• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Kepustakaan

2. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana

Tindak Pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Menurut Andi Hamzah tindak pidana adalah perbuaatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang.17

Sedangkan menurut Teguh Prasetyo, peristiwa pidana juga disebut tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukum pidana18

a. Adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang; Moelyatno, tidak mengunakan istilah tindak pidana rumusan diatas, tetapi mengunakan kata “perbuatan pidana” kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti abstrak yaitu suatu pengertian yang merujuk pada 2 kejadian yang konkret yaitu:

b. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.19

Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana juga disebut orang dengan delik adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki

17

Andi Hamzah Op. Cit,. hal 165

18

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hal. 16

19

Suharto R.M, Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan,

oleh hukum atau perbuatan yang oleh aturan pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang.20

Sedangkan pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan “strafbaar feit”untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) tanpamemberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud denganperkataan “strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berartisebahagian dari suatu kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat,oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan olehhukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.21

Menurut Simons, dalam rumusannya strafbaarfeit itu adalah “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan

20

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), hal. 13.

21

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 1.

oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.” Alasan dari Simon mengapa strafbaarfeit harus dirumuskan seperti diatas karena:

a. Untuk adanya suatu strafbaarfeit diisyaratkan bahwa disitu terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan dengan Undang-Undang di mana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum;

b. Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum maka tindakan itu harus memenuhi semua unsur-unsur dari delik seperti yang dirumuskan dengan Undang-undang;

c. Setiap strafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap suatu larangan atau kewajiban menurut Undang-Undang itu, pada hakikatnya merupakan tindakan melawan hukum atau suatu Onrechtmatige handeling.22

Sedangkan Utrecht menerjemahkan strafbaarfeit dengan istilah peristiwa hukum yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu perbuatan handelen

atau doen positif atau suatu melalaikan natelen negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat hukum yang diatur oleh hukum.Tindakan semua unsur yang disinggung oleh suatu ketentuan pidana dijadikan unsur yang mutlak dari peristiwa pidana. Hanya sebagian yang dapat dijadikan unsur-unsur mutlak suatu tindak pidana, yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum (unsur melawan hukum), oleh sebab itu dapat djatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata tanggung jawab23

Menurut Pompe perkataan strafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu: “pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana

22

Evi Hartanti, Op. Cit., Hal 5-6

23

penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”. Sangatlah berbahaya untuk mencari suatu penjelasan mengenai hukum positif yakni semata-mata dengan menggunakan pendapat secara teoritis. Perbedaan antara hukum positif dengan teori adalah semu. Oleh karena itu, yang terpenting dalam teori itu adalah tidak seorang pun dapat dihukum kecuali tindakannya benar-benar melanggar hukum dan telah dilakukan dalam bentuk schuld, yakni dengan sengaja atau tidak dengan sengaja. Adapun hukum kita juga mengenal adanya schuld tanpa adanya suatu

wederrechtelijk heid.

Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik (an objective of penol provision), namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective built). Disini berlaku “tiada pidana tanpa kesalahan” (keine strafe ohne schuld atau geen straf zonder schuld atau nulla poena sine culpa). Culpa di sini dalam arti luas, meliputi juga kesengajaan.24

Vos memberi istilah tindak pidana dengan mengumukan arti delict sebagai “Tatbestandmassigheit” dan delik sebagai “Wesenschau”. Makna “Tatbestandmassigheit” merupakan kelakuan yang mencocoki lukisan ketentuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang yang bersangkutan, maka distu telah ada

24

delik. Sedangkan makna “Wesenschau” merupakan kelakuan yang mencocoki ketentuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Seperti misalnya kejahatan penadahan di situ tidak mungkin dimaksudkan seseorang yang telah membeli barangnya sendiri dari orang lain yang berhasil mencuri barang tersebut, karena hakikat penadahan mempunyai makna yang tidak untuk mengancam pidana seseorang yang membeli barangnya sendiri meskipun nampaknya kelakuannya telah mencocoki rumusan Undang-Undang.25

a. Definisi pendek memberikan pengertian “starfbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang;

J.E Jonkers memberikan dua pengertian mengenai strafbaar feit yaitu:

b. Definisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian “starfbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau culpa oleh orang yang dapat di pertanggungjawabkan26

Kemudian R. Tresna mendefinisikan peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.27

Menurut Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Sedangkan menurut H.J. Van Schravendijk merumuskan perbuatan yang boleh dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan

25

Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal. 90

26

Ibid, hal. 91

27

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 72

hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat dipersalahkan28

a. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Setelah melihat berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarangan dan diancam pidana, dimana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatau yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

Tindak Pidana atau strafbaar feit dalam Kamus Hukum artinya adalah suatu perbuatan yang merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman.28 Tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu kejadian dalam alam lahir. Disamping kelakuan dan akibat untuk adanya perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan.

Unsur-unsur tindak pidana terdiri atas dua macam, yaitu:

b. Unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

28

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindakan adalah: 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging.

3) Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan.

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan

5) Perasaan takut seperti antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Sedangkan unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah: 1) Sifat melawan hukum atau wederrechtlijkheid.

2) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai serorang pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP.

3) Kualitas yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.29

Dokumen terkait