• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AIR SUSU IBU DAN RADHA’AH

B. Konsep Umum Radha’ah Dalam Hukum Islam

3. Pengertian Radha’ah

Secara etimologi, ar-radha’ah atau ar-ridha’ah adalah sebuah istilah bagi isapan susu, baik isapan susu manusia maupun susu hewan. Dalam pengertian etimologisnya tidak dipersyaratkan bahwa yang disusu itu (ar-radhi’) berupa anak kecil (bayi) atau bukan. adapun dalam pengertian terminologis, sebagian ulama fikih mendefinisikan ar-radha’ah sebagai berikut :

“Sampainya (masuknya) air susu manusia (perempuan) ke dalam perut seorang anak (bayi) yang belum berusia dua tahun, 24 bulan.”

Dalam pengertian ini, ada tiga hal yang membatasi apa yang disebut ar-radha'ah asy-syar'iyyah (persusuan berdasarkan etika Islam). Artinya, pertama, ada air susu manusia (labanu adamiyyatin). Kedua, air susu itu masuk ke perut bayi (wushuluhu ila jawfi thiflin). Ketiga, usia bayi kurang dari dua tahun (duna al-hawlayni).

Oleh karena itu, rukun ar-radha'ah asy-syar’iyyah meliputi tiga unsur yaitu anak yang menyusu (ar-radhi'), perempuan yang menyusui (al-murdhi'ah), dan kadar air susu (miqdar al-laban) yang memenuhi batas minimum. Jika ada persoalan untuk memenuhi ketiga syarat tersebut, maka berlaku hukum ar-radha'ah asy-syar'iyyah.

Begitu pula sebaliknya, jika tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka konsekuensi hukum tidak akan menjadi perhatian.31

a. Radha’ah Menurut Wahbah Zuhaily dan Sayyid Sabiq

Di dalam kitab prof Wahbah Zuhaily menjelaskan bahwa syarat susuan yang menjadikan mahram itu ada 2 :

Pertama, syaratnya umur bayi yang menyusu menyebabkan mahram adalah umur dua tahun adapun setelah lebih dua tahun maka tidak menjadikan mahram beliau berdalil dengan sabda Rasulullah saw :

“Tidak ada susuan kecuali yang dilakukan dalam umur dua tahun”.

30 Tim permata press, Kompilasi Hukum Islam, 11-12.

31 Vevi Alfi Maghfiroh, “ Diskursus Radhaah Dan Hadhanah Berspektif Gender “, Jurnal Equalita, Vol. 2, No.

2, 2020, 261-262.

Imam Malik menambahkan dua tahun dua bulan kata beliau anak pada masa dua bulan itu bisa mengubah makanannya kepada yang lain adapun Imam Abu Hanifah menetapkan masa susuan dua tahun setengah. Kalau-kalau anak pada masa ini mengubah makanannya kepada makanan yang lainnya

Kedua, ukuran susuan menurut beliau sebanyak lima kali susuan maksud satu kali susuan menurut beliau adalah susuan yang anak itu menyusu dia meninggalkan susu dengan kehendaknya sendiri beliau sepaham juga dengan Imam Syafi’i dan Hambali tentang masalah ukuran Radha’ah ini.32

a) Pengharaman Akibat Hubungan Susuan

Para perempuan yang diharamkan akibat hubungan persusuan adalah sama dengan para perempuan yang diharamkan akibat hubungan nasab.

بسنلا نم مرحي ام عاضرلا نم مرحي

“Diharamkan akibat susuan apa yang diharamkan akibat hubungan nasab”.

b) Syarat Susuan Yang Menjadikan Mahram

1. Susuan terjadi pada dua tahun pertama kehidupan anak yang disusui, jika disusui setelah dua tahun maka tidak ditetapkan keharaman baginya. Ini juga pendapat jumhur fuqaha. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

ِنْيَلءوَجْلا ىِف َناَك اَم َّلَِأ َعاَض َرَلَ

“Tidak ada susuan kecuali dilakukan dalam umur dua tahun”.

Imam Malik menyertakan pada masa dua tahun masa yang maksimalnya dua bulan; karena anak pada masa ini bisa jadi membutuhkan tahapan untuk mengubah makanannya dari susu kemakanan lain. Karena jika dia tidak disapih dari susuan sebelum masa ini, dan dia konsumsi makanan selainnya, kemudian dia disapih maka susuan tidak menyebabkan pengharaman.

Imam Abu Hanifah menetapkan masa susuan selama dua tahun setengah. Agar kata beliau, dalam setengah tahun tersebut, anak itu melakukan tahapan perubahan makanan dari susu ke makanan yang lain.

2. Anak yang menyusu sebanyak lima kali susuan yang terpisah-pisah berdasarkan adat kebiasaan. Sampai dia meninggalkan susu dengan

32 Anwar Hafidzi dan Safrudin, “Konsep Hukum Tentang Radha’ah Dalam Penentuan Nasab Anak”, Khazanah : Jurnal Studi Islam dan Humaniora, Vol. 13, No. 2, 2015, 289-290.

30

pilihannya, tanpa ada sesuatu yang datang mendadak, seperti untuk bernapas, istirahat sebentar, atau sesuatu yang menarik perhatiannya yang membuatnya tiba-tiba terlupa terhadap susuan. Ini adalah pendapat mazhab Imam Syafi’i dan Hambali, beliau berdalil dengan hadits yang artinya :

Aisyah r.a berkata : “Semula susuan yang menyebabkan kemahraman adalah sepuluh kali susuan seperti yang tersebut disebagian ayat Al-qur’an. Kemudian dinasakh menjadi lima susuan oleh ayat Al-qur’an yang kemudian. Setelah itu Rasulullah wafat, ketentuan itu tidak berubah”. (HR. Muslim)

Seperti yang dapat dipahami dari uraian singkat di atas, Profesor Wahbah Zuhaily menetapkan bahwa seseorang yang menyusu dengan perempuan yang menyebabkan keharaman menikah yaitu sama dengan nasab dan umurnya dua tahun, serta lima kali susuan dan mengenyangkan berdasarkan hadits Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Muslim.33

Radha’ah Menurut Sayyid Sabiq

Penyusuan yang menyebabkan keharaman pernikahan menurut beliau : Penyusuan yang sempurna, seperti seorang anak kecil menyusu dan menyedot air susu dari puting seorang perempuan sampai dia merasa puas dan melepaskannya sendiri, bukan karena adanya sesuatu yang menjadikan dia melepaskan susunya, jika anak kecil yang sedang menyusu hanya menghisab dengan sekali atau dua kali isapan, maka persusuan seperti itu tidak mengharamkan pernikahan karena hal yang sedemikian tidak bisa disebut menyusu.

“Menyusu dengan satu atau dua kali isapan, tidak mengharamkan (pernikahan)”.

Yang dimaksud satu isapan disini adalah menyusu dalam ukuran sedikit sebagaimana seseorang yang mengatakan, aku mengisapnya, dapat dipahami aku meminumnya sedikit.

Sayyid Sabiq membedakan antara satu kali susuan yang sempurna

( ةعضر ةدحاو)

dengan satu kali isapan

(ةدحاو ةصم)

sebagai berikut :

“Maksud sekali menyusu (menyedot) disini adalah menyusu dalam takaran sedikit sebagaimana seseorang yang mengatakan “Aku menyedotnya”

dapat diartikan sebagai “Aku meminumnya sedikit”. Inilah pendapat yang kuat menurut beliau (Sayyid Sabiq)”.34

Analisis penulis atas uraian singkat ini, menunjukkan bahwa yang membedakan pendapat Wahbah Zuhaily dan Sayyid Sabiq adalah ukuran

33 Ibid., 290-292.

34 Anwar Hafidzi dan Safrudin, “Konsep Hukum Tentang Radha’ah Dalam Penentuan Nasab Anak”, Khazanah : Jurnal Studi Islam dan Humaniora, Vol. 13, No. 2, 2015, 293.

penyusuan tersebut yang mana Wahbah Zuhaily mensyaratkan dengan lima kali susuan bukan lima kali sedotan atau isapan yang tiap susuan bayi tersebut kenyang.

Sedangkan, Sayyid Sabiq mengartikan kata satu kali susuan atau isapan menurut beliau maksudnya adalah menyusu dalam ukuran sedikit, jika hanya satu kali atau dua kali susuan atau isapan maka hal tersebut tidak bisa dikatakan menyusu maka penyusuan seperti itu tidak mengharamkan pernikahan, tapi jika anak tersebut menyusu satu kali susuan sempurna yang menjadikan anak tersebut kenyang maka anak tersebut haram menikah dengan ibu susuan sama hukumnya seperti nasab dan haram pula kerabat ibu susuan tersebut.

Menurut sudut pandang penulis, pandangan mereka benar, tergantung pemahaman berdasarkan argumen yang valid dan berdasarkan dalil yang sahih.

4. Syarat Dan Rukun Radha’ah