• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Tindakan atau Praktik (practice)

2.2.1 Pengertian Scabies

Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung. Pada tahun 1687, Benomo dalam Harahap (2000) menemukan kutu scabies pada manusia dan von Herba pada abad XIX telah melukiskan tentang pengetahuan dasar dari penyakit ini.

Scabies pada manusia adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Tungau ini adalah parasit obligat untuk manusia. Scabies tidak hanya menular dengan penyakit seksual semata-mata (Habif, 2007) tetapi mempunyai banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti “personal hygiene” yang jelek dan sebagainya.

Secara Etiologi dan Patogenesis, scabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, seprei, tempat tidur, perabot rumah, jarang terjadi. Kutu dapat hidup du luar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21℃ dengan kelembaban relative

40-80%. Kutu betina berukuran 0,4-0,3 mm. kutu jantan membuahi kutu betina, dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lobang ke dalam epidermis, kemudian membentuk terowongan di dalam stratum korneum. Masa inkubasi scabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala (Harahap, 2000).

Sedangkan secara epidemiologik, distribusi scabies adalah pada seluruh negara dan beberapa daerah seperti Kepulauan Carribean merupakan endemik dengan hampir kesemuanya mengalami penyakit ini. Pada masa lalu, scabies muncul dalam suatu siklus yang dikenal sebagai gatal tujuh tahun (Sterry 2006), tapi ini tidak lagi terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, epidemik lebih pada panti jompo, panti asuhan dan beberapa tempat yang mungkin mengalami kesesakan. Faktor predisposisi umum adalah kepadatan penduduk (Walton SF, 2004) imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Selain itu, diasosiasi dengan gangguan lain yang umum seperti infeksi dengan leukemia T-sel manusia atau limfoma virus I (HTLV-1) dan HIV dikaitkan dengan terjadinya scabies

(Chosidow O, 2000) Kontak langsung kulit-ke-kulit antara 15 dan 20 menit dibutuhkan untuk memindahkan tungau dari satu orang ke orang lain. (Hicks dan Elston, 2009).

Sarcoptes scabiei var. hominis atau juga dikenal sebagai tungau , adalah di kelas Arachnida arthropoda, subkelas Acari dan keluarga Sarcoptidae (Centers for Disease Control and Prevention,2008). Secara anatomis tungau dewasa adalah 0.3-0.4 mm panjang ( Hunter, Savin dan Dahl, 2006) dan memiliki tubuh pipih,

oval dengan wrinklelike, korugasi melintang dan delapan kaki. Saluran pencernaan mengisi sebagian besar tubuh dan mudah diamati bila tungau dilihat pada specimen histologiknya ( Habif, 2007).

Siklus hidup tungau berlangsung selama 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Tungau ini biasanya merangkak atau crawl dengan kecepatan 2,5cm pada permukaan kulit yang bersuhu normal (Munusamy, 2010).

Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina membentuk liang ke dalam lapisan kulit yang dangkal dan meletakkan kira-kira 60-90 telurnya. Ova membutuhkan 10 hari untuk berkembang menjadi tahap larva dan nimfa menjadi tungau dewasa. Kurang dari 10% dari telur berkembang menjadi tungau dewasa. Setelah impregnasi pada permukaan kulit, tungau betina mengeluarkan substansi keratolytic berupa protease untuk mendegradasi stratum korneum dan membentuk terowongan ke stratum korneum, sering membentuk terowongan yang dangkal dalam waktu 30 menit. Secara bertahap memperluas saluran ini dengan kira-kira 0,5-5 mm/24 jam sepanjang batas stratum granulosum. Dideposit 1-3 telur oval dan banyak pelet kotoran coklat (scybala) setiap hari (Behrman dalam Munusamy, 2007).

Ketika selesai bertelur , dalam 4-5 minggu, tungau betina meninggal dalam liang itu. Telur menetas dalam 3-5 hari, melepaskan larva yang pindah ke permukaan kulit dan bertukar menjadi nimfa. Kematangan dicapai dalam waktu sekitar 2-3 minggu. Setelah kopulasi terjadi, tungau betina menyerang kulit untuk melengkapi siklus hidup.

Sistem imun tubuh banyak memainkan peranan dalam infestasi tungau ini. Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV dan bukan respons asing-tubuh bertanggung jawab atas lesi, yang mungkin menunda tampaknya gejala skabiasis. Peningkatan titer IgE terjadi pada beberapa pasien yang kronis , bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe segera terhadap ekstrak yang dibuat dari tungau betina. Tingkat IgE menurun dalam waktu setahun setelah infestasi tetapi Eosinofilia kembali normal segera setelah perawatan. Gejala diakui berkembang jauh lebih cepat pada waktu reinfestasi, dan ini membuktikan bahwa gejala dan lesi dari scabies adalah hasil dari reaksi hipersensetivitas.

Penyakit ini dimulai secara pasif. Gejala berupa seperti gigitan serangga dan tampak seperti kulit kering. Menggaruk lokasi terowongan akan menghancurkan dan menghapuskan tungau serta memberikan kelegaan pada peringkat awal (Habif dalam Munusamy, 2010).

Pasien tetap nyaman selama hari tapi gatal pada malam hari.Gejala klinis yang paling umum adalah pruritus yang amat sangat pada waktu malam. Bagi orang dewasa, lesi kelihatan terutama pada aspek fleksor pergelangan tangan, ruang web interdigital tangan, kaki punggung, aksila, siku, pinggang, pantat, dan alat kelamin. Pruritic papula dan vesikula di dalam skrotum dan penis laki-laki dan bagi perempuan areolae sangat khas (Cordoro dalam Munusamy, 2010).

Secara fizik, lesi boleh digolongkan menjadi lesi primer dan sekunder. Lesi primer adalah manifestasi pertama dari kutu, dan ini biasanya meliputi papula kecil, vesikula, dan liang. Lesi sekunder hasil menggosok dan menggaruk-garuk, dan mereka mungkin menjadi satu-satunya manifestasi klinis dari penyakit

ini. Jika demikian, diagnosis harus disimpulkan oleh sejarah, distribusi lesi, dan gejala yang menyertainya.

Sifat dari lesi primer adalah distribusi ini sangat khas. Burrows adalah tanda patognomonik dan merupakan terowongan intraepidermal diciptakan oleh tungau betina bergerak. Mereka muncul sebagai serpiginous, keabu-abuan dan seperti benang ketinggian berkisar 2-10 milimeter. Mereka tidak Nampak dan harus aktif dicari. Sebuah titik hita dapat dilihat di salah satu ujung liang itu, yang mengindikasikan keberadaan sebuah tungau. Ukuran sebanyak 2 - 5 mm papula merah yang dominan ditemukan di daerah intertriginosa atau hangat dan dilindungi (Frankel dalam Munusamy, 2010).

Eritem dan vesikula terlihat dalam distribusi khas pada orang dewasa. Vesikula adalah lesi diskrit diisi dengan cairan yang jelas, walaupun mungkin muncul cairan keruh jika vesikel yang lebih dari beberapa hari tua. Papula jarang mengandung kutu dan kemungkinan besar merupakan suatu reaksi hipersensitivitas. Papula yang umum pada batang penis pada pria dan di areolae pada wanita.

Sifat dari lesi sekunder adalah lesi merupakan hasil dari menggaruk, infeksi sekunder, dan atau respon kekebalan host terhadap kutu dan produk mereka. Karakteristik temuan termasuk excoriasi, eksim luas, pengerasan kulit berwarna madu, hiperpigmentasi postinflammatory, erythroderma, nodul prurigo, dan Pioderma.

Terdapat variasi dari lesi yang berupa pioderma yaitu pruritus mengarah ke eksoriasi dan erosi yang menjadi infeksi sekunder. Pada beberapa bagian,

terbentuk lingkaran berupa impetigo yang menyebakan terjadinya glomerulonefritis. Selain itu, Scabies incognita merujuk pada pasien dengan personal hygine yang baik dan terjaga serta pasien dengan penggunaan obat kortikosteroid topikal, dimana pada kedua golongan ini diagnosis dari skabiasis hanyalah berdasarkan dari keluahan pruritus sahaja. Scabies nodular merupakan papula persisten yang biasanya kelihatan pada bayi dengan lokasi paling sering adalah pangkal paha, aksila, dan alat kelamin. Kadang-kadang terlihat pada orang dewasa terutamanya pada bagian alat kelamin. Pada biopsi, kelihatan infiltrat walaupun setelah lama dieliminasi tungaunya. Ini karena kehadiran antigen secara persisten. (Sterry 2006).

Selain bentuk yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus yaitu (Harahap, 2000):

1. Scabies pada orang bersih

Scabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bias salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. 2. Scabies pada bayi dan anak

Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi , lesi terdapat dimuka. 3. Scabies yang ditularkan Oleh hewan

Sarcoptes scebiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnyya peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri apabila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.

4. Scabies noduler

Nodul terjadi akibat reaksi hipersenitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti scabies. 5. Scabies incognito

Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infeksi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin di sebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.

6. Scabies terbaring di tempat tidur (bed-ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita yang lesinya terbatas. 7. Scabies krustosa (Norwegian scabies)

Lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak

sekali. Krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tebas dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid atau sitotoksik jangka panjang.

Diagnosa berdasarkan oleh identifikasi mikroskopis tungau, larva, ova, atau scybala (pelet tinja) dalam mengorek kulit. Selain itu, Peningkatan titer imunoglobulin E dan eosinofilia mungkin akan ditunjukkan pada beberapa pasien dengan infeksi scabies ( Cordoro, 2009).

Selain itu penggunaan alat seperti Dermoskopi memungkinkan mengidentifikasi struktur segitiga yang sesuai dengan bagian anterior dari tungau termasuk bagian mulut dan 2 pasang kaki depan. Aspek ini telah digambarkan sebagai pesawat jet mirip dengan jejak, sebuah glider delta atau spermatozoid. Dermoskopi adalah alat yang berguna untuk diagnosis skabiasis baik sebagai tes diagnostik atau panduan bagi tes diagnostik tradisional (Prins C,2004).

Prosedur dalam pemeriksaan adalah untuk scrapping kulit, tempatkan setetes minyak mineral pada slide kaca, menyentuh minyak mineral, dan situs menggores kulit penuh dengan menggunakan scapel blade No.15 ( Habif, 2007), sebaiknya lesi primer seperti vesikula, papula , dan liang. Kulit dikorek diletakkan pada slide kaca, ditutupi dengan coverslip, dan diperiksa di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran 40x. Beberapa korekan diperlukan untuk mengidentifikasi tungau atau produk mereka. Alternatif lain adalah dengan menggunakan solusi tetrasiklin Topical untuk uji tinta liang. Setelah aplikasi dan penghapusan solusi tetrasiklin kelebihan dengan alkohol, liang itu diperiksa di bawah lampu Wood. Tetrasiklin tersisa dalam liang fluoresces warna kehijauan. Metode ini lebih disukai karena tetrasiklin merupakan solusi yang tidak berwarna dan daerah besar kulit dapat diperiksa.

Dalam pemeriksaan histologis, didapati bahwa adanya infiltrat yang superfisial dan dalam terdiri dari limfosit, histiosit, sel mast, dan eosinofil. Spongiosis dan pembentukan vesikel dengan exocytosis dari eosinofil dan neutrofil sesekali hadir. Biopsi dari lesi yang lebih tua tidak berguna untuk diagnostik karena tidak persis. Kondisi kulit kadang-kadang selesai spontan. Penatalaksaan berupa 5% pimetrin atau krim permetrin (Elimite) atau hexachloride gamma benzena (lindana), tetapi mungkin neurotoksik dan tidak disarankan untuk wanita hamil atau menyusui (Cordoro, 2009).

Juga boleh digunakan crotamiton 10%, N-etil-o-crotonotoluidide (Eurax) untuk bayi di bawah 2 bulan. Mandi air hangat sebelum aplikasi karena ini meningkatkan efektivitas pengobatan dan harus diingat bahwa dengan daerah lesi,

penyerapan meningkat. Selimut dan pakaian harus dicuci selalu dengan air panas. Untuk kasus resisten atau epidemic, ivermectin 150-400μ g/kg po diberikan pada hari 1 dan 14 adalah sangat efektif (Sterry, 2006).

Scabicide harus diterapkan selama 8 sampai 12 jam dan kemudian dibersihkan. Ulangi aplikasi dalam 1 minggu jika tungau hidup atau telur yang masih ada. Hilangkan fomites dengan mencuci pakaian dan alas tidur dan panas pengeringan (lebih dari 50 º C) atau dengan menyimpan dalam wadah plastik tertutup selama 7 hari. Infeksi Sekunder mengharuskan penggunaan antibiotik berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas. Flaring atau pengaktifan kembali sudah ada ekzema atau dermatitis atopik memerlukan penggunaan pengobatan ekzema standar. Komplikasi dari scabies adalah Acarophobia yaitu takut terhadap infeksi yang persisten selepas pengobatan. Ini boleh menyebabkan efek psikik yang serius pada pasien (Sterry 2006).

Selain itu, boleh juga menyebabkan sepsis sekunder dan komplikasi pasca-infeksi. Beberapa pasien mengalami bentuk ekstrim dari penyakit ini, yaitu crusted scabies, di mana ratusan tungau dapat menempati kulit menyebabkan pengerasan kulit yang parah dan hiperkeratosis (Walton SF,2004).

Prognosis sangat baik dengan diagnosa yang tepat dan perawatan pada orang yang sehat. Bagi pasien yang Immunocompromised mempunyai risiko mendapat crusted scabies yang terkait dengan hasil yang kurang menguntungkan.

Dokumen terkait