• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Doa Bersama Dalam Keluarga Kristiani

2. Pengertian Keluarga

Seorang anak manusia memulai kehidupan dalam keluarga. Entah apapun yang terjadi padanya kemudian, keluarganya menjadi bagian pengalaman hidupintelektual, emosional, personal, sosial, religius yang amat menentukan. Dalam keluarga seorang anak belajar mengenal sesama yang berbeda dari dirinya tetapi mau menerimanya. Iapun belajar menganal kehidupan bersama. Dengan bekal itu, seorang anak menelusuri dunianya, tetangga, desa; dan dengan bekal secukupnya ia berani memutuskan: tinggal atau pergi dari lingkungannya itu. Dalam keluarga seorang anak manusia, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun dibangun jiwa dan badannya, emosi, dan perilakunya, menjadi orang dewasa yang bisa menyumbangkan diri bagi hidup bersama. Ia bisa memperkaya hidup ini, bisa menjadi benalu dalam hidup bersama, bisa juga menyuburkan dengan nilai-nilai luhur yang tergali dalam keluarganya (Darmawijaya, 1994: 9).

Dalam masyarakat Indonesia, pengertian “keluarga” seringkali juga

menunjuk pada “keluarga besar”, yang terdiri dari keluarga inti (suami-istri

dan anak-anak), orang tua dan mertua, serta sanak saudara. Dalam kehidupan sehari-hari relasi antara keluarga inti dan keluarga besar sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika kaluarga inti menghadapi suatu persoalan, keluarga besar juga ikut merasakan dan terlibat didalamnya. Baik keluarga inti maupun keluarga besar hendaknya membangun relasi yang tidak hanya berdasarkan hubungan darah, tetapi lebih dari itu berdasarkan dan bersumber pada cinta-kasih. Perwujudan dari relasi-relasi tersebut dipengaruhi oleh budaya dan tradisi setempat yang tetap pantas diperhatikan, dipelihara, dan dihargai dengan sikap kritis, dan kreatif (KWI, 2011: 27).

Dalam pikiran dan bahasa kita, “keluarga”mempunyai banyak arti: tentu saja ibu dan ayah dan saudara-saudara kandung termasuk “keluarga”; dengan mereka kita hidup bersama-sama setiap hari. Keluarga juga bisa menjadi besar karena hadirnya sanak saudara lain. Keluarga besar memberikan rasa aman karena di sana orang dapat memperoleh ruang gerak dan status sosial.

“keluarga inti” menjamin kepastian hidup, karena disana tugas hidup sehari-

hari, yang makin rumit itu, dapat diselesaikan. Kedua bentuk keluarga itu saling berkaiatan satu sama lain (KWI, 1996: 54-55).

Keluarga adalah sekolah yang utama untuk kehidupan sosial, memberiakan contoh dan rangsangan untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas. Ada ungkapan yang lebih tegas dari pengarang yang sama yang bunyinya sebagai berikut: “Keluarga adalah sarana yang peling efektif untuk

memanusiakan dan mempribadikan masyarakat, memberikan keutamaan- keutamaan (kebijakan) dan nilai-nilai, menghormati hak-hak dan martabat pribadi, yang demikian penting bagi masyarakat modern yang anonim” (Eminyan, 2001: 13).

Keluarga sebagai komunitas antar pribadi-pribadi, dengan demikian merupakan “masyarakat” manusiawi yang pertama. “Keluarga merupakan suatu sekolah untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mancapai kepenuhan hidupdan misinya, diperlukan komunikasi hati penuh kabaikan, kesepakatan suami-isteri, dan kerjasama orang tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka, tetepi juga pengaruh rumah tangga oleh ibu, yang terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan (Eminyan, 2001: 153).

b. Pengertian Keluarga Kristiani

Keluarga kristen mangalami alur dan suasana sama dalam hidup ini. Perbedaan yang memberi warna cukup menantukan bagi kehidupan, baik pribadi maupun bersama, adalah iman akan Yesus Kristus, yang diutus Allah sebagai sumber keselamatan bagi setiap orang. Berkat iman ini keluarga kristen, yang berjuang hari demi hari bukan hanya berjuang untuk suatu nilai, malainkan seperti orang yang bisa menghirup udara, tidak menjadikan tarik nafas sekedar kebiasaan tetapi menjadikannya irama hidup. Keluarga kristen

memperjuangkan hari-harinya sebagai ungkapan syukur sebagai penyelenggaraan Ilahi, yang mengawal hidup ini. Maka orang kristen yang membangun keluarga meletakkan dasar utama dan pertama bagi pengalaman Allah yang menyelamatkan itu. Pengalaman iman itu menjadi salah satu warisan yang amat berharga, bagi hidup selanjutnya (Darmawijaya, 1994: 9- 10).

Keluarga adalah komunitas cinta yang alami, dan yang sangat intim. Cinta antara pasangan suami dan istri dan antara mereka dengan anak-anaknya merupakan representasi duniawi yang peling sempurna dari cinta triniter. Haring juga menekankan bahwa cinta didalam keluarga, dari hakikatnya sendiri, cenderung menjadi triniterian, sebab keluarga merupakan suatu pembenaran terhadap kehadiran Allah yang kreatif, yang dari-Nya pasangan suami-istri ingin agar Dia memberkati cinta mereka dengan anak. Jadi, keistimewaan keluarga yang terbesar dan terindah hanya dapat ditemukan bila orang melihat keluarga sebagai komunitas cinta triniter didalam Tuhan, sebagaimana Hering tulis: “semua yang hidup benar dalam komunitas manusiawi, teristimewa dalam komunitas keluarga, sungguh merupakan manifestasi sah dari misteri api cinta kasih Allah Tritunggal yang tak dapat dimasuki dan selalu membangkitkan semangat” (Eminyan, 2001: 49).

Keluarga kristiani betul menjadi sakramen, yaitu tanda dan sarana penyelamatan Allah dalam kasih Yesus Kristus. Keluarga kristiani berasal dari sakramen perkawinan. Berkat sakramen, keluarga-keluarga kristiani dimasukkan kedalam misteri penyelamatan Yesus Kristus, yang tetap

berkarya, menebus, dan menguduskan pasangan-pasangan suami-istri tidak hanya sebagai individu, tetapi sebagai anggota-anggota unit keluarga yang dikehendaki oleh Allah dan dibentuk menurut gambar dan citra-Nya sendiri (Eminyan, 2001: 177).

Keluarga kristiani, sebagai kenyataan yang kelihatan, adalah tempat anggota-anggotanya dapat menjumpai Allah serta memperoleh berkat dari rahmat keselamatan Yesus Kristus. Berkat sakramen perkawinan, yang dilayani oleh gereja, pasangan suami-istri tidak hanya menerima kelimpahan rahmat pengudusan, yang juga ada dalam ketujuh sakramen, tetapi juga merupakan jaminan memperoleh bantuan khusus dari Allah serta semua rahmat yang mereka butuhkan untuk menghidupi statusnya yang baru, yakni sebagai suami dan istri, sebagai ayah dan ibu. Dapat dikatakan bahwa keluarga kristiani itu, sendiri merupakan sakramen karena merupakan sarana atau saluran rahmat bagi setiap anggota keluarganya (Eminyan, 2001: 178- 179).

Keluarga Kristiani sebagai gereja mini atau gerja domestik mempunyai tanggungjawab terhadap perkembangan dan pembangunan Gereja dengan ikut berpartisipasi dalam hidup dan misi Gereja didalam cara yang spesifik didalam keluarga (FC 49), (Hadiwiratno, 1994: 22). Keluarga Kristiani membangun kerajaan Allah didalam sejarah melalui realitas hidup sehari-hari, yaitu didalam penghayatan cinta perkawinan antara suami dengan isteri,orang-tua dengan anak-anaknya serta dengan anggota keluarga yang lain. Cinta yang dihayatinya menuntut kesetiaan, totalitas, kemanunggalan

dan mengasilkan buah. Oleh karena itu, partisipasi keluarga dalam Imamat, raja dan kenabian Kristus sebenarnya juga direalisasikan dan di ekspresikan secara khas pula sesuai dengan statusnya sebagai bapak-ibu, suami-isteri,serta anak-anak yang bersama-sama hidup dalam keluarga yang adalah komunitas terkecil orang beriman (FC 50), (Hardiwiratno, 1994: 22).

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Berkat sakramen babtis, suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mampunyai tugas mewartakan Injil; dengan martabat imamat, mereka mempunyai tugas menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk melayani sesama.

Berkat sakramen babtis pula, mereka menjadi anggota dan ikut membangun gereja. Keluarga bukan hanya merupakan sebuah komunitas basis manusiawi belaka, melainkan juga komunitas basis gerejawi yang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Hidup berkeluarga ini manampakkan hidup gereja sebagai suatu persekutuan (Koinonia) dalam bentuk yang paling kecil namun mandasar, yang merayakan iman melalui doa peribadatan (Leiturgia), mewujudkan pelayanan (Diakonia) melalui pekerjaan, dan memberi kesaksian (Martyria) dalam pergaulan; semuanya itu menjadi sarana penginjilan (Kerygma) yang baru (KWI, 2011: 15).

Keluarga adalah Gereja rumah tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas gereja yaitu:

Dokumen terkait