• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Pengertian.Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang dalam sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka yang sebagian besar interaksinya adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial.

Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Secara abstrak, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk

mengacu pada sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan mata pencaharian utamanya. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan berbagai tipe masyarakat, seperti masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocok tanam, dan masyarakat agrikultural intensif (masyarakat peradaban). Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya:

berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara. Untuk menganalisis secara ilmiah tentang

proses terbentuknya masyarakat sekaligus masalah-masalah yang ada sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memerlukan beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisis proses terbentuk dan tergesernya masyarakat dan kebudayaan, serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial (social dynamic). Konsep-konsep penting tersebut antara lain:

a. Internalisasi (internalization)

b. Sosialisasi (socialization)

c. Enkulturasi (enculturation).

E. Defenisi Partisipasi Masyarakat

Menurut Slamet (dalam Suryono 2001:124) partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan dan ikut menikmati hasil-hasil pembangunan.

Sedangkan Menurut Josef Riwu Kaho (1988:123) mengatakan bahwa Partisipasi masyarakat merupakan: kegiatan warganegara yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah yang merupakan pemenuhan terhadap etika politik yang sedang berlangsung dan merupakan bagian dari bentuk demokrasi. Partisipasi masyarakat yang tinggi akan berpengaruh terhadap suatu program pembangunan. Hal ini dimungkinkan karena pembangunan bukan saja ditentukan segalanya oleh penyelenggara pembangunan, tetapi partisipasi masyarakat juga turut memberikan andil dalam tercapai atau tidaknya suatu program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya.

Dengan adanya partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun untuk itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara terarah dan serasi terhadap kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan berjalan secara efektif dan efisien.

1. Strategi pemerintah daerah dalam upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa

a. Perencanaan

Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 2003, hal. 88)

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembangunan, karena demi suksesnya pembangunan dan pencapaian hasil yang baik membutuhkan perencanaan yang matang untuk mendukung keberhasilan tersebut. Partisipasi masyarakat melalui perwakilammya dalam hal perencanaan diwujudkan dalam sebuah forum seperti rapat/musyawarah yang membahas tentang rencana atau program-program yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan.

b. Pelaksanaan

Partisipasi ini diwujudkan dalam setiap kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di desa, seluruh masyarakat hendaknya dilibatkan dalam setiap agenda pembangunan yang dilaksanakan di desanya tanpa kecuali,evaluasi pelaksanaan pembangunan maupun dalam kegiatan pekerjaan perbaikan hasil dari pembangunantersebut.

Pembangunan yang dimaksud disini mencakup pembangunan fisik desa tersebut. Pembangunan fisik disini berupa pembangunan fasilitasfasilitas maupun sarana dan prasarana yang ada di desa.

c. Pengawasan

Pengawasan ialah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007, hal.

112).

Kegiatan pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Di dalam pembangunan desa, kegiatan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh Kepala Desa dan perangkat desa sebagai pemerintah desa, tetapi juga dilakukan oleh seluruh masyarakat desa selaku pelaksana pembangunan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam jenisjenis dalam partisipasi masyarakat secara umum ada 3 (tiga) macam yaitu (1) partisipasi masyarakat pada perencanaan program, adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan program. Contoh kegiatan pada pertemuan masyarakat, musawarah desa, dll. (2) Partisipasi masyarakat pada pelaksanaan program adalah keikutsertaan masyarakat pada penerapan atau pelaksanaan program. Contoh kegiatan yaitu partisipasi uang, tenaga,maupun pikirian. (3) Partisipasi masyarakat pada evaluasi, adalah keikutsertaan masyarakat dalam menilai dan mengawasi kegiatan.

F. Kerangka Berfikir

Strategi pemerintah desa dalam partisipasi masyarakat merupakan sebuah konsep baik untuk menjadikan wadah pedesaan yang lebih baik terutama dalam

pembangunan desa dan lain lainnya. Dalam meningkatnya partisipasi masyarakat dapat memberikan kepuasaan tersendiri karena salah satunya di bidang pembangunan, sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan dan ikut menikmati hasil-hasil pembangunan.

Untuk lebih jelasnya peneliti memberikan kerangka berfikir yang dapat di lihat dari bagian berikut

Strategi Pemerintah Desa Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat

Perencanaan (Program)

Pelaksanaan (Implementasi)

Pengawasan (Evaluasi)

Tercapainya Strategi Pemerintah Desa Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat Di Desa Tarowang Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

G. Deskripsi Fokus Penelitian

Deskripsi fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data sehingga tidak terjadi kesalahan terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan pemahaman dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan memberikan penjelasan mengenai maksud dan deskripsi fokus penelitian terhadap penulis karya ilmiah ini.

Deskripsi fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka berfikir.

Deskripsi fokus penelitian ini mengacu pada teoriSiagian, SP. (2007), yaknisebagai berikut:

a) Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan (Siagian, 2003, hal. 88) b) Pelaksanaan merupakan partisipasi ini diwujudkan dalam setiap kegiatan

pembangunan yang dilaksanakan di desa, seluruh masyarakat hendaknya dilibatkan dalam setiap agenda pembangunan yang dilaksanakan di desanya tanpa kecuali, evaluasi pelaksanaan pembangunan maupun dalam kegiatan pekerjaan perbaikan hasil dari pembangunan tersebut. Pembangunan yang dimaksud disini mencakup pembangunan fisik desa tersebut. Pembangunan fisik disini berupa pembangunan fasilitasfasilitas maupun sarana dan prasarana yang ada di desa.

c) Pengawasan ialah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007, hal.

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Objek Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Tarowang Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto dan yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kepala Desa dan para perangkat Desa Tarowang Kecematan Tarowang Kabupaten Jeneponto.

B. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian Dalam suatu penelitian biasanya menggunakan jenis penelitian tertentu yang dianggap paling sesuai oleh peneliti sehingga untuk mengklasifikasikan suatu penelitian menjadi lebih mudah.Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

C. Sumber Data

Adapun data yang diperlukandalampenelitianiniantara lain:

1. Data Primer

Data primer adalahsumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa data primer merupakan data utama yang didapatkan langsung dari apa yang diteliti.

Adapun data primer dalam penelitian ini yaitu melakukan kosiuner/wawancara dengan tujuan untuk memeperoleh data dari responden dimana yaitu Kepala Desa, Perangkat Desa dan Masyarakat.

2. Data sekunder

Data Sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya peneliti harus melalui orang lain atau mencari melalui dokumen data itu diperoleh dengan mengguanakan literatur yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah penelitian yang dihasilkan dari hasil objek yang mendukung data primer yaitu Perangkat Desa Tarowang Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Alat istrumen dalam pengumpulan data yang harus betul-betul direncanakan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan data empiris sebagaimana adanya sebab penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan instrument agar data tersebut dapat menjawab pertanyaan.Penulis menggunakan beberapa teknik pedoman observasi, wawancara dan angket.

1. Pedoman Observasi

Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja, sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi diartikan sebagai usaha mengamati fenomena fenomena yang akan di selidiki baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung dengan mengfungsikan secara latin dari pengamatan untuk mendapatkan informasi dan data akan diperlukan tanpa bantuan dan alat lain. Sedangkan Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat

berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki, misalnya peristiwa tersebut di amatimelalui film, rangkaian slide, atau rangkaian photo.

Dalam menggunakan teknik observasi baik langsung maupun tidak langsung diharapkan mengfungsikan setiap alat indra untuk mendapatkan data yang lengkap.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan proses interaksi antara responden untuk menemukan informasi atau keterngan dengan cara langsung, bertatap muka dan bercakap-cakap secara lisan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan yang menghubungkan dengan informasi yang diperlukan dengan jarak yang dibutuhkan secara lisan pula, memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya Jawab sambil bertatap muka antara sipenanya dan atau pewawancara dengan sipengaruh atau responden yang menggunakan alat panduan wawancara.

3. Catatan Dokumentasi

Dokumentasi yaitu, peninggalan tertulis dalam berbagai kegiatan atau kejadian yang dari segi waktu relative, belumterlau lama dan teknik pengumpulan data dengan hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen agenda dan sebagainya. Dalam hal ini penulis menggunakan catatan dokumentasi untuk memperkuat hipotesa agar hasil penelitian yang lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun Fokus Penelitian Dari paparan di atas dan berdasarkan masalah yang diteliti serta tujuan penelitian maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini yakni Strategi Pemerintah Desa Dalam Dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

Riset lapangan, yaitu cara penghitungan data dengan penulis langsung turun ke lapangan. Dalam hal ini di Desa Tarowang Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto guna mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan proposal ini. Oleh karena itu data yang dikumpulkan ini bersifat empiris. Kemudian dalam penelitian lapangan ini penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.

2. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal yaitu semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.

3. Dokumentasi adalah mencatat semua data secara langsung dari referensi yang membahas tentang objekpenelitian.

F. Teknik Analisis Data

Pada tahapan ini data yang telah dikumpulkan baik melalui penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, terlebih dahulu diolah kemudian dianalisis. Dalam pengolahan analisis data ini, dipergunakan beberapa metode, yaitu:

Metode Induktif, yaitu suatu metode penulisan yang berdasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus dan hasil analisa tersebut dapat dipakai sebagai kesimpulan yang bersifat umum.

27 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai daerah penelitian, penulis kemudian memberikan gambaran umum daerah penelitian, dimana sangat memberikan andil dalam pelaksanaan penelitian ini terutama pada saat pengambilan data, dalam hal ini untuk menentukan teknik pengambilan data yang digunakan terhadap suatu masalah yang diteliti. Di sisi lain pentingnya mengetahui daerah penelitian, agar dalam pengambilan data dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dengan mengetahui situasi baik dari segi kondisi wilayah, jarak tempuh dan karakteristik masyarakat dan kondisi pemerintahan daerah sebagai objek penelitian.

Kabupaten Jeneponto dengan ibu kota Bontosunggu sebagai salah satu sentra produksi garam di Sulawesi Selatan, terletak 91 Km di sebelah selatan Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) dengan luas wilayah 749,79 Km2 atau 74.979 Ha, yang secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan dan 113 Desa/Kelurahan. Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores.

Kabupaten Jeneponto dengan letak geografis 5º23‟12” - 5º42‟1,2” Lintang Selatan (LS) dan 119º29‟12” - 119º56‟44,9” Bujur Timur (BT) dengan posisi

strategis dan aksebilitas yang tinggi, sehingga memiliki peluang pengembangan ekonomi melalui keterkaitan wilayah khususnya keterkaitan dengan daerah yang mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Jeneponto

Secara administratif Kabupaten Jeneponto terbagi atas 11 (sebelas) Kecamatan yang terdiri dari 31 (tiga puluh satu) kelurahan dan 82 (delapan puluh dua) desa. Kecamatan Bangkala Barat merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Jeneponto yakni 152,96 km2 atau 20,40% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Arungkeke dengan luas 29,91 km2 atau 3,99% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto.

Sedangkan desa/kelurahan terluas adalah Desa Beroanging Kecamatan Bangkala Barat dengan luas 44 km2 dan desa/kelurahan luas wilayah terkecil adalah Desa Pa‟rasangang Beru Kecamatan Turatea dengan luas 1,57 km2.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Jeneponto Berdasarkan Kecamatan

Sumber Data : BPS Kabupaten Jeneponto 2020 1. Letak dan Kondisi Geografis

Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu dari 24 (dua puluh empat) daerah kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomis terletak antara 5°23‟12” - 5°42‟1,2” Lintang Selatan (LS) dan 119°29‟12” - 119° 56‟ 44,9” Bujur Timur (BT).

Dilihat dari bentang alamnya secara makro, Kabupaten Jeneponto memiliki posisi geostrategis, dimana :

a. Kabupaten Jeneponto memiliki morfologi wilayah yang komplit, meliputi bagian utara terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang membentang dari barat ke timur dengan ketinggian 500 sampai dengan 1.400 meter diatas permukaan laut, bagian tengah meliputi wilayah-wilayah dataran rendah dengan ketinggian 100 sampai dengan 500

meter diatas permukaan laut dan bagian selatan meliputi wilayah-wilayah dataran rendah & Pesisir dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter di atas permukan laut. Hal ini dapat mengundang tumbuhnya investasi berbasis potensi wilayah pada masingmasing zona.

b. Kabupaten Jeneponto terletak di Ujung Selatan Jazirah Pulau Sulawesi (Tumit dari Kaki Pulau Sulawesi) yang berhubungan langsung dengan Laut Flores yang merupakan salah satu jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dengan panjang pantai 114 kilometer yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke Samudera Hindia, dan sebaliknya, sehingga sangat memungkinkan dibangun pelabuhan untuk menopang pelabuhan induk di Makassar jika terjadi kepadatan, pengembangan industri berbasis pantai, kelautan dan perikanan serta pengembangan pariwisata maritim.

c. Kabupaten Jeneponto berada pada posisi pertengahan jalur lalu lintas angkutan moda transportasi darat untuk orang dan barang antar wilayah selatan Sulawesi Selatan dan berjarak 91 km dari pusat ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini sangat memungkinkan tumbuhnya pengembangan destinasi wisata alternatif yang dapat dipaketkan dengan destinasi wisata yang sudah terkenal di kabupaten lain di wilayah selatan.

2. Tipe Iklim dan Curah Hujan

Kabupaten Jeneponto memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara Bulan November sampai Bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi antara Bulan Mei sampai dengan Bulan Oktober. Kabupaten Jeneponto beriklim tropis dengan type iklim D3, E4 dan C2. Dengan rincian sebagai berikut: (1) Tipe iklim D3 dan E4 meliputi seluruh wilayah kecamatan, kecuali wilayah kecamatan Kelara bagian utara. Tipe iklim ini mempunyai bulan kering secara keseluruhan 5-6 bulan sedang bulan basah berkisar 1-3 bulan. (2) Tipe iklim C2, yaitu tipe iklim yang memiliki bulan basah 5-6 bulan dan bulan lembab 2-4 bulan.

Tipe iklim ini dijumpai dengan ketingggian 700-1727 meter dpl yaitu pada wilayah Kecamatan Kelara dan Rumbia. Jumlah rata – rata curah hujan pertahun di Kabupaten Jeneponto selama 5 (lima) tahun terakhir mencapai 1.535 mm dengan rata – rata hari hujan 92 hari. Curah hujan tertinggi jatuh pada bulan Januari dan Februari sedang curah hujan terendah yakni pada bulan Juli, Agustus, dan September.

Iklim (pola distribusi dan jumlah curah hujan tahunan) Kabupaten Jeneponto tergolong kering dihampir semua kecamatan, selain Kecamatan Rumbia, Kelara dan sebagian Kecamatan Bangkala, yang tergolong agak basah. Kondisi iklim seperti ini mengindikasikan bahwa produktifitas berbagai jenis komoditas pertanian di Kabupaten Jeneponto akan menghadapi potensi kekurangan air. Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat hujan tersebut, maka type iklim Kabupaten

Jeneponto termasuk type iklim agak basah sampai kering. Terdapat 2 type iklim di Kabupaten Jeneponto berdasarkan klasifikasi iklim oleh Oldeman yakni Type iklim D3 berkisar 3 sampai 4 bulan basah dan 5 sampai 6 bulan kering. Sedangkan type iklim C2 berkisar 5 sampai 6 bulan basah dan 2 sampai 4 bulan kering.

Dimana pada stasiun Loka, Malakaji dan Beseloro termasuk iklim agar basah sedangkan pada stasiun Allu, Balangloe, Jeneponto, dan Takalar termasuk tipe iklim agak kering sampai kering.

Adapun Kondisi curah hujan wilayah ini yang diwakili oleh data dari 7 stasiun pencatat hujan yaitu, Allu, Balangloe, Jeneponto, Bisoloro, Loka, Malakaji dan Takalar adalah curah hujan 2086 mm/tahun sekitar 41,51%, sedangkan curah hujan 2615 mm/tahun dengan luasan paling sedikit, hanya sekitar 3,05% dari luas total wilayah Kabupaten Jeneponto

3. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan pada wilayah Kabupaten Jeneponto berdasarkan hasil analisis spasial tahun 2018 terdiri dari danau, hutan bakau/mangrove, hutan rawa/gambut, hutan rimba, padang rumput, pasir, perkebunan, permukiman dan tempat kegiatan, rawa, sawah, sawah tadah hujan, semak belukar, sungai, tambak, tanah gosong/gundul, tegalan/ladang, dan tubuh air. Peta penggunaan lahan eksisting di wilayah Kabupaten Jeneponto, Jenis penggunaan lahan dengan persentase luas terbesar di wilayah Kabupaten Jeneponto berupa tegalan/ladang sekitar 46,73% dari luas total wilayah kabupaten.

Jenis penggunaan lahan terbesar kedua adalah sawah seluas 30,70.

Areal permukiman dengan lahan pekarangan yang dimiliki, umumnya ditanami dengan tanaman pekarangan seperti mangga, srikaya, dan kelapa, sedangkan areal yang teridentifikasi sebagai lahan semak belukar/alang-alang, banyak dimanfaatkan untuk pertanaman jagung, terutama dimusim hujan. Untuk lahan kebun dan lahan kering lainnya, komoditas utama yang banyak dijumpai adalah jambu mete, mangga, atau ditumbuhi dengan tanaman lontar ( Borassus flabellifer L.).

Secara administratif, areal sawah menyebar di semua kecamatan, dengan proporsi terbesar berada di Kecamatan Binamu, yakni 3.180 ha atau sekitar 13% dari luas total sawah irigasi yang ada di kabupaten Jeneponto.

Sedangkan Kecamatan Kelara memiliki luas areal sawah irigasi dengan proporsi terkecil, yakni 522.85 ha atau sekitar 2.15%.

Tabel 4.2 Luas Setiap Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Jeneponto

Sumber Data: Fakta & Analisa Revisi RTRW Kab. Jeneponto 2018

4. Potensi Pengembangan Wilayah

Pengembangan Wilayah Kabupaten Jeneponto diarahkan dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jeneponto.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kabupaten Jeneponto termasuk dalam tahapan pengembangan baru untuk Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Pusat Pertumbuhan Nasional dengan Kategori Pengembangan/Peningkatan fungsi. Sementara itu dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi, posisi Kabupaten Jeneponto baik dalam kebijakan struktur maupun pola ruang adalah sebagai berikut :

a) Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Pulau Sulawesi dimana Jeneponto termasuk di dalamnya dengan mendorong pengembangan kotakota sebagai pusat pelayanan sekunder;

b) Pembangunan jaringan Jalan dengan prioritas sedang yang menghubungka kota-kota Makassar–Sungguminasa–Takalar–

Jeneponto Bantaeng Bulukumba;

c) Pelabuhan Regional di Jeneponto dengan prioritas sedang;

d) Pembangunan bendungan-bendungan baru dan embung-embung besar dengan prioritas tinggi : Kelara-Kareloe di Kabupaten Jeneponto ; e) Pengembangan Kawasan Agropolitan;

Demikian pula dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sulawesi Selatan, menempatkan Kabupaten Jeneponto sebagai daerah yang strategis sebagai penyangga pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jeneponto Tahun 2011-2031 yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 01 Tahun 2012, telah dirumuskan rencana pengembangan wilayah Kabupaten Jeneponto untuk 20 tahun ke depan. Rencana pengembangan wilayah dimaksud dituangkan dalam bentuk rencana struktur ruang, rencana pola ruang, rencana kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang dan arahan pengendalian ruang.

Rencana struktur ruang Kabupaten Jeneponto terdiri dari pusat-pusat kegiatan, sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana lainnya. Sedangkan rencana pola ruang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.

5. Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan pembangunan non fisik suatu daerah yang direpresentasikan oleh tiga dimensi, yakni umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kualitas hidup yang layak. Dengan pengukuran IPM ini, setidaknya ada 3 manfaat yang diperoleh, diantaranya adalah: IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia

IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan pembangunan non fisik suatu daerah yang direpresentasikan oleh tiga dimensi, yakni umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kualitas hidup yang layak. Dengan pengukuran IPM ini, setidaknya ada 3 manfaat yang diperoleh, diantaranya adalah: IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia

Dokumen terkait