• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II EKSISTENSI TES NARKOBA PRANIKAH DALAM

D. Eksistensi Tes Narkoba Pranikah

3. Pengertian Maqāṣid Asy-Syarī’ah

Maqāṣid asy-syarī’ah berarti “tujuan-tujuan syari’at”102. Dalam konteks ini maqāṣid yang dimaksudkan ialah maqāṣid atau tujuan yang ditetapkan oleh

syara' dalam mensyari’atkan hukum. Di antara istilah populer yang digunakan

ialah maqāṣid asy-syarī’ah, maqāṣid al-Syāri' (Allah) dan maqāṣid syara' atau di dalam Bahasa Arabnya maqāṣid asy-syarī’ah, dan maqāṣid al-Syāri'.Secara terminologi, pengertian maqāṣid asy-syarī’ah, di antaranya sebagai berikut;

a. Menurut Ahmad al-Haji al-Kurdy, maqāṣid asy-syarī’ah adalah makna-makna yang karenanya hukum-hukum disyari’atkan, atau hukum disyari’atkan menurut makna tersebut103.

b. Menurut Wahbah al-Zuḥailiy, maqāṣid asy-syarī’ah berarti nilai-nilai dan tujuan-tujuan syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian besar dari hukum-hukum-Nya, atau tujuan syari’at dan rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh Syāri’ dalam setiap hukum-Nya104

c. Menurut Yusuf al-Qaraḍawi maqāṣid asy-syarī’ah adalah tujuan yang menjadi target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia. Baik berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga, jamaah, dan umat.105

d. Al-Qahṭani telah mengutip pendapat para ahli mengemukakan beberapa definisi. Di antaranya Ilal al-Fāsiy mendefinisikan maqāṣid asy-syarī’ah sebagai “tujuan syari’at dan rahasia-rahasia yang ditetapkan Syāri’ pada

setiap hukum-Nya” 106

e. Yusuf Hamid mendefinisikan, maqāṣid asy-syarī’ah adalah “tujuan yang

dikehendaki dalam penetapan hukum (tasyri’) dan rahasia-rahasia yang

102 Abdul Azis Dahlan (et. al). Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996),h. 1108.

103 Ahmad Haji Kurdy. Al-Madkhal Fiqh Qawā’id Kulliyah, (Damaskus: Dār al-Ma’arif, 1980), h. 183.

104 Wahbah al-Zuḥailiy, Uṣul Fiqh Islamy, juz 2 (Damaskus: Dār al Fikr, 1986), h. 225

105 Yusuf al-Qaraḍawi, Fiqih Maqāṣid Asy-Syarī’ah, terj.Arif Munandar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h.17

106 Musfir bin Ali bin Muhammad Qahthani , Manhaj Istinbath Ahkam Nawazil

Fiqhiah Mu’ashirah, Dirasah Ta’shiliah Tathbiqiah, (Mekkah: Dār Andalus

55

ditetapkan Syāri’ yang Maha Bijaksana dalam setiap hukum-Nya”107. Lalu al-Qahṭani memberikan definisinya sendiri, bahwa maqāṣid asy-syarī’ah adalah Nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang dipelihara oleh Syāri’ baik secara umum maupun khusus untuk mewujudkan kemaslahatan hamba-hamba (Nya) di dunia dan di akhirat108

f. Menurut Abdul Wahab Khallāf, tujuan Syāri’ dalam pembuatan hukumnya ialah mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan primer dan memenuhi kebutuhan sekunder serta kebutuhan pelengkap mereka.109

g. Menurut Ahmad al-Haji al-Kurdy, maqāṣid asy-syarī’ah adalah makna-makna yang karenanya hukum-hukum disyari’atkan, atau hukum disyari’atkan menurut makna tersebut.110

h. Abdul Aziz Dahlan menjelaskan bahwa para ulama usul fikih mendefinisikan maqāṣid asy-syarī’ah dengan Makna dan tujuan yang dikehendaki syarak dalam mensyari’atkan suatu hukum bagi kemaslahatan umat manusia111

i. Ibn Asyūr mendefinisikan maqāṣid asy-syarī’ah sebagai "segala

pengertian dan hikmah dari Syāri’ yang tersirat di dalam setiap atau sebagian besar keadaan penetapan syari’at "112 . Ini berarti maqāṣid bukanlah pengertian yang dapat dilihat pada hukum-hukum tertentu secara khusus. Contohnya melahirkan kebaikan, menolak kejahatan dan konsep kesetaraan antar manusia yang ada pada setiap pensyari’atan hukum-hukum syara'.

j. Manna’ al-Qaṭṭan. menjelaskan bahwa tujuan umum diturunkannya syari’at Islam oleh Allah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dalam kehidupan ini (di dunia) dengan mencari manfaat dan

107 Ibid.

108 Ibid., h. 523.

109 Abdul Wahab Khallāf. Ilmu Uṣūl Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Perss, 1997), h. 354-355.

110 Ahmad al-Haji al-Kurdy. Al-Madkhal al-Fiqh al-Qawā’id al-Kulliyah, h. 183

111 Abdul Aziz Dahlan (Ed). Loc. Cit

56

menolak kemudaratan. Hal ini dilakukan dengan cara menjaga hal-hal yang ḍarūriyāt dan menyempornakan hal yang bersifat hājiyyāt dan

taḥsīniyyāt. Ini ditunjukan oleh hukum-hukum syar’i secara istiqra’i, serta ‘illat dan hikmah hukum yang menjadi sebab diturunkan sebagian besar

hukum syar’i oleh Syāri’ (Allah)113

k. Menurut Satria Efendi, maqāṣid asy-syarī’ah berarti “tujuan Allah dan

Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam”114

l. Menurut Abdul Ghafur Anshori dan Yulkarnain Harahap, tujuan hukum Islam (maqāṣid asy-syarī’ah) adalah “untuk kemaslahatan dan

kepentingan serta kebagiaan manusia (sebagai individu dan sebagai masyarakat) seluruhnya, baik kebahagiaan di dunia ini, maupun kebahagiaan di akhirat kelak” 115

m. Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman menjelaskan “Syāri’ dalam

menciptakan syari’at (undang-undang) bukanlah serampangan, tanpa arah, melainkan bertujuan untuk merealisir kemaslahatan umum, memberikan kemamfaatan dan menghindarkan kemafsadan bagi umat manusia”116

Menarik untuk disimak penjelasan Hasbi aṣ-Ṣiddieqiy berikut ini:

“Syara’tidak menciptakan hukum-hukumnya secara kebetulan saja. Syara’ bermaksud dengan hukum-hukum itu untuk mewujudkan maksud-maksud umum. Sebenarnya tidak dapat kita memahami nas-nas secara hakikatnya terkecuali jika kita mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’ dari menciptakan nas-nas itu. Haruslah diingat bahwa petunjuk-petunjuk lafad dan ibarat-ibaratnya kepada makna yang terkadang-kadang menerima

113 Manna’ al-Qaṭṭan. Muawwiqat Taṭbiq al-Syarī’at al-Islāmiyah, (Qāhirah: Maktabah Wahbah, 1991), h. 81-82.

114 Satria Effendi. uṣul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 233

115Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab. Hukum Islam, Dinamika dan

Perkembangannya di Indonesia, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008), h. 31.

116 Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman. Dasar-dasar Pembinaan Fiqh Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1986), h. 333.

57

lebih dari satu makna. Yang mentarjih salah satu makna itu, ialah dengan mengetahui maksud syara”.

Kerapkali juga nas-nas itu sama lain bertentangan. Tak ada yang menghilangkan pertentangan itu dan yang dapat mengkompromikan antar keduanya selain dari mengetahui apa yang dimaksud oleh syara’ dari nas-nas itu.

Karena itu, wajiblah atas tiap-tiap pembahas hukum-hukum Islam mengetahui lebih dahulu maksud-maksud syara’ menetapkan hukum, sebagaimana dia harus mengetahui peristiwa-peristiwa yang menyebabkan diturunkan nas-nas Alquran atau dasar Nabi mengeluarkan sabdanya, untuk membantu dalam memahami nash”117

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan, antara lain; a. Maqāṣid dapat diartikan tujuan, hikmah, nilai-nilai, atau

rahasia-rahasia dari hukum baik secara umum atau khusus, tersurat atau tersirat, diketahui atau tidak diketahui oleh manusia (mukallaf) atau para mujtahid.

b. Maqāṣid dari suatu hukum ditetapkan oleh Syāri’, bahkan sebagiannya hanya diketahui oleh-Nya dan tetap menjadi rahasia-Nya.

c. Maqāṣid asy-syarī’ah Berisikan berupa perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga, jamaah, dan umat.

d. Maqāṣid juga dapat diartikan bahwa tujuan Syāri’ dalam pembuatan hukumnya ialah mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan primer (ḍarūriyāt), kebutuhan sekunder (hājiyyāt), dan kebutuhan tersier (taḥsīniyyāt).

e. Syari’at dalam konteks ini telah berubah dari pengertiannya yang umum kepada pengertian khusus, berupa hukum-hukum yang

58

disyari’atkan Allah bagi manusia118, seperti hukum-hukum dalam ibadah dan mu’amalah.

f. Maqāṣid asy-syarī’ah seluruhnya ditujukan untuk kemaslahatan umat manusia, baik secara individual maupun kolektif, atau kemaslahataan hamba Allah lainnya.

g. Kemaslahatan tersebut dapat berupa kemaslahatan duniawi atau ukhrawi.119