• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1.1 Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang berbeda - beda mengenai pajak, namun dari berbagai definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama.

Menurut Suandy (2005 : 9), pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak atau oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma – norma

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluaran umum.

Sedangkan menurut Resmi, (2008 : 1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan kepada kas negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Selanjutnya definisi pajak menurut Mardismo (2008 : 1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari beberpa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar kepada pemerintah guna membiayai pembangunan demi kepentingan dan kesejahteraan umum sesuai dengan peraturan perpajakan yang telah ditetapkan pemerintah.

2.2.1.2.Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak menurut Resmi (2008 : 3), yaitu sebagai berikut : 1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan maka pemerintah memasukkan uang sebanyak - banyaknya untuk kas negara.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

2. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

2.2.1.3.Syar at – Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2008 : 2), syarat agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan, maka pemungutan pajak harus memenuhi : 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang – undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing. Sedang adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi WP untuk mengajukan keberatan dan penundaan dalam pembayaran. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan UU (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh UU perpajakan yang baru.

Contoh :

a. Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

c. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).

2.2.1.4.Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak

Teori pemungutan pajak ini diharapkan membawa suatu kesadaran akan pentingnya pemungutan pajak, pajak bukan lagi menjadi beban melainkan menjadi kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak menurut Mardiasmo (2008 : 3), yaitu :

1. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak – hak rakyat. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

2. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing – masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, maka semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing – masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu : • Unsur Obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau

kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

• Unsur Subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, masyarakat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat adanya pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian seluruh masyarakat lebih diutamakan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

2.2.1.5.Pengelompokan atau Pembagian Pajak

Menurut Mardiasmo (2008: 5), pengelompokan pajak dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Menur ut golongannya :

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menur ut sifatnya :

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menur ut lembaga pemungutannya :

a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh :

• Pajak propinsi, seperti : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor. • Pajak kabupaten / kota, seperti : pajak hotel, pajak restoran,

pajak hiburan, pajak reklame dan pajak perencanaan jalan.

2.2.1.6.Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2008: 7), dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu :

1. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak, Ciri – cirinya :

• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus,

• Wajib Pajak bersifat pasif,

• Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri – cirinya :

• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

• Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

• Fiskus tidak ikut dan hanya mengawasi. 3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan Wajib Pajak yang bersangkuatan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri – cirinya :

• Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.2.1.7.Penetapan Tarif Pajak

Menurut Suandy (2005 : 69), ada empat tarif pajak, yaitu : 1. Tarif Tetap

Adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda atau berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap.

2. Tarif Proporsional atau Sebanding

Adalah tarif pajak yang merupakan presentase yang tetap, tetapi jumlah pajak yang teruang akan berubah secara proposiaonal atau sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya.

3. Tarif Progresif

Adalah tarif pajak yang merupakan persentase semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

4. Tarif Degresif

Adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.

Dokumen terkait