Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni pengliatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian yang dilakukan Rogers dikutip dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang tersebut menjadi proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru
5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
a. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kemnbali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyenbutkan, menguraikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Komprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan terhadap suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum–hukum, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesa (Synthesis)
Sintesisa yang dimaksud menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1) Faktor internal
a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan (Wawan, 2010, p.16).
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatanya Perubahan atau tindakan pemeliharaan atau peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan dan didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap (langgeng), karena didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2005, p.26).
Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh seseorang tingkat pendidikan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berprilaku secara
ilmiah. Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan sewaktu-waktu dengan maksud mempertinggi kemampuan atau ketrampilan khusus. Dalam garis besar ada tiga jenjang pendidikan yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A) pendidikan menengah (SLTP/MTs/Paket B, SMA/MA/SMK), dan pendidikan tinggi (D3/S1). Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Pendidikan ibu ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah. Masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan sesuatu yang alami yang berarti tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan, serta tanpa mereka sadari bahwa mereka termasuk dalam kelompok resiko tinggi (Ambarwati, 2009)
Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan dan bertindak. Pendidikan tentang pemberian ASI merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang ASI
sehingga tercipta pola kebudayaan dalam memberikan ASI tanpa tambahan bahan makanan apapun. Berpedoman pada tujuan pendidikan diperkirakan bahwa semakin meningkatnya pendidikan yang dicapai sebagian besar penduduk, semakin membantu kemudahan pembinaan akan pentingnya pemberian ASI (Kristiyanasari, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Devi Febrianti, 2010 di Kelurahan Lamper Tengah menyebutkan bahwa dari 85 ibu menyusui sebagian besar berpendidikan SMA sebesar 38,8%, berpendidikan SMP sebesar 80,6%, PT 17,6% dan SD 12,9%. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang diperoleh, semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian ASI yang dimiliki.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupanya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan dan banyak tantangan (Wawan, 2010, p.17)
Pada masa modern seperti saat ini, sebagian ibu muda merasa enggan menuyusui anaknya. Sebenarnya gejala tersebut sudah membudaya sejak lama. Ada beberapa faktor yang membuat sebagian ibu muda tidak memyusui anaknya salah
satunya adalah sebagian besar para ibu yang aktif bekerja dikantor sehingga menyita waktu (Prasetyono, 2009, p.11-13)
Secara ideal setiap tempat kerja yang memperkerjakan perempuan hendaknya memiliki ”tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu dapat membawa bayinya ketempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun, bila tidak memungkinkan, karena tempat kerja jauh dari rumah, tidak memiliki kendaraan pribadi, tidak ada mobil jemputan dari kantor atau lingkungan tempat kerja kurang sehat untuk bayi maka ada cara lain yang juga mudah. Berikan ASI perah/pompa pada bayi saat ibu bekerja. Untuk itu diperlukan fasilitas dan peraturan-peraturan perusahaan yang memungkinkan seorang ibu tetap dapat memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan, misalnya dengan menyediakan ruangan untuk memerah ASI yang memadai, memberi izin dan waktu untuk memerah ASI, dan cuti hamil yang lebih fleksibel (Utami, 2001, p.38)
Menurut penelitian Devi Febrianti 2010, ibu menyusui yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar pada ibu yang bekerja. Upaya yang diberikan kepada ibu yang bekerja yaitu dengan memberikan KIE tentang teknik menyusui yang benar dan memberikan leaflet sehingga dapat mempelajari di rumah atau dibaca sebagai sumber informasi agar ibu dapat lebih mengerti
tentang manfaat menyusui dan dapat mempraktikan bagaimana menyusui yang benar meskipun ibu bekerja.
c) Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
Pada umur 20-35 tahun merupakan usia yang baik dan reproduktif untuk terjadinya kehamilan dan persalinan karena organ reproduksi paling sehat adalah pada masa ini. Dapat disimpulkan bahwa umur seseorang mempengaruhi pola pikir dari masing masing responden, karena semakin tua usia ibu maka semakin banyak pola pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya.
2) Faktor eksternal a) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan, 2010)
Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan atau minuman pengganti ASI apabila
ASI belum keluar pada hari pertama setelah kelahiran (Departemen Kesehatan RI, 2005,p.1)
b) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.