• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Pengertian Strategi

Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu perhitungan tentang kondisi dan situasi, dimana proses tersebut berlangsung dalam jangka panjang. Dalam perhitungan tersebut, maka proses pengembangan kurikulum akan lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai karena segala sesuatunya telah dipertimbangkan secara matang.

Itulah sebabnya, lembaga pendidikan memerlukan strategi yang menyangkut pada masalah bagaimana mengembangkan kurikulum dengan melihat situasi dan kondisi yang ada, dan juga bagaimana agar proses tersebut tidak terdapat hambatan serta ganguan baik internal maupun eksternal yang menyangkut kelembagaan maupun lingkungan sekitarnya.

Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (stratos = militer dan Ag = memimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jenderal perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang.6

Strategi merupakan istilah yang banyak dipakai dalam berbagai konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam kamusnya Peter Salim dan Yenny Salim mengartikan bahwa strategi adalah rencana cermat tentang suatu kegiatan guna

6

Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berfikir Strategik.

meraih suatu target atau sasaran.7

Sedangkan pengertian strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.8 Dalam strategi pendidikan inilah segala perencanaan program sampai dengan pelaksanaannya dirumuskan sehingga out put yang diharapkan akan benar-benar sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang baik, efektif dan efisien merupakan persyaratan mutlak yang perlu diwujudkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan yang dimaksud strategi adalah suatu cara atau taktik yang digunakan untuk mencapai suatu sasaran yang efektif dan efisien, dengan melakukan suatu tindakan atau suatu usaha yang telah ditentukan melalui suatu perencanaan.

2. Pengembangan Kurikulum

a. Pengertian Pengembangan Kurikulum.

Pengertian pengembangan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.9 Sedangkan pengertian pengembangan kuikulum adalah proses atau cara dalam mengembangkan kurikulum.

7

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Nodern English Press, 1991), Edisi ke-1, h. 1463

8

A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 1984), Cet. Ke-1, h.165

9

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2002), Edisi ke-3, h. 1121

Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.10

Oleh karena itu, kurikulum yang ada sekarang sangatlah berpengaruh terhadap tujuan pendidikan, untuk menyiapkan peserta didik meraih masa depan yang lebih baik.

Dalam pengembangan kurikulum banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Pembuatan keputusan yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum merupakan proses kebijakan yang didalamnya terdapat tanggungjawab berbagai pihak yang berkepentingan dengan permasalahan pendidikan secara legal. Kadangkala ditemukan sikap pro dan kontra, yakni sikap menerima dan menolak terhadap hasil keputusan kurikulum. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan sudut pandang mereka terhadap hasil keputusan kurikulum dan fungsi sekolah.

Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam aktivitas pengembangan kurikulum.

Pertama, prinsip relevansi. Ada relevansi keluar yang harus dimiliki kurikulum maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian untuk menunjukkan suatu

10

Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke-1, h. 84

keterpaduan kurikulum. Kedua, prinsip fleksibilitas, kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisikan hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak. Ketiga, prinsip kontinuitas yaitu kesinambungan. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang yang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Keempat, prinsip praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Kelima, prinsip efektivitas. Walaupun kurikulum tersebut harus sederhana dan murah tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini dilihat baik secara kuantitas maupun kualitas.11

Perwujudan prinsip-prinsip kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Dialah sebenarnya perencana, pelaksana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat.

b. Model-model dan Tingkatan Pengembangan Kurikulum

Ada banyak model pengembangan kurikulum yang telah dipikirkan dan dikemukakan orang, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Model Pengembangan Kurikulum Rogers

Model yang dikemukakan oleh Rogers berguna bagi pengajar di sekolah dan perguruan tinggi. Ada beberapa model yang dikemukakan oleh Rogers, yaitu jumlah

11 Nana Saodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), Cet. Ke-6, h. 150-151

dari model yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan model-model sebelumnya. Adapun model-model tersebut ada empat, yaitu:

a.Model I menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Model tersebut merupakan model tardisional yang masih dipergunakan.

b. Model II merupakan penyempurnaan model I dengan menambahkan metode dan organisasi bahan pelajaran.

c.Model III pengembangan kurikulum, yang merupakan penyempurnaan pula dari model II yang belum dimasukkan unsur teknologi pendidikan, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa, teknologi pendidikan merupakan faktor yang menunjang dalam keberhasilan belajar mengajar. Model ini juga memerlukan perbaikan lanjut lagi.

d. Model IV pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model III dengan memasukan unsur tujuan. Tujuan inilah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain.12

Dari keempat model tersebut di atas, menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum secara bertahap dan terus menerus, yakni dengan cara mengadakannya terhadap pelaksanaan dari hasil-hasil yang telah dicapai untuk melakukan perbaikan, pemantapan, dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini mempunyai implikasi bahwa kurikulum senantiasa mengalami revisi-revisi, namun revisi tersebut tetap mengacu pada apa yang sudah ada dan memperhatikan kedepan, sehingga keberadaannya cukup berarti bagi anak didik dan dinamis.

2. Model Pengembangan Kurikulum menurut Robert S. Zain

a. Model Administratif

12

M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, h.50-52

Model ini dikenal dengan adanya garis dan staf atau model dari atas ke bawah. Kerja model ini adalah: pejabat pendidikan membuat panitia pengarah yang biasanya terdiri dari atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan staf pengajar inti. Panitia pengarah ini bertugas merencanakan, memberikan pengarahan tentang garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan. Selesai pekerjaan tesebut, mereka menunjuk kelompok-kelompok kerja sesuai dengan keperluannya. Kelompok kerja umumnya terdiri atas staf pengajar dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila dipandang perlu dan meskipun hal ini jarang terjadi, akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan oleh suatu komisi lainnya yang ditunjuk oleh panitia pengarah dan anggotanya terdiri atas sebagian besar kepala sekolah. Setelah selesai, maka pekerjaan itu diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah sekali lagi kemudian diimplementasikan.13

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model top down atau line staff, karena sifatnya yang datang dari atas. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksananya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

Pengembangan kurikulum model ini menekankan kegiatannya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Karena pengarahan kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada negara yang menganut sistem sentaralisasi dan negara yang kemampuan profesional tenaga pengajarnya masih rendah.

13

Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. Ke-1, h. 70

Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat, disamping juga karena kurikulum ini biasanya seragam nasional sehingga kadang-kadang mengabaikan kebutuhan dan kekhususan pada tiap daerah.14

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut barada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya.

Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.

b. Model Dari Bawah (Grass Roost)

Dari model ini yang disebut model bawah, maka inisiatif pengembangan kurikulum model ini berada di tangan staf pengajar sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau pada beberapa sekolah sekaligus. Model ini didasarkan pada pandangan

14

bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana sudah sejak semula diikutsertaan dalam pengembangan kurikulum.

Kegiatan pengembangan kurikulum cara ini sangat memperhatikan kerjasama dengan orang tua, peserta didik dan masyarakat. Kerjasama diantara sesama pengajar dengan sendirinya merupakan bagian yang penting dalam model ini. Kedudukan administrator hanyalah cukup memberikan bimbingan dan dorongan saja dan staf pengajar akan melaksanakan tugas pengembangan kurikulumnya secara demokratis. Kemudian diadakan lokakarya untuk membahas langkah-langkah selanjutnya dan melibatkan staf pengajar, kepala sekolah, orang tua, peserta didik, para konsultan serta para nara sumber lainnya.15

Pendapat yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan kurikulum secara demokratis, yaitu berasal dari bawah. Keuntungan model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para staf pengajar.

Kekurangan pengembangan model kurikulum ini terutama pada sifat mengabaikan teknis dan profesional dari perkurikuluman 16

Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin ilmu.

Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi/bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta

15

Subandijah, Op. Cit., h. 71

16

perkembangan tuntutan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu, yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat diharapkan partisipasinya dalam menyusun materi ajaran yang sesuai dengan struktur keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.

c. Model Demontrasi

Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.

Pembaharuan kurikulum dilakukan oleh sejumlah staf pengajar dalam satu sekolah yang terorganisasi. Jika berhasil maka sekolah lainnya dapat mengadopsinya. Selain secara formal, ini dapat pula dilakukan secara tidak formal. Hal ini berarti, staf pengajar bekerja dalam bentuk organisasi terstruktur atau bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini pembahuruan kurikulum dicontohkan dalam skala kecil untuk diadopsikan oleh para pengajar lainnya.17

Kelemahan model ini, adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-anggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.18

17

Ibid., h. 71

18

Guru-guru yang tidak turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua kekurangsesuaian pendapat dengan sekelompok guru dan ahli yang memprakarsai perbaikan kurikulum. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri. Sehingga mereka akan menerimanya dengan tidak sepenuh hati, bahkan bisa saja menolaknya karena mereka merasa tidak memiliki kontribusi didalam hasil perbaikan kurikulum tersebut.

d. Model sistem Beauchamp

Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Ia mengemukakan lima hal dalam pengembangan kurikulum.

Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi ataupun seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum serta oleh tujuan kurikulum. Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (a). para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, (b) para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (c) para profesional dalam sistem pendidikan, (d) professional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. Ketiga, organisasi dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi penentuan tujuan, materi dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksana kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis secara menyeluruh mengenai kurikulum yang akan dikembangkan. Keempat, implementasi kurikulum yaitu melaksanakan atau merapatkan kurikulum secara sistematis di sekolah dan

Kelima, mengevaluasi kurikulum yang berlaku untuk memperoleh data dari hasil kegiatan evaluasi untuk digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum.19

19

Pengembangan kurikulum ini memandang kurikulum dalam prosesnya secara, menyeluruh. Keuntungannya adanya penegasan arena, yang akan mempermudah dan memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kekurangannya, seperti halnya model

administrative adalah kurang peka terhadap perubahan masyarakat.20 e. Model Terbalik Hilda Taba

Model terbalik ini dikemukakan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

Pertama, mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan menetukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan luas dan dalamnya bahan; kemudian disusunlah suatu unit kurikulum. Kedua, mengadakan Try Out untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar-mengajarnya. Ketiga, adalah menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta mensosialisasi. Keempat,

menyusun karangka teoritis dan kelima adalah menyusun kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya (mendiseminasikan).21

Dengan model ini, diharapakan dapat memberikan dorongan inovasi dan kreativitas guru-guru dalam mengembangkan kurikulum yang digunakan agar memberikan kemudahkan bagi para siswa untuk mempelajarinya.

20

Dakir, Op. Cit., h. 56

21

Pengembangan kurikulum ini berusaha mendekatkan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, dan kelemahannya model tersebut sulit diorganisasikan karena menutut kemampuan teoritis dan professional yang tinggi dari staf pengajar dan administrator pelaksana.22

Hasil dari pengembangan kurikulum model ini haruslah realitas, artinya bukan hanya dalam bentuk teori saja tetapi dapat diterapkan pada sekolah-sekolah yang lebih luas. Walaupun masih terdapat kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya, berkenaan dengan kesiapan staf pengajar dan administrator yang menuntut kemampuan teoritis dan professional yang tinggi. Tapi semua kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi apabila seorang guru memiliki keahlian, keterampilan dan kemampuan seninya dalam menerjemah, mengolah, dan meramu kurikulum untuk disajikan di kelasnya.

f. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers

Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal. Langkah-langkahnya yaitu:

Pertama, diadakannya kelompok untuk mendapatkan hubungan interpersonal diwaktu yang tepat dan tidak sibuk, Kedua, kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan tukar pengalaman, dibawah pimpinan staf pengajar, Ketiga, diadakan pertemuan yang diadakan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, yaitu hubungan antara guru dengan peserta didik. Peserta didik dengan peserta didik dalam suasana akrab, Keempat, diadakan pertemuan 22

dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi yaitu dengan para pegawai administrasi dan orang tua peserta didik.23

Dalam situasi demikian diharapkan masing-masing person dapat menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagi pemecahan problem sekolah yang dihadapi. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realitas, karena didasari oleh kenyataan yang diharapkan.

g. Model Action Research yang Sistematis

Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat.24

Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal, yaitu: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan antara manusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan. Adapun langkah-langkahnya yaitu:

(a) dirasa adanya problem proses belajar mengajar disekolah yang perlu diteliti, (b) mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil

23

Dakir, Op. Cit., h. 98

24

sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut, (c) melaksanakan putusan yang telah diambil dan menjalankan semua rencana yang telah disusun.25

Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.

h. Model Teknologi

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Dalam model teknologi ini ada tiga variasi model, yaitu:

(a) model analisis perilaku, yang memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan peserta didik dari yang sederhana sampai yang kompleks secara bertahap, (b) model analisis sistem, yang memulai kegiatannya dengan menjabarkan tujuan khusus kemudian menyusun alat-alat pengukur untuk menilai keberhasilannya, (c) model berdasar komputer, memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasikan sejumlah unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan intruksional khusus. Kemudian pengajar dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan tersebut dan data inti disimpan dalam komputer.26

Model ini menujukkan bahwa pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan keterampilan yang akan menjadi isi kurikulum disusun dengan fokus pada nilai-nilai tadi. Inti dari

25

Dakir, Op .Cit, h. 56

26

pengembangan kurikulum teknologi adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi tertentu.

Pengembangan kurikulum model ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik dan media cetak. Dipihak lain harus dicegah jangan sampai pengembangan kurikulum ini menjadi objek bisnis. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Inilah hambatan utama pengembangan kurikulm ini, terutama bagi sekolah atau daerah-daerah yang kemampuan finansialnya masih rendah.27

Pemecahan masih dapat dilakukan dengan menerapkan model kurikulum teknologi yang lebih menekankan pada teknologi sistem dan kurang menekankan pada teknologi alat. Dengan pendekatan ini biaya dapat lebih ditekan, di samping memberi kesempatan kepada pelaksana pengajaran, terutama guru-guru untuk mengembangkan sendiri program pengajarannya.

3. Tahapan Pengembangan Kurikulum

Tingkat atau tahapan dalam mengembangkan kurikulum suatu sekolah pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan kurikulum pada tingkat lembaga

Maksudnya, pengembangan keseluruhan dari program kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum pendidikan tersebut. Pengembangan kurikulum tahap ini meliputi tiga pokok kegiatan, yakni:

27

Nana Saodih Sukmadinata, Op. Cit, h. 99

Baca selengkapnya

Dokumen terkait