yang memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi obsessi, dan apirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa. Dapat ditarik suatu simpulan pengertian bahwa perspetif Perlindungan anak adalah cara pandang terhadap semua persoalan dengan menempatkan posisi anak sebagai yang pertama dan utama. Impelementasi cara pandang demikian adalah ketika kita selalu menempatkan urusan anak sebagai hal yang utama.17

Dokumen terkait