D. Metode Pembelajaran
1. Pengertian Metode Pembelajaran
(Sugihartono, 2007: 81). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah metode pembelajaran yang dilakukan untuk anak merupakan suatu cara yang digunakan dalam kegiatan belajar anak untuk mendapatkan suatu hasil dalam pencapaian perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan agar perkembangan anak dapat sesuai dengan kurikulum yang digunakan untuk mengukur pencapaian perkembangan anak.
Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan. Tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki kemampuan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode harus menunjang pencapaian tersebut. Jadi menggunakan metode pembelajaran perlu dibuat untuk dapat menunjang anak belajar dan membantu proses belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun macam-macam metode pembelajaran menurut Conny Semiawan (1992: 76-87) ada tiga yaitu yang pertama adalah metode diskusi. Metode diskusi ialah suatu cara penyampaian pelajaran melalui sarana pertukaran pikiran untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Metode yang kedua adalah metode karyawisata. Metode karyawisata ialah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan membawa siswa langsung, kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas. Ketiga adalah metode bermain peran. Unsur yang menonjol dalam bermain peran adalah unsur hubungan sosial.
Pernyataan Conny Semiawan mengenai metode pembelajaran hampir sama dengan metode pembelajaran Sugihartono (2007: 81) tentang berbagai metode
pembelajaran yang dapat dipilih oleh pendidik. Hanya saja metode pembelajaran milik Sugihartono lebih banyak macamnya yaitu:
1. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode penyampaian materi dari guru kepada siswa dengan cara guru menyampaikan materi melalui bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal. Metode ceramah murni cenderung pada bentuk komunikasi satu arah. Dalam hal ini anak adalah sebagai penerima materi dan guru sebagai sumber belajar.
2. Metode latihan
Metode latihan merupakan metode penyampaian materi melalui upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu. Melalui penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan anak dapat menyerap materi secara optimal.
3. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik. Metode ini bertujuan untuk memotivasi anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran atau guru mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab.
4. Metode karyawisata
Metode karyawisata merupakan metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik langsung ke objek di luar kelas atau di
5. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkaitan dengan bahan pelajaran.
6. Metode sosiodrama
Metode sosiodrama merupakan metode pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial. Anak mendramatisasikan atau mengekspresikan sesuatu yang dihayati.
7. Metode bermain peran
Metode bermain peran merupakan metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau benda mati.
8. Metode diskusi
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta memecahkan masalah secara kelompok. 9. Metode pemberian tugas dan resitasi
Metode pemberian tugas dan resitasi merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa.
10. Metode eksperimen
Metode eksperimen merupakan metode pembelajaran dalam bentuk pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan suatu proses atau
11. Metode proyek
Metode proyek merupakan metode pembelajaran berupa penyajian kepada siswa materi pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang relevan sehingga diperoleh pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.
Berdasarkan beberapa metode di atas guru hendaknya memilih metoode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat dicapai. Melalui metode bermain peran, anak dapat menempatkan dia seperti orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling menolong, mau bermain bersama, dan menghormati sesama makhluk hidup. 2. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah suatu metode untuk menyelidiki isu-isu yang terdapat dalam situasi sosial kompleks (Muhammad Yaumi, 2012: 116). Slamet Suyanto (2005: 84) berpendapat bahwa bermain peran pada dasarnya adalah bermain dengan mengkhayal, seperti anak mengkhayalkan dirinya sebagai pilot dengan menggunakan kursi sebagai pesawat yang dikemudikannya, anak mengkhayal dirinya sebagai dokter yang sedang memeriksa pasiennya dan sebagainya. Manfaat yang bisa dipetik oleh anak dari kegiatan bermain peran adalah membantu penyesuaian diri anak dalam menghadapi kehidupannya kelak. Hal ini selaras dengan pernyataan Sofia Hartati (2005: 89) bahwa bermain peran adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau
tertentu, dan binatang tertentu, yang dalam dunia nyata tidak dilakukan. Anak akan berpura-pura menjadi seseorang, binatang atau sesuatu yang dapat ia tiru.
Di samping itu, kegiatan bermain peran akan memberikan kesenangan yang dapat memuaskan dirinya baik yang dilakukan atas usahanya sendiri maupun menjadi pengikut dari aturan yang ditetapkan temannya. Dengan demikian kegiatan bermain peran akan merangsang lebih lanjut kemampuan anak dalam berbahasanya. Dengan sendirinya juga akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan kreatifitas anak. Kegiatan bermain peran memiliki beberapa kelebihan (Winda Gunarti dkk., 2008: 10.17) yaitu melibatkan anak secara aktif dalam suatu pembelajaran. Anak juga akan memperoleh umpan balik yang cepat/segera. Kegiatan bermain peran juga dapat menarik minat dan antusias anak yang mendukung anak untuk berpikir kritis dan analisis serta anak dapat mempraktikkan keterampilan berkomunikasi.
Kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak pada dasarnya mencerminkan tingkat perkembangan mereka (Sofia Hartati, 2005: 92). Sejalan dengan kognitif anak, Piaget mengungkapkan tahapan bermain sebagai berikut:
1. Sensori Motor Play(± ¾ bulan – ½ tahun)
Sebelum 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan anak semata-mata merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperolehnya.
2. Symbolic atau Make Believe Play(±2-7 tahun)
dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda lain.
3. Social Play Games with Rules(±8 tahun – 11 tahun)
Dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat obyektif. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.
4. Games With Rules & Sports(11 tahun ke atas)
Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kasti atau kartu.
Dari tahapan bermain di atas dapat dilihat bahwa kelompok bermain terdapat pada tahapan bermain simbolik atau bermain peran. Anak usia dini lebih menikmati kegiatan bermain yang dapat diperankan seperti tokoh-tokoh atau pengalaman yang pernah anak lihat atau alami. Kegiatan bermain peran hampir sama dengan metode sosiodrama (Winda Gunarti dkk., (2008: 10.18). Sosiodrama dan bermain peran sama-sama menempatkan anak sebagai pemain, namun apabila tema atau jalan cerita pada bermain peran dapat bersifat umum/luas, atau bahkan bersifat imajinatif, sedangkan pada sosiodrama jalan cerita mengandung konflik sosial yang terselesaikan di akhir cerita. Sosiodrama mempersyaratkan adanya kerja sama yang sinergis, memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi sehingga sesuai untuk anak usia 4-5 tahun (bermain bekerja sama), sedangkan bermain
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan kegiatan yang dilakukan dengan anak memerankan sesuatu atau seseorang baik itu benda hidup maupun benda mati, yang dalam kegiatannya mengembagkan daya khayal dan imajinatif. Bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran untuk anak usia dini yang biasa dilakukan anak dalam kelompok banyak. Melalui kegiatan ini anak dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan seperti kogmitif, sosial emosional, motorik, nilai agama dan moral serta bahasa. Selaras dengan pendapat Winda Gunarti dkk., (2008: 10.9) bahwa metode bermain peran ini dikategorikan sebagai metode belajar yang berumpun kepada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret, dan dapat diamati. 3. Metode Bermain Peran dalam Mengembangkan Moral
Slamet Suyanto (2005: 126) menyatakan bahwa bermain peran sangat baik untuk mengembangkan kemampuan bahasa, komunikasi, dan memahami peran- peran masyarakat. Sama halnya dengan pendapat Harun Rasyid, Mansyur, Suratno (2012: 85) bahwa bermain peran dapat mengembangkan kemampuan daya imajinatif anak, dan berbagai ekspresi psikologis mereka. Mengenai manfaat metode bermain peran,Fledmanmengatakan:
“in the dramatic play area children have the opportunity to role-play real-life situations, release emotions, practice lenguage, develop social skills, and express themselves creatively.” Fliedman, J.R. (Winda Gunarti, dkk, 2008: 10.10- 10.11)
Fledman berpendapat bahwa di dalam area drama, anak-anak memiliki kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupan yang sebenarnya, melepaskan emosi, mempraktikkan kemampuan berbahasa, membangun keterampilan sosial dan mengekspresikan diri dengan kreatif. Bermain peran dapat menjadi sarana belajar anak dalam kegiatan belajar.
Melalui kegiatan bermain peran, anak dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan diri anak. Hal ini selaras dengan pendapat Harun Rasyid, Mansyur, Suratno (2012: 85) bahwa bermain peran ialah model bermain yang mengarah pada pembentukan kemampuan diri untuk hidup mandiri, memilih sendiri dan berbuat atas kemauan diri sendiri.
Pembelajaran bermain peran bukan hanya menjadi kegiatan belajar yang mengembangkan imajinasi anak untuk bersosialisasi. Bermain peran juga dapat mengembangkan kemampuan diri anak dalam berbagai hal. Menurut Winda Gunartidkk., (2008: 10.37) bermain peran dapat juga mengembangkan hal-hal seperti perkembangan bahasa, seni, fisik, dan moral-agama. Pada perkembangan bahasa bermain peran, anak berlatih menggunakan bahasa ekspresif (berbicara) dan bahasa reseptif (mendengarkan), berkomunikasi dan berbicara lancar, mengenal kosa kata, mendukung kesiapan membaca (dengan huruf, simbol dan angka yang terdapat pada mainan, buku, gambar, lagu yang digunakan). Perkembangan yang kedua yaitu perkembangan seni. Dalam kegiatan bermain peran, terdapat nyanyian-nyanyian, musik latar, rekaman dan bunyi dari alatmusik
perkembangan motorik kasar, misalnya anak harus melompat, berlari, berputar dan motorik halus, misalnya mengancingkan baju boneka, memasang sesuatu, membedong boneka bayi. Perkembangan yang keempat yaitu Moral-agama. Moral dan agama merupakan nilai-nilai dan pesan yang tercermin dalam kegiatan bermain peran. Misalnya, saling menyayangi antarsesama makhluk Tuhan, berbakti kepada orang tua, dan bersikap jujur.
Slamet Suyanto (2005: 126) menyatakan bahwa bermain drama melatih anak mengekspresikan diri dan memerankan orang lain. Vygotsky (Winda Gunarti, dkk., 2008: 10.11) bermain peran juga mendukung munculnya dua kemampuan penting, yaitu kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda serta kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel.
Manfaat penggunaan metode bermain peran dalam penelitian ini adalah Anak dapat mempraktikkan kegiatan baik dan yang boleh dilakukan dalam bermasyarakat dari pengalaman yang sudah dilalui anak melalui kegiatan bermain pura-pura.Anak dapat menganalisa bagaimana perilaku yang mereka lakukan apakah itu baik atau tidak dan benar atau salah. Melalui kegiatan ini anak dapat memahami bagaimana anak menaati aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat.