• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Tindak Pidana Penadahan

1. Pengertian Tindak Pidana Penadahan

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan

istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang dalam

merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah

peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Para pakar asing Hukum Pidana menggunakan istilah tindak pidana atau perbuatan pidana atau peristiwa pidana dengan istilah: a. Strafbaarfeit adalah peristiwa pidana;

b. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan perbuatan pidana, yang digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman; dan c. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah perbuatan criminal.

9 Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata yaitu: straf, baar dan feit. Yang masing-masing memiliki arti:

a) Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, b) Baar diartikan sebagai dapat dan boleh,

c) Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelnggaran dan perbuatan.

Seringkali tindak pidana di anonimkan dengan Delik yang berasal dari bahasa Latin Yakni kata Delictum. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) tercantum sebagai berikut: “Delik adalah

perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana;“ 6

Berdasakan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit)

memuat beberapa unsur yakni : 1. Suatu perbuatan manusia,

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang,

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggung jawaban.

Tindak pidana merupakan istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa

10 hukum pidana, tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

Pengertian tindak pidana, banyak dikemukan oleh para sarjana hukum, diantaranya:

a) Moeljatno, pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:

“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”

b) S.R.Sianturi, perumusan tindak pidana sebagai berikut:

Tindak Pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang yang bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang (yang mampu bertanggung jawab).

c) Mr.R.Tresna, peristiwa pidana adalah:

“Sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-peraturan

11 lainnya, terhadap perbuatan mana yang diadakan tindakan

penghukuman.”7

Selain itu menurut Pompe bahwa ada dua macam defenisi

terkait tindak pidana yaitu : 8

a) Defenisi teoritis yaitu pelanggaran norma (kaidah dan tata hukum), yang diadakan karena kesalahan pelanggardan harus diberikan pidana untuk dapat mempertahankan tata hukuman menyelamatkan kesejahteraan umum.

b) Defenisi yang bersifat perundang-undangan yaitu suatu peristiwa yang oleh Undang-undang ditentukan mengandung perbuatan (handeling) dan pengabaian (nalaten); tidak berbuat pasif, biasanya dilakukan didalam beberapa keadaan yang merupakan bagian dari suatu peristiwa.

Sedangkan menurut E.Y.Kanter dan S.R.Sianturi bahwa

tindak pidana tersebut mempunyai unsur yaitu: 9

a) Subjek; b) Kesalahan;

c) Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan;

d) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana; dan

e) Waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya).

Tindak pidana juga diartikan sebagai suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban sesorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamannya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, yaitu berdasarkan asas legalitas

7 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, 1986. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya, AlumniAHM-PTHM, Jakarta, hlm. 208-209.

8 Zainal Abidin, 2014. HukumPidana I, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 225. 9 Moeljatno, 2009. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 56.

12

(principle of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada

perbuatan yang dapat dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana/delik Comissionis, delik Omisionis dan delik Comisionis per omisionis,

antara lain;

a. Delik Commissionis

Delik Commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yaitu berbuat sesuatu yang dilarang misalnya melakukan pencurian, penipuan, pembunuhan dan sebagainya. b. Delik Omissionis

Delik omissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu berbuat sesuatu yang diperintah misalnya tidak menghadap sebagai saksi di muka persidangan Pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 522 KUHP.

c. Delik Comissionis per Ommissionem Commissa

Pengertian dari delik ini tersebut adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat, misalnya: seorang ibu yang membunuh bayinya dengan tidak menyusui (Pasal 338 dan 340 KUHP).

13 2. Jenis-jenis Tindak Pidana

Dalam membahas hukum pidana, nantinya akan ditemukan

beragam tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat. KUHP sendiri telah mengklasifikasikan tindak pidana atau delik kedalam dua kelompok besar yaitu dalam Buku Kedua dan Ketiga yang masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran.

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut :

a. Kejahatan(Misdrijft) dan Pelanggaran(Overtreding).

Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran lebih ringan dari pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda,sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara.

Dalam Wetboek van Srafrecht (W.v.S) Belanda, terdapat pembagian tindak pidana antara kejahatan dan pelanggaran. Untuk yang pertama biasa disebut dengan rechtdelicten dan untuk yang kedua disebut dengan wetsdelicten.

Disebut dengan rechtdelicten atau tindak pidana hukum yang artinya yaitu sifat tercelanya itu tidak semata-mata pada dimuatnya dalam undang-undang (uu) melainkan dasarnya

14 telah melekat sifat terlarang sebelum memuatnya dalam rumusan tindak pidana dalam uu. Walaupun sebelum dimuat dalam uu ada kejahatan mengandung sifat tercela (melawan hukum), yakni pada masyarakat, jadi melawan hukum materiil, sebaliknya wetsdelicten sifat tercelanya itu suatu perbuatan itu terletak pada setelah dimuatnya sebagai demikian dalam uu.

Sumber tercelanya wetsdelicten adalah uu. 10

b. Delik formil dan Delik materiil.

Pada umumnya rumusan delik didalam KUHP merupakan rumusan yang selesai, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya. Delik formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak membutuhkan dan memperhatikan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan yang sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian (Pasal 362) untuk selesainya pencurian bergantung pada selesainya perbuatan.

Sebaliknya, tindak pidana materiil inti larangan adalah pada timbulnya akibat yang dilarang. Oleh karena itu siapa yang menimbulkan akibat dilarang. Oleh karena itu, siapa yang

10 Adami Chazawi, 2005. Pelajaran Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 122.

15

menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang

dipertanggungjawabkan dan dipidana.

c. Delik Kesengajaan (Dolus) dan delik Kelalai(Culpa).

Tindak pidana Kesengajaan adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Di samping tindak pidana yang tegas unsur kesengajaan itu dicantumkan dalam Pasal, misalnya Pasal 362 (maksud), Pasal 338 (sengaja), Pasal 480 ( yang diketahui).

Sedangkan tindak pidana Kelalaian adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa (lalai), kurang hati-hati dan bukan karena kesengajaan. Tindak pidana yang mengandung unsur culpa ini misalnya; Pasal 114, Pasal 359, Pasal 360 dll.

d. Tindak Pidana Aktif (Delik commisionis) dan Tindak Pidana Pasif.

Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat.

e. Tindak Pidana Terjadi Seketika (Aflopende Delicten) dan Tindak Pidana Berlangsung Terus (Voortdurende Delicten)

16 Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut juga. Misalnya jika perbuatan itu selesai tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna. Sebaliknya tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan itu dilakukan, tindak pidana itu berlangsung terus yang disebut juga dengan.

f. Tindak Pidana Khusus dan Tindak Pidana Umum.

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan III KUHP). Sementara tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat dalam luar yang terdapat di luar kodifikasi tersebut.

g. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (Envoudige dan Gequalificeerde/Geprevisilierde Delicten).

Delik yang ada pemberatannya, misal: penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb. (Pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (Pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd

17

delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan (Pasal 351 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP).

h. Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana Aduan.

Tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan bagi yang berhak. Sebagian besar tindak pidana adalah tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini.

Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata (Pasal 72) atau keluarga tertentu dalam hal tertentu (Pasal 73) atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh yang berhak.

3. Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka akan dijumpai suatu perbuatan atau tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.

18 Unsur–unsur tindak pidana tersebut sebagai berikut:

a) Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang bersalah dalam diri pelaku. Asas hukum pidana mengatakan “ tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non fault reum nisi mens sit rea)

kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (inention/opzet/dolus) dan kealpaan (schuld/culpa).

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah : 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)

2) Maksud dan Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya didalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

4) Merencankan terlebih dahulu atau voorbedachrte yang seperti yang terdapat didalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; dan

5) Perasaan takut yang diantara lain terdapat didalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Sementara A.Fuad Usfa, dalam bukunya Pengantar Hukum Pidana mengemukakan bahwa:

19

Unsur-unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :11

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan Culpa);

2) Maksud pada suatu perobaan (seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP)

3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti misalnya terdapat dalam tindak pidana pencurian.

4) Merencakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP.

b) Unsur Objektif

Unsur Objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas :

1) Perbuatan manusia, berupa:

a. Act, yakni perbuatan aktif atau positif;

b. Omissions, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negatif yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.

2) Akibat (Result) perbuatan manusia

Akibat tersebut membahayakan atau merusak,bahkan

menghilangkan kepentingan-kepentingan yang diperintahkan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya.

3) Keadaan-keadaan (Circumstances).

Pada umumnya keadaan ini dibedakan antara lain :

11 Lamintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 193-194.

20 a. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan;

b. Keadaan setelah perbuatan dilakukan ;

c. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan perilaku dari hukum.

C. Tindak Pidana Penadahan

1. PengertianTindak Pidana Penadahan

Dari segi tata bahasa, penadahan adalah suatu kata kajian atau sifat yang berasal dari kata tadah, yang mendapat awalan pe- dan akhiran–an. Kata penadahan sendiri adalah suatu kata kerja tadah yang menunjukan kejahatan itu atau subjek pelaku.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut: 12

a) Tadah : barang untuk menampung sesuatu;

b) Bertadah : memakai tadah (alas, lapik);

c) Menadah : menampung atau menerima barang hasilcurian

(untuk menjualnya lagi);

d) Menadahkan : memakai sesuatu untuk menadah;

e) Tadahan : hasil atau pendapatan menadah;

f) Penadah : orang yang menerima barang gelap atau

barang curian.

Mengenai arti penadahan, sampai sekarang belum ada rumusan yang jelas atau defenisi resmi sebagai pegangan para ahli

hukum pidana.merekahanya menggolongkan tindak pidana

penadahan sebagai suatu bagian dari kejahatan terhadap harta benda. Penadahan sebagai suatu perbuatan pidana merupakan bagian terakhir dari kejahatan terhadap harta kekayaan.

21 Sedangkan pengertian penadahan menurut Pasal 480

KUHP: 13

a. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau dengan harapan akan memperoleh keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan,

menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau

menyembunyikan sesuatu benda yang ia ketahui atau secara patut ia diduga, bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan.

b. Barangsiapa mengambil keuntungan dari hasil suatu benda yang secara patutia ketahui atau harus dapat ia duga bahwa benda tersebut diperoleh karena kejahatan.

Penadahan dalam bahasa Belanda disebut

Helingmerupakan tindak pidana yang berantai, suatu tindak pidana

yang harus didahulukan dengan kejahatan, sebab setelah seseorang melakukan kejahatan maka barang-barang hasil kejahatan tersebut ada yang dipergunakan sendiri dan ada pula yang dipakai untuk dihadiahkan serta sering pula dipakai untuk menarik keuntungan. Tetapi kasus yang paling sering muncul

dalam tindak pidana penadahan adalah menjual untuk

mendapatkan keuntungan barang dari hasil kejahatan tindak pidana pencurian.

Dari penjelasan Pasal 480 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana penadahan merupakan tindak pidana formil, sehingga ada ataupun tidaknya pihak lain yang dirugikan bukanlah unsur yang menentukan. Hal tersebut kembali dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung NO.79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli

Dokumen terkait