mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, NOC: Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
NIC :
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat
30 perilaku tidak sesuai tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
31 3.5. Implementasi
Implementasi adalah melakukan tindakan sesuai dengan Intervensi yang telah di buat.
3.6. Evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi:
a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Seperti: mulut px sudah kembali seperti semula, tidak pelo, tekanan darah sitole naik sampai 130 mmHg.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya. Seperti: tekanan systole naik sampai 130 mmHg, mulut sudah kembali seperti semula, tapi bicaranya masih pelo.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru, dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnose, tindakan, dan factor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Seperti: gejala yang timbul tidak berubah, bahkan px mengalami gangguan lain (pusing, mual muntah, dll).
32 BAB IV PEMBAHASAN
Bell‟s palsy pada dasarnya merujuk pada kelumpuhan salah satu syaraf wajah (mononeuropati) yakni syaraf ke-7. Kelumpuhan ini murni disebabkan jepitan pada syaraf ke-7, bukan dari penyebab lain seperti pembuluh darah pecah atau tersumbat.
Berbeda dengan stroke, Bell‟s palsy hanya menyebabkan kelumpuhan pada separuh wajah. Bukan kelumpuhan separuh bagian badan. Kelumpuhan ini terjadi akibat adanya himpitan yang menekan serabut syaraf ke-7 sehingga tak bisa menyampaikan impuls dari pusat syaraf pada batang otak.
Syaraf yang bekerja pada wajah sebenarnya ada 12 dengan pusat pada batang otak. Masing-masing memiliki fungsi berbeda. Misalkan, syaraf 1 untuk hidung, syaraf 2 untuk penglihatan, syaraf 3-4-6 untuk gerakan bola mata, syaraf 5 untuk merasakan sentuhan dan syaraf 7 untuk menggerakkan otot wajah. Syaraf ke-7 memiliki keistimewaan, terdapat serabut panjang dari dalam tempurung kepala keluar melalui kanal di bawah telinga menuju sisi wajah. Panjangnya serabut syaraf ke-7 ini menyebabkannya rentan terjepit atau tertekan. Bila terjadi gangguan, akan menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot wajah sesisi. Sejumlah keluhan Bell‟s palsy juga disertai sakit kepala tak spesifik. Umumnya Bell‟s palsy tak disertai keluhan lain seperti rasa kebas, karena syaraf perasa di wajah dipengaruhi syaraf 5, bukan 7. Namun, karena terjadi kekakuan pada otot wajah, penderitanya merasa sedikit tebal pada kulit wajahnya.
33
Banyak asumsi dikaitkan dengan Bell‟s palsy. Beberapa pendapat di masa lalu mempercayai, Bell‟s palsy disebabkan angin yang menyusup ke daerah belakang telinga dan mengganggu syaraf ke-7. Ada pula yang berpendapat, kondisi ini diakibatkan serangan virus cytomegalovirus, atau herpes. Kenyataannya, tanpa bepergian atau terkena angin, maupun mendapat serangan virus sekalipun, seseorang tetap bisa terserang Bell‟s palsy.
Menghadapi wajah yang mencong tiba-tiba akibat Bell‟s palsy sebaiknya jangan panik. Bell‟s palsy bisa sembuh hingga 100 persen dan tak meninggalkan kecacatan. Bahkan 80 persen serangan Bell‟s palsy akan sembuh sendiri dalam waktu 4 sampai 7 hari. Asalkan ditangani tepat dan tak terlambat, bisa sembuh sempurna. Tepat artinya ditangani kurang dari 24 jam setelah serangan (golden period). Dan tidak dilakukan pengobatan alternatif atau tindakan tanpa pertimbangan medis. Namun, yang terpenting lagi penderita Bell‟s palsy sebaiknya beristirahat atau mengurangi aktivitas wajah selama beberapa hari setelah terkena serangan. Dan segera berkonsultasi ke dokter syaraf selama masih dalam golden period.
Bila pengobatan dengan obat anti inflamasi atau anti-viral tak menunjukkan hasil, dan setelah dilakukan MRI tampak adanya penekanan pada syaraf ke-7, pilihan akhir yang diambil dokter adalah tindakan operasi dekompresi atau pembebasan tekanan. Namun, sekali lagi, ini pilihan terakhir yang jarang sekali diambil. Setelah lewat fase akut 3-4 hari, barulah bisa dimulai latihan fisioterapi di depan kaca atau mengunyah permen karet. Sebaiknya fisioterapi tak terburu-buru dilakukan, karena memicu terjadinya nerve sprouting atau syaraf tak
34
kembali sempurna, atau tumbuh melenceng. Nerve sprouting bisa menyebabkan timbulnya gerakan tak terkontrol yang menyertai maksud gerakan pada wajah. Misalnya, kedutan di wajah.
Pada penderita diabetes, kemungkinan untuk sembuh akan berbeda dengan orang tanpa diabetes. Rocksy menerangkan, penderita diabetes yang terserang bell‟s palsy akan sembuh sekitar 60 persen saja, karena kemampuan penyembuhannya relatif tak sebaik orang tanpa diabetes. Biasanya wajahnya masih akan terlihat sedikit mencong.
Bell‟s palsy diperkirakan disebabkan oleh infeksi virus dari syaraf muka. Virus yang paling mungkin adalah virus herpes simplex. Diagnosis dibuat ketika tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Nama-nama lain untuk kondisi ini adalah “idiopathic facial palsy” atau Antoni’s palsy.
Bell‟s palsy biasanya adalah kondisi yang hilang sendiri, tidak mengancam nyawa yang secara spontan hilang dalam waktu enam minggu. Kejadiannya adalah 15-40 kasus-kasus baru per 100,000 orang per tahun. Tidak ada umur yang diutamakan atau kecenderungan rasial; bagaimanapun ia adalah 3.3 kali lebih umum selama kehamilan dan sedikit lebih umum pada wanita-wanita menstruasi. Pada umumnya, kejadian meningkat dengan umur yang berlanjut.
4.1.Gejala-gejala khas dari Bell‟s palsy
1. Kelumpuhan akut unilateral dari otot-otot muka. Kelumpuhan melibatkan semua otot-otot, termasuk dahi.
2. Kira-kira setengah dari waktu, ada mati rasa atau nyeri pada telinga, muka, leher atau lidah.
35
3. Ada penyakit virus yang mendahuluinya pada 60% dari pasien-pasien. 4. Ada sejarah keluarga dari Bell‟s palsy pada 10% dari pasien-pasien. 5. Kurang dari 1% dari pasien-pasien mempunyai persoalan-persoalan
bilateral.
6. Mungkin ada perubahan pada kepekaan pendengaran ( seringkali kepekaan yang meningkat ).
4.2. Mekanisme luka dari syaraf muka pada Bell‟s palsy
1. Infeksi virus primer ( herpes ) pada suatu waktu di masa lalu.
2. Virus hidup di syaraf (trigeminal ganglion) dari waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
3. Virus menjadi aktif kembali di kemudian hari. 4. Virus reproduksi dan berjalan sepanjang syaraf.
5. Virus menginfeksi sel-sel yang mengelilingi syaraf (Schwann cells) berakibat pada peradangan.
6. Sistim imun merespon pada sel-sel Schwann yang rusak yang dan menyebabkan peradangan dari syaraf dan kelemahan atau kelumpuhan dari muka yang berikut.
7. Perjalanan dari kelumpuhan dan pemulihan akan tergantung pada derajat dan jumlah kerusakan pada syaraf.
4.3. Kondisi-Kondisi Yang Mempengaruhi Syaraf Muka
1. Trauma: seperti trauma kelahiran, retak-retak dasar tengkorak, luka-luka muka, luka-luka-luka-luka telinga bagian tengah, atau trauma operasi.
36
2. Penyakit Sistim Syaraf: termasuk Opercular syndrome, Millard-Gubler syndrome.
3. Infeksi: dari telinga atau muka, atau Herpes Zoster dari syaraf muka (Ramsey-Hunt syndrome).
4. Metabolik: diabetes mellitus atau kehamilan.
5. Tumor-Tumor: acoustic neuroma, schwannoma, cholesteatoma, tumor-tumor parotid, tumor-tumor-tumor-tumor glomus.
6. Racun-Racun: alkoholisme atau keracunan carbon monoxide. 7. Bell‟s Palsy: Juga disebut kelumpuhan syaraf muka idiopathic. 4.4. Mendiagnosa Penyebab-Penyebab Dari Disfungsi Syaraf Muka
Penyebab-penyebab dari penyakit syaraf muka bervariasi dari yang tidak diketahui sampai yang mengancam nyawa. Adakalanya, ada perawatan spesifik untuk persoalan. Karena itu, adalah penting untuk menginvestigasi mengapa persoalan telah terjadi. Tes-tes spesifik yang digunakan untuk diagnosis akan bervariasi dari pasien ke pasien, namun termasuk:
1. Tes-tes pengdengaran: Tes-tes pendengaran dilakukan untuk menilai status dari syaraf auditory. Tes stapedial reflex dapat mengevluasi cabang dari syaraf muka yang mensuplai serat-serat motor ke salah satu dari otot-otot pada telinga bagian tengah.
2. Tes-tes keseimbangan: Akan membantu menemukan jika bagian dari