• Tidak ada hasil yang ditemukan

MACAM-MACAM METODE PENGUKUAN ARAH KIBLAT, HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN AZIMUTH

B. Pengertian Arah Kiblat, Hisab Arah Kiblat, Azimuth Kiblat dan Contoh-Contoh Perhitungannya

4. Pengertian Sudut Waktu (t) Matahari

Sudut waktu matahari atau bintang adalah sudut yang dibentuk oleh lingkaran miridian langit dengan lingkaran waktu yang melalui matahari atau bintang. Atau bisa juga didefinisikan

35

busur lingkaran deklinasi yang dihitung dari miridian langit atas sampai dengan lingkaran waktu yang melalui matahari/bintang. Dalam gambar 12 di bawah sudut waktu bintang (t) X adalah sudut UPX atau busur UX.

Sudut waktu dalam bahasa inggrisnya adalah time anggle sehingga sudut waktu diberi tanda dengan huruf t (huruf kecil). Dalam dunia astronomi lebih dikenal dengan sebutan sudut jam bintang yang dalam bahasa inggrisnya adalah hour angle of star sehingga sudut waktu atau sudut jam bintang lebih sering diberi tanda dengan huruf H (huruf besar).

Gambar 12

Sistem koordinat sudut jam bintang di dalamnya menggambarkan sudut waktu/jam bintang dan deklinasi bintang

Diambil dari: http://abyss.uoregon.edu/~js/images/star_coord.gif

36

Sudut Waktu Matahari, dan Contoh Hisab (Perhitungan) nya. 1). Hisab (Perhitungan) Arah Matahari.

Arah matahari yang dimaksud di sini adalah arah matahari dihitung dari titik utara (U) atau dari titik selatan (S) melalui ufuk baik ke arah barat ataupun ke arah timur yang biasanya diberi lambang huruf A. Ketentuan apakah dari titik utara atau dari titik selatan adalah mengikuti hasil perhitungan, bilamana hasil perhitungan positip maka arah matahari dihitung dari titik utara (U), dan bilamana hasil perhitungan negatip maka arah matahari dihitung dari titik selatan (S). Dalam hal ini tidak ada perbedaan dengan arah kiblat.

Untuk mendapatkan arah matahari dapat digunakan formula rumus dari W.M. Smart (1977:12) sebagaimana untuk menentukan arah kiblat, yaitu cos a cos C = sin a cot b – sin C cot B.

Dari rumus ini dapat ditarik rumus cot B = sin a cot b : sin C – cos a cos C : sin C, karena cos C : sin C adalah cot C, maka rumus tersebut menjadi cot B = sin a cot b : sin C – cos a cot C.

Untuk menghitung arah matahari, maka B diganti menjadi A (arah matahari) dan C diganti menjadi t (lambang sudut waktu matahari), sehingga rumus tersebut menjadi cot A = sin a cot b : sin t – cos a cot t.

Penjabaran dari rumus tersebut adalah cot A = sin (900 -

φx

) cot (900 - δ) : sin t - cos (900 - φx

37

ini dapat disederhanakan lagi menjadi cot A = cos φx

tan δ : sin t – sin φx

: tan t. Dalam buku Almanak Hisab Rukyat Departemen Agama RI (1981: 97) disebutkan bahwa rumus menghitung azimuth bulan adalah cotg A = -sin p cotg t + cos p tan d cosec t. Keterangan:

A adalah arah matahari dihitung dari titik utara atau selatan, jika hasil perhitungan positip arah matahari dihitung dari titik utara (U), dan jika hasil perhitungan negatif arah matahari dihitung dari titik selatan (S). A juga bisa disebut busur arah matahari atau sudut arah matahari.

a (dengan huruf kecil) adalah busur / jarak yang dihitung dari kutub langit utara sampai dengan titik zenith tempat/kota yang diukur arah kiblatnya melalui lingkaran miridian langit. Nilai a dapat diperoleh dengan rumus (kaidah): a = 900 - φx

. x = lintang tempat yang akan diukur arah kiblatnya, dalam buku

Almanak Hisab Rukyat Depag RI (1981:97) diberi tanda huruf

p). Dalam gambar 12 di atas a adalah busur zp.

b (dengan huruf kecil) adalah busur/jarak yang dihitung dari kutub langit utara sampai dengan lingkaran deklinasi yang dilintasi matahari melalui lingkaran waktu, b dapat diperoleh dengan rumus: b = 900 - δ (δ = deklinasi matahari/bintang, dalam buku Almanak Hisab Rukyat Depag RI (1981:97) diberi tanda huruf d). Dalam gambar 12 di atas b adalah busur PX.

38

yaitu sudut yang dibentuk oleh lingkaran miridian langit dengan lingkaran waktu yang melalui matahari atau bintang. Atau bisa juga didefinisikan busur lingkaran deklinasi yang dihitung dari miridian langit sampai dengan lingkaran waktu yang melalui matahari/bintang. Dalam gambar 12 di atas t adalah sudut UPX atau busur UX.

2). Hisab (Perhitungan) Azimuth Matahari.

Sebagaimana pada gambar 11 di atas, bahwa azimuth matahai adalah sudut (busur) yang dihitung dari titik utara ke arah timur (searah perputaran jarum jam) melalui ufuk sampai dengan lingkaran vertikal yang melalui matahari/bintang. Atau dapat juga didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan titik pusat dan titik utara dengan garis yang menghubungkan titik pusat dan proyeksi matahari/bintang melalui ufuk ke arah timur (searah perputaran jarum jam).

Berdasarkan gambar 11 di atas maka untuk mendapatkan azimuth matahri dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Jika A (arah matahri) = UT; maka azimuth matahri adalah tetap. Misalnya A= 870 10’ (UT) ; maka azimuth matahari = 870 10’.

Jika A (arah matahari) = ST; maka azimuth matahri adalah 1800 + A. Misalnya A= -870 10’ (ST) ; maka azimuth matahari = 1800 + (-870 10’) = 920 50’.

Jika A (arah matahari) = SB; maka azimuth matahri adalah 1800 - A. Misalnya A= -870 10’ (SB) ; maka azimuth matahri =

39

1800 - (-870 10’) = 2670 10’.

Jika A (arah matahri) = UB; maka azimuth matahri adalah 3600 - A. Misalnya A = 870 10’ UB ; maka azimuth matahari = 3600 - (+870 10’) = 2720 50’.

3). Hisab (Perhitungan) Tinggi/Altutude (h) Matahari.

Untuk mendapatkan tinggi/altutude (h) matahari atau bintang, W.M. Smart (1977:18) menyebutkan bahwa:

cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A.

Menurutnya rumus ini adalah merupakan fundamen dari rumus spherical trigonometry.

Rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi sebagai berikut: cos (90° - h) = cos (90° - φ) cos (90° - δ) + sin (90° - φ) sin (90° -

δ) cos H.

Sedangkan cos (90° - h) adalah sama dengan sin h, cos (90° - φ) adalah sama dengan sin φ, cos (90° - δ) adalah sama dengan sin δ, sin (90° - φ) adalah sama dengan cos φ, sin (90° - δ) adalah sama dengan cos δ dan cos H adalah sama dengan cos t. Dengan demikian rumus ini dapat ditarik menjadi:

sin h = sin φ sin δ + cos φ cos δ cos t. Catatan:

h (huruf kecil) adalah lambang tinggi matahari/bintang.

φ (phie) adalah lambang lintang tempat.

δ (delta) adalah lambang deklinasi matahari/bintang. H atau t adalah sudut jam/waktu matahari/bintang.

40

4). Hisab (Perhitungan) Sudut Waktu (t) Matahari.

Untuk mendapatkan sudut waktu (t) matahari perlu dibedakan apakah untuk menghitung daerah bujur timur atau daerah bujur barat. Bilamana untuk menghitung wilayah daerah bujur timur dapat digunakan rumus:

t = (LMT + e – (BTL – BTX) : 15 – 12) × 15, sedangkan untuk menghitung wilayah daerah bujur barat dapat digunakan rumus: t = (LMT + e + (BBL – BBX) : 15 – 12) × 15 (Hambali, 2013: 65).

Catatan:

t (huruf kecil) adalah sudut waktu. Dalam perhitungan bilamana sudut waktu (t) negatip harus diubah menjadi positip, namun harus diketahui bahwa posisi matahari ada di sebelah timur miridian langit.

LMT adalah singkatan dari local mean time. Di Indonesia LMT dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu WIB (105°), WITA (120°) dan WIT (135°).

e (huruf kecil) adalah singkatan dari equation of time. BTL adalah singkatan dari bujur timur yang merupakan bujur daerah LMT.

BTX adalah singkatan dari bujur timur yang merupakan bujur tempat daerah yang dihitung sudut waktu mataharinya.

BBL adalah singkatan dari bujur barat yang merupakan bujur daerah untuk LMT.

41

BBX adalah singkatan dari bujur barat yang dihitung sudut waktu mataharinya.

Untuk mendapatkan arah matahari, azimuth matahari dan tinggi matahari, sudut waktu matahari harus diperhitungkan terlebih dahulu, karena rumus-rumus untuk mendapatkan arah matahari, azimuth matahari dan tinggi matahari ada komponan sudut waktu matahari.

6. Contoh Hisab (Perhitungan) Arah Matahari, Azimuth Matahari,

Dokumen terkait