• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.3 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaaan zat gizi. Dibedakan menjadi status gizi buruk atau kurang, baik dan lebih (Sunita Almatsier, 2002:3). Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi dari gizi dan makanan yang didapat, dengan semua itu akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga produktivitas kerja karyawan akan tercapi. Kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja erat kaitannya dengan tingkat atau keadaan gizi.

Seseorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja yang lebih baik, begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja memerlukan makanan yang bergizi untuk pemeliharaan tubuh, untuk perbaikan dari sel-sel dan jaringan, untuk pertumbuhan sampai masa tertentu dan untuk melakukan kegiatan termasuk pekerjaan. Seseorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu pula sebaliknya pada tenaga kerja dengan keadaan gizi yang buruk dan dengan beban kerja yang berat akan mengganggu kerja dan mempercepat kelelahan (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:154).

2.3.1 Kebutuhan gizi pekerja

Gizi kerja adalah nutrisi yang di perlukan oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai jenis pekerjaannya. Sebagai suatu aspek dari ilmu-ilmu

gizi yang pada umumnya, maka gizi kerja ditujukan untuk kesehatan dan daya kerja tenga kerja yang setinggi-tingginya (Suma’mur P.K., 1996:197).

Secara Umum ada 3 kegunaan makanan bagi tubuh (triguna makanan), yakni sumber tenaga (karbohidrat, lemak, protein), sumber zat pembangun (protein dan air) dan sumber zat pengatur diantaranya vitamin dan air (Djoko Pekik Irianto, 2007:5).

2.3.1.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan untuk tubuh, terdapat terutama dalam bahan makanan berasal dari tumbuhan terutama penghasil tepung di dalam tubuh manusia dirubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati dan otot-otot. Bial diperlukan, dikeluarkan dalam darah dan jaringan sebagai glukosa. Karbohidrat berfungsi sebagai tenaga untuk kegiatan tubuh dan pengatur suhu badan. Kelebihannya dalam badan dirubah dan disimpan sebagai lemak (Suma’mur P.K., 1996:205).

2.3.1.2 Protein

Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan menggantikan sel-sel yang mati sebagai protein struktural, selain itu protein juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lainya. Sebagai zat pengatur, protein mengatur proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon (Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000:75).

2.3.1.3 Vitamin

Vitamin adalah zat organik komplek yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu harus didatangkan dari makanan, vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan

dan pemeliharaan kehidupan, tiap vitamin mempunyai tugas spesifik dalam tubuh (Sunita Almatsier, 2002:151).

2.3.1.4 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Sunita Almatsier, 2002:228).

2.3.1.5 Air

Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian utama tubuh tanpa lemak atau lean body mass. Kandungan air tubuh relatif berbeda antar manusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak (Sunita Almatsier, 2002:220).

2.3.2 Faktor yang Berhubungan dengan Kebutuhan Gizi Seseorang

Kebutuhan gizi setiap orang berbeda satu sama lainya dan sangat bergantung pada beberapa faktor yaitu:

2.3.2 .1 Ukuran Tubuh

Semakin besar ukuran tubuh seseorang maka semakin besar pula kebutuhan kalorinya, meskipun usia, jenis kelamin, dan aktivitas yang dilakukan sama.

2.3.2.2 Usia

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan msalah penting, karena selain mempunyai resiko-resiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu pemantauan

keadaan tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal.

2.3.2.3 Jenis Kelamin

Laki-laki umumnya membutuhkan relatif lebih banyak kalori dibanding dengan wanita. Hal ini karena secara fisiologis laki-laki mempunyai lebih banyak otot dan juga lebih aktif, sehingga secara kodrati pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan kuat dari pada wanita. Pria lebih sanggup melaksanakan pekerjaan yang lebih berat lainya seperti mengangkat karung beras di pasar atau pelabuhan. Sedangkan kegiatan wanita pada umumnya lebih banyak membutuhkan ketrampilan tangan.

2.3.2.4 Aktivitas pekerjaan yang dilakukan

Pekerjaan berat akan membutuhkan kalori dan protein lebih besar dari pada mereka yang bekerja sedang dan ringan. Besarnya kebutuhan kalori tergantung banyaknya otot yang dipergunakan untuk bekerja serta lamanya penggunaan otot tersebut. Disamping itu protein yang digunakan juga lebih tinggi dari normal. Karena harus mengganti jaringan baru yang lebih banyak dari pada keadaan biasa untuk mempertahankan agar tubuh dapat bekerja secara normal.

2.3.2.5 Kondisi tubuh tertentu

Pada orang yang baru sembuh dari sakit akan membutuhkan lebih banyak kalori dan zat gizi lainya dari pada sebelum sakit. Penambahan zat gizi tersebut diperlukan untuk rehabilitas kembali sel tubuh yang rusak selam sakit.

2.3.2.6 Kondisi lingkungan

Pada musim hujan membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan musim panas. Demikian pula pada tempat yang dingin lebih tinggi dari pada tempat

pada suhu panas. Dimana tambahan kalori pada tempat dingin diperlukan untuk mempertahan suhu tubuh (Tarwaka, dkk., 2004:72).

2.3.3 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi tujuh penilaian yaitu: Antropometri, Pemeriksaan Klinis, Biokimia, Biofisik, Survei Konsumsi makanan, Statistik Fital dan Faktor Ekologi.

2.3.3.1 Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan barbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:19).

2.3.3.2 Pemeriksaan Klinis

Metode ini sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat, metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jarinagn epitel seperti: kulit, rambut, mata dan mukosa oral (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:19).

2.3.3.3 Pemerikasaan Biokimia

Pemeriksaan laboratorium (biokimia), dilakaukan melalui pemeriksaan spesimen jaringan tubuh (darah, urin, tinja, hati dan otot) yang diuji secara

laboratoris terutama untuk mengetahui kadar hemoglobin, feritin, glukosa, dan kolesterol. Pemerikaan biokimia bertujuan mengetahui kekurangan gizi spesifik (Djoko Pekik Irianto, 2007:65).

2.3.3.4 Pemeriksaan Biofisik

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat kemampuan fungsi serta perubahan struktur jaringan. Pemerikasaan biofisik bertujuan mengetahui situasi tertentu, misalnya pada orang yang buta senta (Djoko Pekik Irianto, 2007:66).

2.3.3.5 Survei konsusmsi makanan

Survai konsusmsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.

Pengumpilan data survai konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survai konsumsi makanan dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:20).

2.3.3.6 Statistik vital

Pemerikasaan dilakukan dengan menganalisis data kesehatan seperti angka kematian, angka kesakitan dan kematian akibat hal yang berhubungan dengan gizi. Pemeriksaan ini bertujuan menemukan indikator tidak langsung status gizi masyarakat (Djoko Pekik Irianto, 2007:66).

2.3.3.7 Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahuai penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi. Setiap metode penilaian status gizi memiliki kelebihan dan kelemahan. Berbagai contoh penggunaan penilaian status gizi seperti antropometri digunakan untuk mengukur karakteristik fisik dan zat gizi seseorang (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:19)

2.4 Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Muchdarsyah Sinungan, 2003:134).

Produktivitas dalam suatu organisasi dihubungkan oleh banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional dan obyektif, sistem imbalan serta berbagai faktor lainnya. Motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian dari faktor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sudut pemeliharahan hubungan dengan karyawan, motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian yang penting. Motivasi yang tepat membuat karyawan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa keberhasilan organisasi mencapai tujuan sasaran, kepentingan pribadi anggota organisasi akan terpelihara. Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi (karyawan). Melalui mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong karyawan bekerja lebih baik (Sondang P. Siagian, 2001:286).

Peningkatan motivasi kerja dapat dilakukam dengan cara-cara: (1) Penggunaan rangsang yang positif dengan memberikan penghargaan atau hukuman yang tepat pada suatu tindakan; (2) Menjaga kesegaran jasmani, misalnya dengan melakukan senam sehat atau jalan sehat; (3) Motivasi melalui uang; (4) Meningkatkan motivasi melalui perbaikan rencana rancangan kerja. Membuat pekerjaan lebih menarik, memotivasi dan kenyamanan kerja akan timbul; (5) Menimbulkan rasa ingin memiliki dan rasa ikut bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dihadapi; (6) Menciptakan suasana kompetisi yang sehat; (7) Menciptakan situasi kebersamaan baik formal maupun non formal (Muchdarsyah Sinungan, 2003:42).

2.4.1 Unsur Penggerak Motivasi

Motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi tenaga kerja, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu yang bersangkutan.

Siswanto Sastrohadiwiryo (2003:269), mengemukakan unsur penggerak motivasi antara lain:

2.4.1.1 Kinerja (Achievement)

Keinginan berkinerja sebagai suatu kebutuhan dapat mendorong mencapai sasaran.

2.4.1.2 Penghargaan (Recognition)

Pengahargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi dari pada penghargaan dalam

bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali, dapat menjadikan perangsang yang lebih kuat dibandingkan dengan berupa barang atau uang.

2.4.1.3 Tantangan (Challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan, biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.

2.4.1.4 Tanggung Jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut memiliki (sense of belonging) atau rumongso handarbeni akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.

2.4.1.5 Pengembangan (Development)

Pengembang kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas.

2.4.1.6 Keterlibatan (Involvement)

Rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dijadikan masukan untuk menejemen perusahaan, merupakan perangsang yang cukup kuat untuk tenga kerja.

Adanya ras keterlibatan bukan saja menciptakan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab tetapi juga menimbulkan rasa mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih bermutu.

2.4.1.7 Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat menejemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenag kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, bukan merupakan perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif.

2.4.2 Jenis motivasi kerja

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:99) terdapat dua jenis motivasi, yaitu: (1) Motivasi positif (Insentif Positif) Motivasi positif dengan maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas standar, dengan motivasi positif ini semangat kerja karyawan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja; (2) Motivasi negatif (Insentif negatif) Motivasi negatif maksudnya menejer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Pemberian motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut di hukum, tetapi untuk jangka waktu yang panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh menejer suatu perusahaan. Penggunaanya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

2.4.3 Tujuan motivasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2003:97), tujauan motivasi antara lain sebagai berikut (1) Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan; (2) Miningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; (3) Meningkatkan produktivitas

kerja karyawan; (4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; (5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan; (6) Mengefektifkan pengadaan karyawan; (7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; (8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan; (9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan; (10) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya; (11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

2.4.4 Teknik pengukuran motivasi

Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja atau berkinerja secara langsung tercemin sebagai upayanya seberapa jauh ia bekerja keras. Upaya ini mungkin menghasilkan kinerja yang baik atau sebaliknya karena ada dua faktor yang harus benar jika upaya itu akan diubah menjadi kinerja

Pertama, tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan utuk mengerjakan tugasnya dengan baik, tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik. Kedua adalah persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah sebaik-baiknya menjadi kinerja, jika terjadi persepsi yang salah, kinerja akan rendah meskipun upaya dan motivasinya mungkin tinggi (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2002:275).

2.4.5 Teori Motivasi

2.4.5.1 Teori Abraham H. Maslow

Salah seorang ilmuwan yang dipandang sebagai pelopor teori motivasi adalah Abraham H. Maslow. Teori motivasi Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1)

Kebutuhan fisiologikal, seperti sandang, pangan dan papan; (2) Kebutuhan Keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) Kebutuhan Sosial; (4) Kebutuhan prestisi yang pada umumnya tercemin dalam simbol-simbol status; (5) Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata (Sondang P. Siagian, 2001:287).

2.4.5.2 Teori Mc. Clelland: Teori Motivasi Berprestasi

David Mc. Clelland menemukan adanya kebutuhan atau keinginan individu yang kuat untuk mencapai prestasi yang akan terlihat dengan adanya motivasi yang kuat akan pekerjaan yang menantang (Challenging) dan bersaing (Chompetitive), sehingga dapat dikatakan bahwa manusia mempunyai tiga kebutuhan dasar, yaitu: (1) Kebutuhan akan berprestasi; (2) Kebutuhan akan kekuasaan; (3) Kebutuhan akan berafilisasi dengan sesamanya (A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003:248).

2.4.5.3 Teori Dua Faktor dari Herzberg

Teori ini dinamakan teori dua faktor karena dalam teori ini dikembangkan dua faktor motivasi bagi para pegawai. Faktor ini yang pertama dinamakan faktor yang membuat pegawai merasa tidak puas dan faktor yang kedua dinamakan faktor yang membuat pegawai menjadi merasa puas. Dua faktor tersebut juga dinamakan sebagai faktor ekstrinsic dan intrinsic. Faktor ekstrinsic terdiri dari serangkaian kondisi kerja yang meliputi faktor sebagai berikut: (1) Gaji atau upah; (2) Keamanan pengawasan; (3) Kondisi Kerja; (4) Status; (5) Kebijakan perusahaan; (6) Mutu dari

teknik pengawasan; (7) Interaksi antar personal, yang dapat dibedakan menjadi interaksi antara sesamanya, interaksi antara bawahan, interaksi antara pimpinan (atasan). Menurut Herzberg apabila faktor tersebut ada maka tidak memerlukan motivasi dan apabila faktot itu tidak ada maka akan menyebabkan rasa tidak puas dikalangan para pegawai. Faktor yang kedua,yaitu satisfiers atau faktor intrinsic, terdiri dari serangkaian kondisi yang meliputi beberapa faktor sebagai berikut: (1) Pengakuan; (2) Tanggung Jawab; (3) Prestasi; (4) Pekerjaan itu sendiri; (5) Adanya kemungkinan untuk berkembang; (6) Kemajuan. Menurut Herzberg, serangakaian kondisi tersebut apabila terpenuhi akan meningkatkan motivasi kerja para pegawai (Wursanto, 2003:305).

2.4.5.4 Teori Harapan

Victor H Vroom, dalam bukunya yang berjudul: Work and Motivation mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang dicapai oleh seseorang dan pikiran yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabilaseseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dalam cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah (Sodang P. Siagian, 2001:292).

2.4.5.5 Teori Clayton Alderfer

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”, teori tersebut merupakan huruf pertama dari ketiga istilah tersebut, yaitu: E (Existence), R (Relatedness), G (Growth). Jika makna ketiga istilah tersebut didalami akan terlihat dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang

dikembangkan oleh Maslow, “Relatedness” senada dengan hierarki ketiga dan

keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “selt actualizaion” menurut Maslow. Kedua teori ini Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemusanya secara serentak (Sodang P. Siagian, 2001:289).

2.4.5.6 Teori Keadilan

Menurut model teori ini, motivasi seseorang karyawan sangat dipengarui oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk dalam faktor internal adalah: (1) Persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (2) Harga diri; (3) Harapan pribadi; (4) Kebutuhan; (5) Keinginan; (6) Kepuasan kerja; (7) Prestasi yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengarui motivasi kerja seseorang antara lain; (1) Jenis dan sifat pekerjaan; (2) Kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (3) Situasi lingkungan pada umumnya; (4) Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya (Sodang P. Siagian, 2001:294).

Dokumen terkait