• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Landasan Konseptual

2.3.2 Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering menggunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang-undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah memberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

(Andi Hamzah 1994) dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana memberikan definisi mengenai delik, yakni: “Delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana)”.

Lanjut Moeljanto mengartikan Strafbaarbeit itu sebenarnya adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (Adami Chazawi 2002).

35

Sementara Jonkers merumuskan bahwa Stafbaarbeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana) (Amir Ilyas 2012).

Dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah norma yang tertulis : Tidak dipidana jika ada tidak ada kesalahan. Asas legalitas tercantum di dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu : “Nullum delictum nulla poena sine praevia poenali” yang artinya tiada suatu perbuatan tindak pidana tiada pula dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.

Dalam hukum pidana terdapat berbagai unsur. Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undanagan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Berikut ini kumpulan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana.

Di dalam tindak pidana terbagi atas 2 (Dua) unsur, yakni unsur formal dan unsur material. Unsur formal meliputi (Moeljatno, 2009) :

36

1) Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.

2) Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.

3) Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.

4) Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.

5) Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan

37

suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi:

1) Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).

2) Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.

3) Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan (Moeljanto 2009).

Unsur-unsur apa yang ada dalam Tindak Pidana adalah melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Tindak pidana itu terdiri dari unsu-unsur yang dapat dibedakan atas unsur yang bersifat subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif Adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan (Lamintang 1997)

38

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa).

2) Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.

3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

5) Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

b. Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah: 1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid.

2) Kwalitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

3) Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Dokumen terkait