BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pengetahuan Lansia Tentang pemanfaatan
Posyandu lansia merupakan pelayanan kesehatan bagi lansia yang
penyelenggarannyamelaluiprogrampuskesmasyangmelibatkanperansertapara lansia,keluarga,tokohmasyarakatdanorganisasisosial.Posyandulansiadengan berbagaiprogramnyasudahseharusnyabanyakmemberikanmanfaatbagiorang tua di wilayah kerja puskesmas (Anonim, 2009). Pengetahuan merupakan
pedoman penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, apabila perilaku
tersebutdidasaripengetahuan,kesadarandansikappositifmakaperilakutersebut bersifatpositif,olehsebabitu,pemanfaatanpelayananposyandudipengaruhioleh pengetahuanlansiatentangposyanduitusendiri.
Berdasarkandarihasilpenelitianpengetahuanlansiatentangpemanfaatan pelayanan posyandu lansia yang dilakukan di Kelurahan Pasar Teluk Dalam
KabupatenNiasSelatan,sebagianbesarresponden58orang(68,2%)memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan 8 orang (9,4%) yang memiliki tingkat
pengetahuanyangkurang.Halinimenunjukkanbahwasebagianbesarresponden belummengertidanmemahamisepenuhnyatentangmanfaatdaripemanfaatan pelayanan posyandu lansia. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan
respondenterdapat36orang(42,4%) respondendengantingkatpendidikanSMA
dan17orang(20%) respondendengantingkatpendidikanSarjana.Sesuaidengan
pendapat Notoadmodjo (2003), mengatakan bahwa tingkat pengetahuan dapat
denganpendapatyangmenyatakanbahwasekolahataupendidikanberpengaruh terhadap perkembangan pribadi individu dan mempertinggi taraf intelegensi
individu.Inidibuktikanberdasarkanhasilpengukuranpengetahuanlansiatentang pemanfaatan posyandu lansia dalam fokus pelayanan posyandu lansia menitik
beratkanpadaupayapromotifdanpreventif sesuaidenganpengertianposyandu
lansiasebagaitempatuntukpeningkatankesehatan,kemampuanuntukmandiri, produktifdanberperanaktif(DepkesRI,2003).Halinididukungolehdatapada table 5.3 yang menunjukkan bahwa responden sebanyak 28 orang (32,9%)
memiliki pengetahuan yang kurang, dimana selama ini mereka berpendapat
bahwapelayananposyandulansiaituberfokuspadaupayapengobatan(curative) danrehabilitasi(rehabilitation).
Menurut Notoatmodjo (2003) untuk mengukur seseorang tahu tentang
sesuatu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakanmengenaihaltersebut.Berdasarkandarihasilpenelitiansebanyak22 orang(25,9%) lansiatidakdapatmenyebutkan,menguraikan,mendefinisikan,
danmenyatakanmengenaiposyandu,halinimenunjukkanbahwapengetahuan merekatentangkeberadaandanmanfaatdaripelayananposyandulansiamasih minimdanbelummemadaiolehkarenasebagianlansiamengetahuikeberadaan danmanfaatposyandulansiaitusendiridiperolehdaripetugas-petugaskesehatan padasaatberkunjungkepuskesmassetempat.Halinididukungolehpendapat Nanda (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kurang pengetahuan (deficient knowledge) terdiri dari: kurang terpapar informasi, kurang daya ingat/hapalan, salah menafsirkan informasi, keterbatasan kognitif, kurang
minat untuk belajar dan tidak familiar terhadap sumber informasi
Menurut Notoatmodjo (2003), lingkungan juga dapat mempengaruhi
pengetahuan misalnya lingkungan kerja, berdasarkan karakteristik pekerjaan
respondenterdapat32orang(37,6%)respondenbekerjasebagaiwiraswastadan 23orang(27,1%)respondenbekerjasebagaipetani.Lingkunganmemilikifungsi sebagai alat pergaulan dan bertukar informasi yang dalam hal ini mengenai
pemanfaatan pelayanan posyandu lansia tidak dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan karenaresponden tidak mempunyai waktu untuk bertukarpikiran
karenakesibukkandalampekerjaan.
Namundarirespondenjugadiketahuibahwa19orang(22,4%)memiliki tingkatpengetahuanyangbaik.Halinimenunjukkanbahwaadajugasebagian respondenmengertidanmemahamisepenuhnyatentangkeberadaandanmanfaat dari pelayanan posyandu lansia. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan
respondenterdapat17orang(20%)berpendidikansarjana.
5.2.1.SikapLansiaTentangPemanfaatanPelayananPosyanduLansia
Lansiasebagaitahapakhirdarisetiapsikluskehidupanmanusia,sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Sikap
merupakanreaksiatauresponyangmasihtertutupterhadapsuatustimulusatau objek (Notoatmojo, 2003). Sikap dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu
pengetahuan, pemberian respon dan persepsi, maka dari itu, pengetahuan saja
tidakcukuptetapidiperlukansikaplanjutlansiayangmendukungkegiatansetiap posyandulansia.
Berdasarkan dari hasil penelitian sikap lansia tentang pemanfaatan
pelayanan posyandu lansia yang dilakukan di Kelurahan Pasar Teluk Dalam
KabupatenNiasSelatan,diperolehsebagianbesarresponden55orang(64,7%) memiliki sikap positif. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
bersikappositif tentangmanfaatdaripemanfaatanpelayananposyandulansia.
Haliniberartibahwasikaplansiaberadapadatingkatmenerimadanmerespon. Menerima diartikan bahwa lansia mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan dan merespon artinya memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diberikansertamenerimaide-ideyangdiberikan(Notoatmodjo,2003).
Sikap positif lansia terhadap kegiatan posyandu didorong oleh karena
kebutuhan akan pelayanan kesehatan, Sikap yang didasari oleh emosi yang
fungsinya hanya sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun bisa juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama (Azwar, 2009). Dimana selama ini mereka
berpendapat bahwa pelayanan posyandu lansia itu berfokus pada upaya
pengobatan (curative) dan rehabilitasi (rehabilitation). Sehingga sikap lansia
mendukung kegiatan-kegiatan posyandu dalam kesehatan lansia, lansia
menyetujuiadanyakegiatan-kegiatanposyandulansiasepertipenimbanganberat badan,pengukurantekanandarah,kegiatanolahragadanpenyuluhankesehatan dapatmemberikaninformasitentangkeadaankesehatanlansiasetiapbulandan lansiadapatlebihmemperhatikankesehatannyasendiri.
Sementaraitu, 30 orang (35,3%) memiliki sikap yangnegatif tentang
manfaatdaripemanfaatanpelayananposyandulansia.Halinidisebabkanoleh tingkat pengetahuan yang rendah dan keterbatasan informasi mengenai betapa
penting dan bermanfaatnya pelayanan posyandu lansia untuk memelihara dan
meningkatkan status kesehatan lansia. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden terdapat 11 orang (12,9%) responden dengan tingkat
pendidikan SD dan 21 orang (24,7 %) responden dengan tingkat pendidikan
SMP.
Berdasarkankarakteristiksukubangsa,respondenterbanyakadalahsuku Niassebanyak54orang(63,5%),lansia pada suku Nias sangatlah dihargai dan dihormati sebagai seorang yang memberikan nasehat dan wejangan baik di keluarga maupun lingkungan sekitar sehingga mereka menjadi tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh, sehingga aktifitas mereka hanyalah di rumah dan keluargalah yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan lansia. Hal ini membuat sikap lansia menjadi negatif dalam pemanfaatan pelayanan posyandu lansia oleh karena pembatasan aktifitas terkait masalah kebudayaan dan
kurangnya peran keluarga untuk mengantar lansia untuk mengikuti pelayanan posyandulansiadikarenakankesibukanpekerjaan.SesuaidenganpendapatAzwar (2009) mengatakan bahwa dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap dalam kehidupan dimasyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada didaerahnya.Menurut E.B.TaylordalamElly,(2010)budayaadalahsuatukeseluruhankompleksyang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat
istiadat dan kemampuan yanglain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota keluarga. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia. Herskovits dalam Iqbal (2009) memandang
kebudayaansebagaisesuatuyangturuntemurundarisatugenerasikegenerasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Malinowski
dalamNoorkasiani(2009),bahwakebudayaanpadaprinsipnyaberdasarkanatas berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap kebutuhan itu menghadirkan corak
budaya yang khas misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia akan
kesehatanya,timbulbudayaberupaperlindunganyakniseperangkatbudayadalam bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan. Landasan ini dapat diperoleh
dariilmusosialyangruanglingkupnyamanusiadalamkontekssosial.
Berdasarkan karakteristik penghasilan responden terdapat 43 orang
(50,6%) tingkat penghasilanya Rp 500.000 rupiah perbulan, Hal ini membuat
sikap lansia menjadi negatif dalam pemanfaatan pelayanan posyandu lansia oleh karenajarakantarapelayananposyandulansiadengantempattinggalcukupjauh, sehinggamembutuhkanbiayauntukbisasampaikepelayananposyandulansia. Berdasarkan data yang dikumpulkan Sakernas (1991) yang dikutip oleh
Hardywinoto(2007)mengatakanbahwaKondisilanjutusiaakanmenyebabkan kemunduran dibidang pendapatan. Masa pensiun akan berakibat turunya
pendapatan, hilangnya fasilitas-fasilitas, kekuasaan wewenang dan penghasilan
lain.Buruknyakondisisosialekonomisebagianbesarlansia,akanmemengaruhi rendahnyaderajatkesehatandanketidakmandirianlansiasecaraekonomi,kondisi iniakanmemengaruhipemanfaatanpelayanankesehatan.Halinisesuaidengan
pendapatGreendalamSarwono(2004),pemanfaatanpelayanankesehatanoleh masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor predisposisi (predisposingfactor)meliputipengetahuan,sikap,persepsi,sosialbudaya,sosial ekonomi. Menurut teori Green penghasilan merupakan faktor pemungkin (enabling factor) yang mempengaruhi perilaku seseorang, seseorang akan
berperilakupostifataunegatifjugatergantungpadaketersediaandana(uang). Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Notoadmodjo (2003) yang
menyatakanbahwasikapdemikiandapatmerupakansikapsementaradansegera berlaluakantetapidapatpulamerupakansikappersistendanbertahanlama.Sikap dapatdipengaruhipengalamandilingkungankehidupansehari-hari,sikapadalah caramengkomunikasikansuasanahati(mood)dalamdirisendirikepadaorang lain.