• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pola Asuh Orangtua Otoriter

1. Pengertian pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter dapat dimaknai sebagai pola asuh yang pemegang peranannya adalah orang tua, semua kekuasaan ada pada orang tua, semua keaktifan anak ditentukan olehnya (dalam Aprimaryanti, 2004). Anak sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat, anak dianggap sebagai anak kecil terus-menerus, anak tidak pernah dapat perhatian yang layak sehingga semua keinginan dan cita-citanya tidak mendapatkan perhatian.

Menurut Stewart dan Koch yang dikutip oleh Tarsis orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai sikap sebagai berikut: kaku, tegas, suka menghukum, kurang adanya kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, dan mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak

Menurut Citroboto (1980,72) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan sikap otoriter adalah sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa dan sikap paling benar sendiri. Sikap ini tersirat dalam cara mendidik yang selalu menggunakan teknik yang serba memerintah.

Pola asuh otoriter dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak, yang menuntut kepatuhan dan ketaatan anak terhadap aturan yang ditentukan oleh orang tua. Untuk mendapat kepatuhan ini orang tua menggunakan hukuman secara fisik terhadap anak apabila tidak mematuhi peraturan (Sukadji dan Badingah, 1994;26)

Arahan orangtua dan suasana psikologis dan sosial yang mewarnai rumah tangga sangat memengaruhi intensitas adaptasi dan perkembangan remaja.

a. Keluarga yang otoriter

Bouldwin (Al-Mighwar, 2006,198) berpendapat bahwa rumah tangga yang diktator (otoriter) merupakan rumah tangga yang di dalamnya tidak ada adaptasi artinya penuh konflik, pergumulan, dan perselisihan antara orang tua dan anak-anaknya. Padahal, anak sangat membutuhkan hubungan-hubungan social yang bagus, baik anggota keluarga atau dengan lingkungannya. Pada keluarga seperti ini, remaja merasakan bahwa kepentingandan hobby nya tidak dipedulikan, atau dianggap tidak penting. Manakala remaja berusaha menarik perhatian kedua orang tuanya, atau berusaha menghukum dirinya, ternyata sosok otoriterlah yang dihadapinya, bahkan terkadang sangsilah yang didapatinya. Karena orang tua nya tidak kunjung memerhatikan dan memahami dirinya, diapun bersikap acuh tak acuh terhadap keduanya, bahkan terhadap semua anggota keluarganya.

Sedikitnya terdapat dua sikap otoriter orangtua terhadap anaknya yaitu 1. Otoriter yang memang sudah ada sejak awal, dan orang tua tidak

punya rasa cinta kepada anak-anaknya, yang disebut Bouldwin sebagai otoriter permanen. Akibatnya anak cenderung bersikap radikal dan memberontak.

2. Otoriter yang tidak mau kompromi dengan segala keinginan anak-anaknya artinya orang tua bersikap masa bodo dan tidak mau bekerja sama dengan anak-anaknya. Akibatnya remaja berkeinginan kuat untuk bebas merdeka, meskipun tindakannya tidak seradikal yang pertama seperti menghabiskan waktunya diluar rumah untuk berkumpul dengan teman-teman nya yang dewasa

b. Ciri-ciri pola asuh otoriter

Menurut Hurlock (dalam Dayaksini, 1998;15) orang tua yang mempunyai sikap otoriter pada umumnya bercirikan:

a. Orang tua menetukan apa yang perlu diperbuat oleh anaknya tanpa memberikan penjelasan tentang alasannya

b. Apabila anak melanggar ketentuan yang sudah digariskan oleh orang tua, anak tidak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan dan penjelasan sebelum hukuman diterima anak

c. Pada umumnya hukuman berwujud hukuman fisik

d. Orang tua jarang atau tidak pernah memberikan hadiah baik yang berupa kata-kata maupun bentuk lain apabila anak berbuat sesuatu yang sesuai dengan harapan orang tua

Siagan (dalam Manarung, 1995;37) menambahkan bahwa cirri-ciri pola asuh orang tua otoriter adalah

1. Keluarga sebagai milik orang tua saja

Dalam hal ini, anak tidak diberi hak untuk membuat kebijakan atau, peraturan yang diterapkan didalam keluarga

2. Tujuan orang tua berarti tujuan keluarga

Dalam hal ini berarti semua keputusan anak harus sesuai dengan tujuan orang tua

3. Orang tua menganggap anak sebagai alat

Dalam hal ini anak harus siap apabila diberi tugas atau diberi perintah oleh orang tua

4. Orang tua tidak menerima krtitik atau pendapat anak

Maksudnya anak tidak diperkenankan untuk memberikan kritik dan saran dan pendapat kepada orang tua

5. Orang tua terlalu tergantung atas kekuatan formalnya

Orang tua merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari anak sehingga orang tua bebas melakukan segala sesuatu tanpa kompromi

6. Orang tua menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitiv

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pola asuh otoriter adalah perlakuan orang tua yang mendidik anak dengan selalu menentukan apa yang diperbuat anak tanpa memberikan penjelasan,

membuat peraturan yang harus dilaksanakan, membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan pendapat anak, tidak menerima kritik dari siapapun, memaksakan anak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya, dan apabila anak melanggar atau tidak memamtuhi peraturan atau tata nilai yang sudah ditetapkan maka anak akan mendapat hukuman. Orang tua merasa kedudukannya lebih tinggi dari anaknya sehingga bebas melakukan sesuatu tanpa kompromi. Bahkan orang tua menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif serta hukuman fisik. Anak juga tidak pernah diberi hadiah atau pujian apabila anak meakukan sesuatu hal yang sesuai dengan keinginan orang tua.

c. Komponen Pola Asuh Otoriter

Balson (1993;145) mengatakan bahwa pola asuh otoriter mempunyai lima komponen yaitu:

a. Pendidikan bersifat kaku

Dalam menerapkan pendidikan keluarga yang peraturan atau penerapan kebiasaan dalam keluarga orang tua seakan memiliki hak mutlak dan anak harus melaksanakan apa yang menjadi ketentuan-ketentuan dalam keluarga. Dimana ketentuan-ketentuan tersebut dibuat oleh orang tua tanpa melibatkan pemikiran dari anak-anaknya

b. Hukuman lebih banyak diberikan dari pada pujian

Dalam merespon tindakan anak orang tua cenderung memperhatikan kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan

yang terjadi dan kurang memperhatikan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh anak

c. Kontrol terhadap anak kaku

Penerapan kontrol terhadap anak sering kurang didasarkan pada anak pada kepentingan anak. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua tidak boleh dilakukan oleh anak. Orang tua senantiasa mengendalikan perilaku anaknya

d. Kurangnya saling pengertian

Pola asuh otoriter terdapat dua peran pengatur dan pelaku, orang tua sebagai pengatur kurang memperdulikan kondisi-kondisi serta kebiasaaan-kebiasaaan yang berlaku bagi anaknya. Dilain pihak anak sekedar melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang tuanya tanpa didasarkan pemahaman yang baik atas apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian sering terjadi perbedaan maksud dan tujuan dari sebuah proses perilaku

e. Kurangnya kesempatan anak mengeluarkan pendapat

Karena orang tua merasa memiliki otonomi mutlak atas diri anaknya maka didalam bertindak anak tidak mendapat kesempatan untuk memberikan pertimbangan. Akibat dari hal ini anak menjadi kurang bebas menyatakan sesuatu system dengan apa yang dipikirkan atau dikehendaki.

d. Indikator Pola Asuh Otoriter

Menurut Hurlock (1994;124) pola asuh terbagi menjadi beberapa indikator:

1. Peraturan dan hukuman

Peraturan dan hukuman ini dibuat dengan fungsi sebagai pedoman dalam melakukan penilaian terhadap tingkah laku anak

2. Hukuman

Diberikan bagi pelanggaran yang dilakukan atas peraturan dan hukuman

3. Hadiah

Diberikan untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku social yang baik

Dokumen terkait