• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian

Dalam dokumen panduan PMKP (Halaman 11-68)

BAB VI MANAJEMEN RISIKO KLINIS

A. Pengertian

keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan. Ada yang mengartikan sebagai kegiatan tanpa salam melakukan pekerjaan.

2. Definisi mutu pelayanan RS bersalin nabasa

Mutu pelayanan di RS bersalin nabasa adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS bersalin nabasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/ konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potenti sumber daya yang tersedia di RS Bersalin Nabasa secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS Bersalin Nabasa dan masyarakat sebagai konsumen.

3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu

Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu : a. Konsumen

b. Pembayar/perusahaan/asuransi c. Manajemen RS Bersalin Nabasa d. Karyawan RS Bersalin Nabasa e. Masyarakat

f. Pemerintah g. Ikatan profesi

Setiap kepentingan tersebut diatas bebeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu merupakan multi dimensional.

4. Dimensi mutu

Dimensi atau aspeknya adalah : a. Keprofesian

b. Efisiensi

c. Keamanan pasien d. Kepuasan pasien e. Aspek sosial budaya

Irawan (2006) merumuskan lima dimensi mutu yang menjadi dasar untuk mengukur kepuasan, yaitu :

a. Tangible (bukti langsung), yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi yang dapat dirasakan langsung oleh pelanggan. Dan untuk mengukur dimensi mutu ini perlu menggunakan indera penglihatan.

b. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat dan terpercaya. Pelayanan yang terpercaya artinya adalah konsisten. Sehingga reliability mempunyai dua aspek penting yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh mampu memberikan pelayanan yang tepat atau akurat.

c. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kesediaan/kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. Dengan kata lain bahwa pemberi pelayanan harus responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Responsiveness juga didasarkan pada persepsi pelanggan sehingga factor komunikasi dan situasi fisik disekitar pelanggan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

karyawan dan kemampuannya untuk memberikan rasa percaya dan keyakinan atas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Dan komponen dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, dan keamanan.

d. Emphaty (empati), yaitu membina hubungan dan memberikan pelayanan serta perhatian secara individual pada pelanggannya. Pendapat lain mengenai dimensi mutu dijelaskan oleh Tjong (2004) yaitu:

a. Dapat Dipercaya (Reliability)

Dapat dipercaya artinya konsisten, dan pelayanan akan dapat diberikan jika dapat dipercaya oleh pelanggan.

b. Responsif (Responsiveness)

Responsif secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kecepatan dan ketanggapan. Buat Pelanggan Merasa Dihargai (Makes

Customer Feel Valued) Pelanggan mempunyai pikiran bahwa

merekalah yang orang yang sangat penting saat itu, sehingga perlu diperhatikan bagaimana menghargai pelanggan.

c. Empati (Empaty)

Empati merupakan keahlian yang sangat bermanfaat, karena melalui empati dapat menjembatani pembicaraan kepada solusi. Dan melalui empati, pemberi pelayanan akan berada di sisi yang sama dengan pelanggan sehingga dapat lebih memahami kebutuhan pelanggan. d. Kompetensi (Competency)

Kompetensi dalam hal ini lebih difokuskan pada staf yang langsung berhubungan dengan pelanggan. Pelanggan cenderung tidak mau berhubungan dengan manajer, tetapi mereka lebih menginginkan orang pertama yang bertemu merekalah yang harus dapat menyelesaikan masalah mereka.

5. Mutu terkait dengan Input, Proses, output dan outcomes

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel, yaitu

a. Input merupakan segala sumber daya yang diperlukan utnuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakkan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

b. Proses merupakan aktifitas dalam bekerja yaitu interaktsi professional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.

c. Output ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh kerja/rumah sakit. d. Outcomes merupakan hasil pelayanan kesehatan, merupakan

perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.

RS Bersalin Nabasa adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat model. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS Besalin Nabasa menyangkut berbagai fungsi pelayanan serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. RS Bersalin Nabasa harus memampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu RS bersalin nabasa harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di RS bersalin nabasa awali dengan penilaian akreditasi RS bersalin nabasa yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini RS bersalin nabasa harus menetapkan standar input, proses, output dan outcomes serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. RS bersalin nabasa dipacu untuk dapat menilai diri (self assessment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai

kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada alat ukur yaitu instrument mutu pelayanan RS bersalin nabasa yang memecahkan masalah pada hasil baik output maupun outcomes. Tanpa mengukur hasil kinerja RS bersalin nabasa maka tidak akan dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator pelayanan di RS bersalin nabasa yang disusun dengan tujuan agar dapat mengukur kinerja mutu RS bersalin Nabasa secara nyata.

6. Strategi Mutu

a. Quality Assurance (Jaminan Mutu)

Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi pertama yaitu audit keperawatan.Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar (Swansburg, 1999).Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata “to assure” yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Quality assurance dalam pelayanan adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah : audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP); evaluasi proses; mengelola mutu; dan penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan untuk menjaga mutu pelayanan.

b. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan) Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement (Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan Total Quality Management karena semuanya mengacu pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijono (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.

Shortell dan Kaluzny (1994) mengemukakan bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik.Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan dapat menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett & Byck, 1998).

Continuous Quality Improvement dalam pelayanan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan secara terus menerus yang memfokuskan pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.

c. Total quality manajemen (TQM)

Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh.

B. UPAYA PENINGATAN MUTU PELAYANAN RS BERSALIN NABASA Upaya peningatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integrative memantau dan menilai mutu pelayanan RS Bersalin Nabasa yang memecahkan masalah-masalah yang ada serta mencari jalan keluar sehingga mutu pelayanan RS Bersalin Nabasa akan menjadi lebih baik.

Upaya peningkatan mutu pelayanan di RS Bersalin nabasa merupakan kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan RS bersalin nabasa akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari setiap unsur di Rs bersalin Nabasa termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf penunjang.

Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebh sedikit.

Berdasarkan hal diatas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan RS Bersalin Nabasa.

1. Definisi upaya peningkatan mutu pelayanan RS bersalin Nabasa

Upaya peningkatan mutu pelayanan RS bersalin nabasa merupakan keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integrative yang menyangkut input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan kepada pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan di RS Bersalin Nabasa berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan upaya peningaktan mutu pelayanan RS Bersalin Nabasa Umum :

Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelalayanan RS Bersalin Nabasa secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.

Khusus :

Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS bersalin nabasa melalui : a. Optimalisasi tenaga, sarana dan prasarana

b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan star pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil peneli penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan.

3. Indikator mutu

Indikator mutu RS bersalin Nabasa meliputi indikator klinik, indikator manajemen dan indikator keselamatan pasien yang berdasarkan pada efektifitas, efisiensi, keselamatan dan kelayakan.

4. Strategi

Untuk meningkatkan mutu pelayananan kesehatan RS bersalin nabasa maka disusunlah strategi sebagai berikut :

a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan RS bersalin nabasa sehingga dapat

menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.

b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di RS bersalin nabasa serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.

c. Menciptakan budaya mutu di RS bersalin nabasa termasuk di dalamnya menyusun program mutu RS bersalin nabasa dengan pendekatan PDCA cycle.

5. Pendekatan pemecahan masalah

Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yagn berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila ;

a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan.

b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut

c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memceahkan masalah maka bias dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bias tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.

BAB IV

PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan RS bersalin nabasa

Indikator :

Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variable yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitive tapi juga spesifik.

Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.

Standar adalah tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut. Standar merupakan suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu. Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut :

1. Aspek yang dipilih untuk diitingkatkan adalah a. Keprofesian.

b. Efisiensi

c. Keamanan pasien d. Kepuasan pasien

e. Sarana dan lingkungan fisik 2. Indikator yang dipilih

a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses b. Bersifat umum yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok

daripada untuk perorangan.

d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor.

e. Didasarkan pada data yang ada 3. Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator sehingga dapat sebagai bagian yang memisahkan antara mutu baik dan mutu yang tidak baik.

4. Standar yang digunakan

Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan : a. Acuan dari berbagai sumber

b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara c. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan.

Adapun indikator yang digunakan di Rumah Sakit bersalin nabasa Pontianak terdapat 3 indikator pada area klinis, manajemen, dan keselamatan pasien. Adapun indikator-indikatornya adalah :

A. Indikator area klinis

1. Pengkajian awal pasien baru dalam 24 jam

Pengkajian adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien subyektif maupun obyektif untuk membuat keputusan terkait status kesehatan pasien, kebutuhan perawatan, intervensi dan evaluasi.

Pengkajian awal adalah pengkajian yang dilakukan pada setiap pasien masuk ke Rumah Sakit meliputi status medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya. Dilakukan juga evaluasi terhadap faktor psikologis, visual dan ekonomi serta kebutuhan khusus pasien termasuk juga penentuan dibutuhkan atau tidaknya perencanaan pemulangan pasien (discharge planning). Pengkajian awal terdiri dari pengkajian awal gawat darurat, pengkajian awal rawat jalan, dan pengkajian awal rawat inap yang harus di isi dalam waktu 24 jam. Kualifikasi petugas kesehatan yang melakukan pengkajian adalah petugas kesehatan yang mempunyai kompetensi, seperti dokter, SDM

keperawatan, farmasi klinis, terafis, dietisien dan lain-lain yang melakukan kolaborasi dalam pelayanan pasien dengan melakukan analisa dan mengintegrasikan hasil pengkajian.

Ruang lingkup kategori pengkajian pasien adalah dari segi medis, keperawatan, gizi dan lain-lain. Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Untuk dapat berhasil memberikan terapi/asuhan yang berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, doker, perawat dan dietisein harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan pengkajian pasien. Pengkajian pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain. Pengkajian pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait status kesehatan pasien, kebutuhan dan permasalahan keperawatan, intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa mendatang serta tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien terpenuhi. Proses asuhan kepada pasien saling berhubugnan/terjadi kolaborasi antara dokter, perawat dan gizi.

Dalam pengkajian, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses agar asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada sat evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien maka harus segera dilakukan pengkajian ulang.

Pengkajian awal diperlukan untuk mengidentifikasi adanya permasalahan yang terjadi pada pasien dan memastikan bahwa pasien dalam keadaan aman dan nyaman sehingga dapat menghindari terjadinya kejadian yang tidak diharapkan seperti pasien jatuh.

Penelitian yang dilakukan oleh Atkinson (2013) tentang pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat di unit medical didapatkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh perawat mempunyai masalah dalam memastikan pasien aman termasuk pengkajian secara visual maupun verbal. Perawat mengobservasi warna kulit, ekpresi, penampilan dan respon verbal. Perawat telah menampilkan pengetahuan secara umum serta menafsirkan pengkajian yang telah didapatkan dan menangani masalah pasien secara kompleks meskipun mempunyai tantangan pada waktu yang sempit. Perawat menunjukkan keahlian walaupun mempunyai pengalaman yang baru. Dari penelitian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa perlu dilakukan observasi apakah pengkajian

2. Waktu tunggu hasil pemeriksaan darah

Waktu tunggu hasil pemeriksaan darah didefinisikan sebagai waktu yang diukur mulai dari specimen diterima di laboratorium sampai hasil dilaporkan. Menurut permenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit, waktu tunggu hasil pelayanan laboratium untuk pemeriksaan darah adalah tenggang waktu mulai pasien diambil sampel sampai dengan menerima hasil yang sudah di ekspertisi dengan standar waktu ≤ 140 menit untuk pemeriksaan kimia darah dan darah rutin.

Penelitian Chung et al (2009) mendapatkan bahwa untuk rerata pemeriksaan kimia klinik adalah 43,6±7,7 menit. Sebanyak 98% dari specimen diselesaikan dalam waktu 60 menit.

3. Angka reaksi obat kontras

Bahan kontras yang diinjeksi intravaskuler pada dasarnya mempunyai risiko definitive terhadap terjadinya reaksi dan efek samping. Kemungkinan timbulnya reaksi itu pada seseorang tidak dapat diramalkan

dengan tegas. Tindakan preventif untuk mencegah terjadinya efek samping dengan memberikan obat-obatan tertentu sebelum injeksi tidak mempunyai pengaruhi yang bermakna dalam menguangi atau mencegah reaksi terhadap bahan kontras (Shehadi, 1982). Cara lain dengan tindakan sugesti hipnotis berhasil dengan efektif mengurangi nausea, vomitus dan urtikaria (Laili, 1974).

Reaksi terhadap pemakaian bahan kontras intravaskuler tidak diketahui sebabnya, tetapi banyak hipotesis yang dikemukakan dan tampaknya beberapa factor ikut berperan. Menurut Laser (1968) yang mendasari terjadinya reaksi terhadap injeksi bahan kontras adalah proses alergi atau idiosinkrasi dan kemoktasis. Factor-faktor lain yang diduga sebagai penyebab adalah pelepasan histamain, reaksi-reaksi protein tubuh, penekanan asetilkolin-ewsterase atau aktivitas komplemen darah (Fischer dan Colgan, 1976). Faisal (1992) mendapatkan reaksi yang terjadi 6% pada penggunaan obat kontras untuk urografin 76%. Hal ini sama dengan penelitian yang dilaporkan oleh Ansel (1970) dan Shehadi dan Taniolo (1980) yaitu 5 – 8,5%.

Radiokontras yang mengandung iodine intravena diketahui mempunyai efek toksik terhadap ginjal (nephrotoxicity). Saat ini terus dikembangkan radiokontras yang lebih fisiologis untuk mengurangi efek samping terjadinya nefropati radiokontras. Penelitian yang dilakukan Lalli, et al. (2009) menemukan 228 pasien meninggal setelah pemberian radiokontras yang melibatkan prosedur cholangiography, angiography dan urography. Angka kematian pada penelitian ini cukup tinggi dan dikatakan sebagai penyebabnya adalah adanya reaksi akibat radiokontras.Angka kejadian dan risiko nefropati radiokontras telah banyak dipelajari, yaitu perubahan pada fungsi ginjal yang terjadi pada semua kasus atau yang lebih berat yaitu nefrotoksik radiokontras yang biasanya bersifat akut, reversibel, sampai gagal ginjal dengan derajat yang berbeda. Gagal ginjal yang terjadi tidak selalu bersifat reversibel oleh karena banyak faktor lain yang mempengaruhi nefrotoksisitas.. Faktor penting lain yang mempengaruhi

kejadian ini seperti adanya gagal jantung dan dosis radiokontras yang besar. Risiko gagal ginjal setelah penggunaan radiokontras meningkat sesuai dengan banyaknya faktor risiko yang ada. Sebuah studi oleh Rich, et al. (2009) menemukan insiden gagal ginjal meningkat secara progresif dari 1,2% sampai 100% sesuai dengan jumlah faktor risiko. Mengingat risiko terjadinya nefropati radiokontras cukup tinggi, maka diperlukan data yang jelas dan bagaimana penanganannya.

4. Angka penundaan operasi

Elective surgery merupakan terminology untuk semua operasi yang kurang mendesak dimana waktu masuk ke rumah sakit dapat ditunda paling tidak 24 jam. Mereka yang menunggu giliran untuk dioperasi diberi kategori klinis yang berdasarkan atas penilaian dari dokter spesialis. Berdasarkan keadaan yang normal, pasien dengan klasifikasi paling mendesak (Kategori 1 – mendesak) akan dijadwalkan sebelum pasien-pasien lainnya. Ada tiga kategori klinis yang dipakai secara nasional untuk mengklasifikasi pasienpasienyang memerlukan operasi:

Kategori 1 – mendesak

Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi mendesak adalah 30 hari atau kurang.

Kategori 2 – cukup mendesak

Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi yang kurang mendesak adalah 90 hariatau kurang.

Kategori 3 – tidak mendesak

Kemungkinan waktu menunggu untuk operasi yang tidak mendesak adalah 12 bulan atau kurang.

Walaupun rumah sakit umum berupaya untuk memenuhi jadwal tersebut, rumah sakit harus memberi prioritas kepada pasien gawat yang memerlukan tempat tidur di sebuah rumah sakit. Walaupun dilakukan penjadwalkan kadang-kadang terjadi penundaan karena banyak hal seperti keadaan pasien yang tidak memungkinkan untuk dioperasi, alat yang rusak, ataupun keadaan yang diluar dari rencana semula.

5. Operasi bersih tanpa penggunaan antibiotic profilaksis

Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang diberikan dalam waktu singkat sebelum opeasi dengan tujuan menurunkan resiko terjadinya

Dalam dokumen panduan PMKP (Halaman 11-68)

Dokumen terkait