• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Penggunaan Asumsi Berbagai Parameter Pertumbuhan

Data yang digunakan dalam menyusun parameter pertumbuhan seperti ingrowth, upgrowth dan mortality dalam membangun model dalam penelitian ini bersumber dari petak ukur permanen pada Hutan Taman Wisata Alam Gunung Meja di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat tahun pengukuran 2004- 2006, sedangkan data tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan bersumber dari penelitian yang dilakukan oleh Mardiyadi (2004) dan Elias (1998).

5.2.1. Riap Rata-Rata Tahunan

Berdasarkan data parameter pertumbuhan, maka diperoleh hasil perhitungan riap rata-rata volume tahunan (m3/ha/tahun) dari Petak ukur

0 20 40 60 80 100 120 140 160 ф 10-19 ф 20-29 ф 30-39 ф 40-49 ф50-59 ф 60 up

Permanen seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Riap rata-rata tegakan berdasarkan PUP (m3/ha/tahun)

No. PUP Kelompok Jenis Kayu Riap Rata-rata Volume (m3/tahun)

1 Meranti 1,116 Non Meranti 2,716 Non Komersil 0,600 2 Meranti 1,492 Non Meranti 3,056 Non Komersil 0.828 3 Meranti 1,372 Non Meranti 2,384 Non Komersil 0.628 4 Meranti 1,484 Non Meranti 2,524 Non Komersil 0.716 5 Meranti 1,308 Non Meranti 1,986 Non Komersil 0.437

Sumber: BPPK Kehutanan Papua Maluku (diolah)

5.2.2. Ingrowth

Ingrowthadalah banyaknya tambahan terhadap pohon pada kelas diameter terkecil (dalam penelitian ini adalah 10-19 cm) per hektar selama periode waktu tertentu (dalam penelitian ini menggunakan data rata-rata selama 3 tahun). Perhitungan parameter ingrowth dilakukan dengan menggunakan persamaan: I(i) = I(i,t)/Δt. Selanjutnya nilai I(i) dibagi dengan jumlah pohon dalam kelas diameter terkecil dikalikan 100% maka diperoleh laju ingrowth untuk masing- masing kelompok jenis kayu seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Laju rata-rata ingrowthtiap tahun berdasarkan kelompok jenis kayu (%)

No. Jenis kayu Laju Ingrowth(%)

1 Meranti 12,73

2 Non Meranti 11,21

3 Non Komersil 14,58

4. Seluruh Jenis 12,27

Sumber: BPPK Kehutanan Papua Maluku (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa laju ingrowthtertinggi dijumpai pada kelompok kayu non komersil. Hal ini diduga disebabkan karena mayoritas kayu Non Komersil adalah jenis-jenis pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dan merupakan jenis toleran. Sedangkan laju ingrowth pada jenis Meranti dan Non Meranti cenderung lebih kecil karena mayoritas kayu pada

jenis ini adalah jenis-jenis pohon yang lambat tumbuh dan merupakan jenis intoleran.

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan (Marwa, 2009; Labetubun, 2004; Lu dan Buongiorno, 1993; Buongiorno et.al. , 1995; Volin dan Buongiorno, 1996; Favrichon, 1998; Favricon dan Kim, 1998) menunjukkan bahwa besarnya ingrowth tiap jenis pohon dipengaruhi oleh luas bidang dasar tegakan. Namun pada penelitian ini laju ingrowthhanya menggunakan data rata-rata jumlah pohon tiap jenis yang masuk pada kelas diameter terkecil (10-19 cm) pada waktu tertentu. Hal ini diakibatkan karena data parameter ingrowth pada lokasi penelitian tidak tersedia, sehingga menggunakan parameter pertumbuhan pada Petak Ukur Permanen (PUP) di Taman Wisata Alam Gunung Meja (diasumsikan bahwa laju ingrowthpada PUP sama dengan laju ingrowthpada lokasi penelitian).

Menurut Buongiorno et.al. (1995), Volin dan Buongiorno (1996) ingrowth dalam tegakan merupakan suatu proses yang bersifat random (acak) sehingga setiap site memiliki kendala spesifik dalam penentuan laju ingowth selain karena faktor ketiadaan data pada lokasi dimaksud. Selain itu faktor-faktor seperti kemiringan lereng, ketinggian tempat, sifat fisik dan kimia tanah diduga juga turut berpengaruh terhadap ingrowth.

5.2.3. Upgrowth

Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar terhadap kelas diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter dibawahnya dalam periode waktu satu tahun. Perhitungan parameter upgrowth dilakukan dengan menggunakan persamaan: b(ij) = [b(ij,t)/N(ij,t)] x 100%. Laju upgrowth untuk masing-masing kelompok jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Laju rata-rata upgrowthtiap tahun berdasarkan kelompok jenis kayu (%) No. Kelompok jenis kayu Laju upgrowth(%)

ф 10-19 ф 20-29 ф 30-39 ф 40-49 ф50-59

1 Meranti 7,33 7,88 5,98 8,21 10,21

2 Non Meranti 8,29 8,44 9,87 10,69 3,77

3 Non Komersil 5,37 6,87 7,24 5,51 6,18

4 Seluruh Jenis 7,48 7,89 7,66 8,54 6,11

Data pada Tabel 6 menunjukan bahwa pada laju upgrowth tertinggi dijumpai pada kelompok jenis kayu Non Meranti mulai dari kelas diameter terkecil 10-19 cm sampai pada kelas diameter 40-49 cm. Hal ini diduga disebabkan karena pada seluruh kelas diameter tersebut jumlah pohon Non Meranti lebih banyak dari pada jumlah Meranti dan Non Komersil sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk berpindah kelas diameter (upgrowth).

Favricon dan Kim (1998) menggunakan fungsi polynomial untuk menyusun persamaan upgrowth, dimana faktor yang berpengaruh dalam persamaan ini adalah bidang dasar tegakan dan diameter. Namun pada penelitian ini fungsi polynomialtidak bisa digunakan karena tidak tersedianya data upgrowth pada lokasi penelitian, sehingga hanya menggunakan data parameter upgrowth pada Petak Ukur Permanen (PUP) di Taman Wisata Alam Gunung Meja yang tentunya memiliki luas bidang dasar tegakan yang berbeda dengan luar bidang dasar pada lokasi penelitian (diasumsikan bahwa laju upgrowth pada PUP sama dengan laju ungrowthpada lokasi penelitian).

5.2.4. Mortality

Mortality adalah banyaknya pohon per hektar yang mati pada setiap kelas diameter dalam periode setahun. Parameter mortality dihitung dengan menggunakan persamaan: m(ij)j = [m(ij,t)/N(ij,t)] x 100%. Besarnya mortality berdasarkan kelompok jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Laju rata-rata mortalitytiap tahun berdasarkan kelompok jenis kayu (%)

No. Kelompok jenis kayu Laju mortality (%)

ф 10-19 ф 20-29 ф 30-39 ф 40-49 ф50-59 ф60 up

1 Meranti 5,03 5,32 5,13 13,34 5,05 6,02

2 Non Meranti 5,77 6,89 6,27 4,12 12,61 3,27

3 Non Komersil 4,96 4,07 5,35 4,32 6,2 4,39

4 Seluruh Jenis 5,40 5,74 5,58 7,58 8,27 4,69

Sumber: BPPK Kehutanan Papua Maluku (diolah)

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa besarnya laju mortality sangat bervariasi baik di dalam kelas diameter maupun berdasarkan kelompok jenis kayu. Menurut Vanclay (1995) penyebab kematian pohon adalah kematian regular dan kematian catastrophic. Kematian regular diakibatkan oleh kerapatan pohon,

catastrophic disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti kebakaran, pencurian kayu dan bencana alam. Namun menurut Elias (1998) laju mortality jenis kayu pada kelas diameter tertentu berbanding lurus dengan besarnya bidang dasar tegakan pohon pada kelas diameter tersebut. Semakin besar bidang dasar tegakan maka laju mortality akan semakin besar. Besarnya kerusakan tegakan tinggal berdasarkan intensitas penebangan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan Plot

Permanen Intensitas Penebangan (pohon/ha) Kerusakan Pohon (pohon/ha) Efek Tebangan (%)

1 2 58 9,39

2 6 146 21,13

3 17 259 35,43

Sumber : Elias (1998)

Hasil penelitian Mardiyadi (2004) tentang kerusakan tegakan tinggal pada areal bekas tebangan hutan adat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan kelas diameter (pohon/ha). Kelas Diameter

(cm) TajukJenis KerusakanBatang Akar RusakPohonSehat Total

20-29 7,97 4,49 3,60 16,06 12,67 28,73 30-39 6,00 3,85 3,87 13,72 10,40 24,12 40-49 4,79 3,35 2,67 10,81 7,20 18,01 50 up 2,70 2,17 0,93 5,80 3,86 9,66 Jumlah 21,46 13,86 11,07 46,39 34,13 80,52 Sumber: Mardiyadi (2004)

Berdasarkan data pada Tabel 9 di atas dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelas diameter maka kerusakan yang terjadi akan semakin besar, karena adanya kecenderungan pohon-pohon yang ditebang menimpa pohon lain yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kerapatan pohon yang berbeda pada masing-masing kelas diameter. Semakin kecil kelas diameter maka semakin tinggi kerapatan pohon, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang tinggi pula pada kelas diameter tersebut.

Dokumen terkait