§ 26. Bayangkan sebatang pohon tanpa cabang dan daun: Tunasnya
tidak tumbuh dewasa, kulit luarnya tidak tumbuh dewasa, gubalnya tidak tumbuh dewasa, terasnya tidak tumbuh dewasa. Dengan cara yang sama, ketika — apabila tidak ada perhatian atau kesiagaan — seseorang adalah tanpa perhatian atau kesiagaan, prasyarat untuk rasa malu dan penyesalan menjadi rusak. Apabila tidak ada rasa malu dan penyesalan... prasyarat untuk pengendalian indra-indra menjadi rusak. Apabila tidak ada pengendalian indra-indra... prasyarat untuk moralitas menjadi rusak.
Apabila tidak ada moralitas... prasyarat untuk konsentrasi benar menjadi rusak. Apabila tidak ada konsentrasi benar... prasyarat untuk pengetahuan & visi mengenai hal-hal sebagaimana hal-hal itu telah menjadi, menjadi rusak. Apabila tidak ada pengetahuan & visi mengenai hal-hal sebagaimana hal-hal itu telah menjadi, prasyarat untuk ketidaktertarikan & hilangnya nafsu menjadi rusak. Apabila tidak ada ketidaktertarikan & hilangnya nafsu, prasyarat untuk pengetahuan & visi mengenai pelepasan menjadi rusak... Sekarang bayangkan sebatang pohon dengan cabang dan daunnya yang rimbun: Tunasnya tumbuh dewasa, kulit luarnya tumbuh dewasa, gubalnya tumbuh dewasa, terasnya tumbuh dewasa. Dengan cara yang sama, ketika — apabila ada perhatian & kesiagaan — seseorang adalah berlimpah dalam perhatian & kesiagaan, prasyarat untuk rasa malu & penyesalan menjadi berlimpah. Apabila ada rasa malu & penyesalan... prasyarat untuk pengendalian indra-indra menjadi berlimpah. Apabila ada pengendalian indra-indra... prasyarat untuk moralitas menjadi berlimpah. Apabila ada moralitas... prasyarat untuk konsentrasi benar menjadi berlimpah. Apabila ada konsentrasi benar... prasyarat untuk pengetahuan & visi mengenai hal-hal sebagaimana hal-hal itu telah menjadi, menjadi berlimpah. Apabila ada pengetahuan & visi mengenai hal-hal sebagaimana hal-hal itu telah menjadi, prasyarat untuk ketidaktertarikan & hilangnya nafsu menjadi berlimpah. Apabila ada ketidaktertarikan & hilangnya nafsu, prasyarat untuk pengetahuan & visi mengenai pelepasan menjadi berlimpah.
— AN 8.81
§ 27. Y.M. Uttiya: Akan baik, Yang Mulia, jika Yang Terberkahi mengajari
saya Dhamma dengan ringkas sehingga, setelah mendengar Dhamma dari Yang Terberkahi, saya dapat tinggal sendirian, terasing, cermat, bersemangat, & teguh.
Buddha: Dalam hal ini, Uttiya, kamu harus memurnikan hal yang paling dasar terkait dengan kualitas-kualitas mental yang terampil. Dan apakah dasar dari kualitas-kualitas mental yang terampil? Moralitas yang dimurnikan
dengan baik & pandangan-pandangan yang diluruskan. Kemudian, ketika moralitasmu telah dimurnikan dengan baik dan pandangan-pandanganmu telah diluruskan, dalam dependensi pada moralitas, tegak dalam moralitas, kamu seharusnya mengembangkan empat kerangka acuan... Kemudian, ketika dalam dependensi pada moralitas, mengandalkan moralitas, kamu mengembangkan empat kerangka acuan, maka kamu akan pergi melampaui alam Kematian.
— SN 47.16
§ 28. Penuh Perhatian & Siaga. Tetaplah penuh perhatian, para bhikkhu,
dan siaga. Inilah instruksi kami untuk kalian semua. Dan bagaimana seorang bhikkhu penuh perhatian? Ada kasus dimana seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia. Dia tetap fokus pada perasaan-perasaan... pikiran... kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia [§213]. Inilah cara seorang bhikkhu penuh perhatian.
Dan bagaimana seorang bhikkhu siaga? Ada kasus dimana perasaan-perasaan diketahui oleh bhikkhu tersebut ketika perasaan-perasaan-perasaan-perasaan tersebut muncul, diketahui ketika perasaan-perasaan tersebut berlangsung, diketahui ketika perasaan-perasaan tersebut surut. Pemikiran-pemikiran diketahui olehnya ketika pemikiran-pemikiran tersebut muncul, diketahui ketika pemikiran-pemikiran tersebut berlangsung, diketahui ketika pemikiran-pemikiran tersebut surut. Kebijaksanaan [vl: pencerapan] diketahui olehnya ketika kebijaksanaan itu muncul, diketahui ketika kebijaksanaan itu berlangsung, diketahui ketika kebijaksanaan itu surut. Inilah cara seorang bhikkhu siaga. Jadi tetaplah penuh perhatian, para bhikkhu, dan siaga. Inilah instruksi kami kepada kalian semua.
§ 29. Analisis. Saya akan mengajarkan kalian kerangka-kerangka
acuan, pengembangannya, dan jalan praktik yang menuntun pada pengembangannya. Dengar & beri atensi dengan saksama. Saya akan berbicara.
Sekarang, apakah kerangka-kerangka acuan? Ada kasus dimana seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia. Dia tetap fokus pada perasaan-perasaan... pikiran... kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia. Ini disebut kerangka-kerangka acuan.
Dan apakah pengembangan kerangka-kerangka acuan? Ada kasus dimana seorang bhikkhu tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan tubuh, tetap fokus pada fenomena berlalu terkait dengan tubuh, tetap fokus pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan tubuh — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia.
Dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan perasaan-perasaan... terkait dengan pikiran... terkait dengan kualitas-kualitas mental, tetap fokus pada fenomena berlalu terkait dengan kualitas-kualitas mental, tetap fokus pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan kualitas-kualitas mental — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia. Ini disebut pengembangan kerangka-kerangka acuan.
Dan apakah jalan praktik menuju pengembangan kerangka-kerangka acuan? Persis jalan mulia beruas delapan ini: pandangan benar, keputusan benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Ini disebut jalan praktik menuju pengembangan kerangka-kerangka acuan.
§ 30. Secara Rinci. Inilah jalan langsung untuk pemurnian
makhluk-makhluk, untuk mengatasi kesedihan & ratap tangis, untuk lenyapnya kesakitan & kesukaran, untuk pencapaian metode yang benar, & untuk realisasi Tidak Terikat — dengan kata lain, empat kerangka acuan. Empat yang mana?
Ada kasus dimana seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia [§213]. Dia tetap fokus pada perasaan-perasaan... pikiran... kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas itu sendiri — bersemangat, siaga, & penuh perhatian — mengesampingkan keserakahan & kesukaran terkait dengan dunia.
TUBUH
Dan bagaimana bhikkhu tersebut tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri?
[a] Ada kasus dimana seorang bhikkhu — setelah pergi ke hutan belantara, ke kaki sebuah pohon, atau ke sebuah bangunan kosong — duduk melipat kakinya secara menyilang, menjaga tubuhnya tegak dan menempatkan perhatian ke depan [parimukhaṃ: dalam Abhidhamma, istilah ini diterjemahkan secara harfiah sebagai “sekitar mulut”; dalam Vinaya, istilah yang sama digunakan untuk menunjuk bagian depan dada]. Selalu penuh perhatian, dia menarik napas masuk; penuh perhatian, dia menghembuskan napas keluar.
Sedang menarik napas panjang, dia menemukan, ‘Saya sedang menarik napas panjang’; atau sedang menghembuskan napas panjang, dia menemukan, ‘Saya sedang menghembuskan napas panjang.’ Atau sedang menarik napas pendek, dia menemukan, ‘Saya sedang menarik napas pendek’; atau sedang menghembuskan napas pendek, dia menemukan, ‘Saya sedang menghembuskan napas pendek.’ Dia melatih dirinya sendiri,
‘Saya akan menarik napas, sensitif terhadap seluruh tubuh.’ Dia melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menghembuskan napas, sensitif terhadap seluruh tubuh.’ Dia melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menarik napas masuk, menenangkan buatan fisik [napas masuk-&-keluar].’ Dia melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menghembuskan napas keluar, menenangkan buatan fisik.’ Sama seperti seorang tukang bubut terampil atau siswa magangnya, ketika sedang membubut panjang, menemukan, ‘Saya sedang membubut panjang; atau ketika sedang membubut pendek, menemukan, ‘Saya sedang membubut pendek’; dengan cara yang sama bhikkhu tersebut, ketika sedang menarik napas panjang, dia menemukan, ‘Saya sedang menarik napas panjang’; atau ketika sedang menghembuskan napas panjang, dia menemukan, ‘Saya sedang menghembuskan napas panjang’... Dia melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menarik napas masuk, menenangkan buatan fisik.’ Dia melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menghembuskan napas keluar, menenangkan buatan fisik.’
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau secara eksternal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau secara internal & eksternal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri. Atau dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan tubuh, pada fenomena berlalu terkait dengan tubuh, atau pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan tubuh. Atau perhatiannya bahwa ‘Ada sebuah tubuh’ dipertahankan sampai taraf pengetahuan & ingatan kembali. Dan dia tetap tidak ditopang oleh (tidak melekat pada) apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
[b] Selanjutnya, ketika sedang berjalan, bhikkhu tersebut menemukan, ‘Saya sedang berjalan.’ Ketika sedang berdiri, dia menemukan, ‘Saya sedang berdiri.’ Ketika sedang duduk, dia menemukan, ‘Saya sedang duduk.’ Ketika sedang berbaring, dia menemukan, ‘Saya sedang berbaring.’ Atau bagaimanapun tubuhnya diatur, itulah cara dia menemukannya.
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau fokus secara eksternal... tidak ditopang oleh apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
[c] Lebih lanjut, ketika sedang bergerak maju & kembali, dia membuat dirinya sendiri sepenuhnya siaga; ketika sedang memandang ke suatu arah & berpaling... ketika sedang menekuk & mengulur anggota tubuhnya... ketika sedang membawa jubah luarnya, jubah atasnya & mangkuknya... ketika sedang makan, minum, mengunyah, & mengecap... ketika sedang membuang air kecil & membuang air besar... ketika sedang berjalan, berdiri, duduk, tertidur, bangun tidur, berbicara, & tetap diam, dia membuat dirinya sendiri sepenuhnya siaga.
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau fokus secara eksternal... tidak ditopang oleh apapun di dunia... Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
[d] Lebih lanjut... sama seperti jika sebuah karung, dengan bukaan di kedua ujungnya, penuh dengan berbagai jenis biji-bijian — gandum, beras, kacang hijau, kacang merah, biji wijen, beras sekam — dan seseorang dengan penglihatan yang baik, menuangnya, akan becermin, ‘Ini adalah gandum. Ini adalah beras. Ini adalah kacang hijau. Ini adalah kacang merah. Ini adalah biji wijen. Ini adalah beras sekam,’ dengan cara yang sama, para bhikkhu, seorang bhikkhu becermin terhadap tubuh fisik ini dari tapak kaki ke arah atas, dari ubun-ubun ke arah bawah, dikelilingi oleh kulit dan penuh dengan berbagai macam benda yang tidak bersih, ‘Dalam tubuh ini terdapat rambut, bulu, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput paru, limpa, paru-paru, usus besar, usus kecil, isi perut, tinja, empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak-kulit, air liur, lendir, cairan pada sendi, air seni.’ [§66]
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau fokus secara eksternal... tidak ditopang oleh apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
[e] Lebih lanjut... sama seperti seorang tukang jagal terampil atau siswa magangnya, setelah membunuh seekor sapi, akan duduk di persimpangan jalan sambil memotongnya menjadi potongan-potongan, bhikkhu tersebut merenungkan tubuh fisik ini — bagaimanapun tubuh ini berdiri, bagaimanapun tubuh ini diatur — dalam istilah sifat-sifat: ‘Dalam tubuh ini, ada sifat tanah, sifat cairan, sifat api, & sifat angin.’
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau fokus secara eksternal... tidak ditopang oleh apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
[f] Lebih lanjut, seperti jika dia melihat sesosok mayat yang dibuang ke kubur — yang telah meninggal satu hari, dua hari, tiga hari — bengkak, lebam, & bernanah, dia menerapkan hal tersebut pada tubuh fisik ini, ‘Tubuh ini, pun: Demikianlah sifatnya, demikianlah masa depannya, demikianlah takdir yang tidak dapat dihindarinya’...
Atau sekali lagi, seperti jika dia melihat sesosok mayat yang dibuang ke kubur, dipatuk oleh burung gagak, burung bangkai, & elang, oleh anjing, hiena, & berbagai makhluk lainnya... seonggok kerangka manusia berlumuran dengan daging & darah, tersambung dengan urat daging... seonggok kerangka manusia tanpa daging berlumuran darah, tersambung dengan urat daging... seonggok kerangka manusia tanpa daging atau darah, tersambung dengan urat daging... tulang-tulang terlepas dari urat-urat dagingnya, berceceran di segala penjuru — di sini sepotong tulang tangan, di sana sepotong tulang kaki, di sini sepotong tulang kering, di sana sepotong tulang paha, di sini sepotong tulang pinggul, di sana sepotong tulang belakang, di sini sepotong rusuk, di sana sepotong
tulang dada, di sini sepotong tulang bahu, di sana sepotong tulang leher, di sini sepotong tulang rahang, di sana sepotong gigi, di sini sepotong tengkorak... tulang-tulangnya memutih, agak menyerupai warna kerang... ditumpuk, lebih dari satu tahun lamanya... mengurai menjadi bubuk: Dia menerapkan hal tersebut pada tubuh fisik ini, ‘Tubuh ini, pun: Demikianlah sifatnya, demikianlah masa depannya, demikianlah takdir yang tidak dapat dihindarinya.’
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau secara eksternal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri, atau secara internal & eksternal pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri. Atau dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan tubuh, pada fenomena berlalu terkait dengan tubuh, atau pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan tubuh. Atau perhatiannya bahwa ‘Ada sebuah tubuh’ dipertahankan sampai taraf pengetahuan & ingatan kembali. Dan dia tetap tidak ditopang oleh (tidak melekat pada) apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada tubuh di dalam & mengenai tubuh itu sendiri.
PERASAAN-PERASAAN
Dan bagaimana seorang bhikkhu tetap fokus pada perasaan-perasaan di dalam & mengenai perasaan-perasaan itu sendiri? Ada kasus dimana seorang bhikkhu, ketika sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan, menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan, dia menemukan ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan.’
Ketika sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan dari daging, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan dari daging.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan bukan
dari daging, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyakitkan bukan dari daging.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan dari daging, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan dari daging.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan bukan dari daging, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan menyenangkan bukan dari daging.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan dari daging, dia menemukan, ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan dari daging.’ Ketika sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan bukan dari daging, dia menemukan ‘Saya sedang merasakan suatu perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan bukan dari daging.’
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada perasaan-perasaan di dalam & mengenai perasaan-perasaan itu sendiri, atau secara eksternal pada perasaan-perasaan di dalam & mengenai perasaan-perasaan itu sendiri, atau secara internal & eksternal pada perasaan-perasaan di dalam & mengenai perasaan-perasaan itu sendiri. Atau dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan perasaan-perasaan, pada fenomena berlalu terkait dengan perasaan-perasaan, atau pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan perasaan-perasaan. Atau perhatiannya bahwa ‘Ada perasaan-perasaan’ dipertahankan sampai taraf pengetahuan & ingatan kembali. Dan dia tetap tidak ditopang oleh (tidak melekat pada) apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada perasaan-perasaan di dalam & mengenai perasaan-perasaan-perasaan-perasaan itu sendiri.
PIKIRAN
Dan bagaimana seorang bhikkhu tetap fokus pada pikiran di dalam & mengenai pikiran itu sendiri? Ada kasus dimana seorang bhikkhu, ketika pikiran memiliki keinginan, menemukan bahwa pikiran memiliki keinginan. Ketika pikiran tanpa keinginan, dia menemukan bahwa pikiran tanpa keinginan. Ketika pikiran memiliki kebencian, dia menemukan bahwa
pikiran memiliki kebencian. Ketika pikiran tanpa kebencian, dia menemukan bahwa pikiran tanpa kebencian. Ketika pikiran memiliki kebodohan batin, dia menemukan bahwa pikiran memiliki kebodohan batin. Ketika pikiran tanpa kebodohan batin, dia menemukan bahwa pikiran tanpa kebodohan batin.
Ketika pikiran terkerut, dia menemukan bahwa pikiran terkerut. Ketika pikiran terpencar, dia menemukan bahwa pikiran terpencar. [§66] Ketika pikiran terbesarkan, dia menemukan bahwa pikiran terbesarkan. [§150] Ketika pikiran tidak terbesarkan, dia menemukan bahwa pikiran tidak terbesarkan. Ketika pikiran terungguli, dia menemukan bahwa pikiran terungguli. Ketika pikiran tidak terungguli, dia menemukan bahwa pikiran tidak terungguli. Ketika pikiran terkonsentrasi, dia menemukan bahwa pikiran terkonsentrasi. Ketika pikiran tidak terkonsentrasi, dia menemukan bahwa pikiran tidak terkonsentrasi. Ketika pikiran terlepas, dia menemukan bahwa pikiran terlepas. Ketika pikiran tidak terlepas, dia menemukan bahwa pikiran tidak terlepas.
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada pikiran di dalam & mengenai pikiran itu sendiri, atau secara eksternal pada pikiran di dalam & mengenai pikiran itu sendiri, atau secara internal & eksternal pada pikiran di dalam & mengenai pikiran itu sendiri. Atau dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan pikiran, pada fenomena berlalu terkait dengan pikiran, atau pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan pikiran. Atau perhatiannya bahwa ‘Ada pikiran’ dipertahankan sampai taraf pengetahuan & ingatan kembali. Dan dia tetap tidak ditopang oleh (tidak melekat pada) apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada pikiran di dalam & mengenai pikiran itu sendiri.
KUALITAS-KUALITAS MENTAL
Dan bagaimana seorang bhikkhu tetap fokus pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas itu sendiri?
[a] Ada kasus dimana seorang bhikkhu tetap fokus pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri terkait dengan lima rintangan. Dan bagaimana seorang bhikkhu tetap fokus pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri terkait dengan lima rintangan? Ada kasus dimana, apabila ada hasrat indriawi hadir di dalam, seorang bhikkhu menemukan, ‘Ada hasrat indriawi di dalam saya.’ Atau, apabila tidak ada hasrat indriawi di dalam, dia menemukan, ‘Tidak ada hasrat indriawi di dalam saya.’ Dia menemukan bagaimana caranya terdapat kemunculan dari hasrat indriawi yang tidak muncul. Dan dia menemukan bagaimana caranya terdapat proses meninggalkan hasrat indriawi begitu hasrat indriawi tersebut telah muncul. Dan dia menemukan bagaimana caranya di masa depan tidak terdapat kemunculan yang lebih lanjut lagi dari hasrat indriawi yang telah ditinggalkan. [Rumusan yang sama diulang untuk rintangan-rintangan yang tersisa: niat buruk, kelambanan & rasa kantuk, kegelisahan & kecemasan, dan kebimbangan.]
Dengan cara ini, dia tetap fokus secara internal pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri, atau secara eksternal pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri, atau secara internal & eksternal pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri. Atau dia tetap fokus pada fenomena kemunculan terkait dengan kualitas mental, pada fenomena berlalu terkait dengan kualitas-kualitas mental, atau pada fenomena kemunculan & berlalu terkait dengan kualitas-kualitas mental. Atau perhatiannya bahwa ‘Ada kualitas-kualitas mental’ dipertahankan sampai taraf pengetahuan & ingatan kembali. Dan dia tetap tidak ditopang oleh (tidak melekat pada) apapun di dunia. Inilah cara seorang bhikkhu tetap fokus pada kualitas-kualitas mental di dalam & mengenai kualitas-kualitas mental itu sendiri terkait dengan lima rintangan. [§§131-147; 159]
[b] Lebih lanjut, bhikkhu tersebut tetap fokus pada kualitas-kualitas mental