• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN DAN FUNGSI GONDANG SABANGUNAN DALAM UPACARA SAUR MATUA DI KOTA MEDAN

4.1 Fungsi Gondang Sabangunan Pada Upacara Kematian Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan

Rombongan dari pengurus gereja akan mengawali kegiatan margondang. Pertama sekali mereka meminta kepada pargonsi supaya memainkan sitolu Gondang (tanpa menyebut nama gondangnya) , yaitu gondang yang dipersembahkan kepada Debata (Tuhan) agar kiranya Yang Maha Kuasa berkenan memberkati upacara ini dari awal hingga akhirnya dan memberkati semua suhut agar beroleh hidup yang sejahtera di masa mendatang. Lalu pargonsi memainkan sitolu Gondang itu secara berturut- turut tanpa ada yang menari.

Setelah sitolu Gondang itu selesai dimainkan, pengurus gereja kemudian meminta kepada pargonsi yaitu gondang liat-liat. Maksud dari gondang ini adalah agar semua keturunan dari yang meninggal saur matua ini selamat-selamat dan sejahtera. Pada jenis gondang ini, rombongan gereja menari mengelilingi borotan (yang diikatkan kepadanya seekor kuda) sebanyak tiga kali, yang disambut oleh pihak boru dengan gerakan mundur. Gerak tari pada gondang ini ialah kedua tangan ditutup dan

digerakkan menurut irama gondang. Setelah mengelilingi borotan, maka pihak pengurus gereja memberkati semua boru dan suhut.

Kemudian pengurus gereja meminta gondang Marolop-olopan. Maksud dari gondang ini agar pengurus gereja dengan pihak suhut saling bekerja sama. pada waktu menari pengurus gereja mendatangi suhut dan unsur Dalihan Natolu lainnya satu persatu dan memberkati mereka dengan meletakkan ulos di atas bahu atau saling memegang wajah, sedang suhut dan unsur Dalihan Na Tolu lainnya memegang wajah pengurus gereja. Setelah gondang ini selesai, maka pengurus gereja menutup kegiatan margondang mereka dengan meminta kepada pargonsi gondang Hasahatan tu sitiotio. Semua unsure Dalihan Na Tolu menari di tempat dan kemudian mengucapkan ‘horas’ sebanyak 3 kali.

Kegiatan margondang selanjutnya diisi oleh pihak hasuhutan yang meminta gondang Mangaliat kepada pargonsi. Semua suhut berbaris menari mengelilingi kuda sebanyak 3 kali, yang disambut oleh pihak boru dengan gerakan mundur. Gerakan tangan sama seperti gerak yang dilakukan oleh pengurus gereja pada waktu mereka menari gondang Mangaliat. Setelah gondang ini selesai maka suhut mendatangi pihak boru dan memberkati mereka dengan memegang kepala boru atau meletakkan ulos di atas bahu boru.Sedangkan boru memegang wajah suhut.

Setelah hasuhutan selesai menari pada gondang Mangaliat, maka menarilah dongan sabutuha juga dengan gondang Mangaliat, dengan

memberikan ‘beras si pir ni tondi’ kepada suhut. Kemudian mangaliatlah (mengelilingi borotan) pihak boru sambil memberikan beras atau uang. Lagi giliran pihak hula-hula untuk mangaliat. Pihak hula-hula selain memberikan beras atau liang, mereka juga memberikan ulos kepada semua keturunan orangtua yang meninggal (baik anak laki-laki dan anak perempuan). Ulos yang diberikan hula-hula kepada suhut itu merupakan ulos holong

4.2 Fungsi Gondang Sabangunan Pada Upacara Kematian Masyarakat Batak Toba Di Kota Medan

Gondang sabangunan secara harafiah dapat diartikan dalam beberapa kelompok antara lain sebagai seperangkat alat musik, ensambel musik, komposisi lagu (kumpulan dari beberapa lagu), bisa juga berarti sebagai menunjukkan satu bagian dari kelompok kekerabatan, tingkat usia; atau orang-orang dalam tingkatan status sosial tertentu yang sedang menari (manortor) pada saat upacara berlangsung. Gondang sabnagunan sendiri terdiri dari: tagading, ogung dan sarune.

Tagading merupakan rangkaian gendang yang memiliki ukuran yang berbeda, terdiri dari lima buah kendang yang dikunci punya peran melodis dengan sarune, gordang (sebuah kendang besar yang menonjolkan irama ritme). Ogung terdiri dari beberapa gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama. ogung oloan, ogung ihutan, ogung doal

dan ogung jeret, pola irama gondang disebut doal. Sarune juga terdiri dari lima lobang. Teknik permainan sarune disebut marsiulak hosa (kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang panjang sekali tanpa henti untuk tarik nafas. Hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main melody ambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim (sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar Tangga nada gondang sabangunan menggunakan tangga nada diatonis mayor yang ditemukan dimusik Barat: do, re, mi, fa, sol.

Gambar. Pemain dan perangkat alat gondang sabangunan

Gondang sabangunan sebagai ensambel musik tradisi batak toba telah menjadi sebuah repertoar yang sangat umum baik digunakan sebagai pengiring acara religi, adat maupun upacara – upacara seremonial lainya

seperti gondang naposo. Sebagai pengiring acara ensambel gongadang sabanguanan memiliki peranan yang sangat penting .Karena rangkaian acara adat tidak akan dapat berjalan dengan semestinya tanpa diiringi musik gondang yang memnjadai salah satu bentuk media penyampaian seperti rasa hormat ketika musik somba–somba maupaun rasa senang ketika musik embas dimainkan.

Hal ini menjadikan posisi pemain musik (panggorsi) menjadi sanggat penting dimana panarune (pemain serunai) dan partaganing (pemain taganing) dianggap manifestasi dari Batara Guru yaitu salah satu dewa (sahala ni oppung), yang dianggap mampu menjembatani antara kehidupan manusai dan kehidupan alam baka.

4.2.1 Fungsi Gondang Sabangunan Sebagai Sarana Ritual

Dalam konsep adat istiadat masyarakat batak toba dunia dibagai menjadi tiga bagian yaitu dunia bawah tempat orang yang sudah mati (banua toru), dunia tengah tempat manusia hidup (banua tongga) dan dunia atas tempat para dewa (banua ginjang inganan ni mula jadi nabolon). Ketika seseorang mati maka ia akan berada dibanua toru sehingga komunikasinya akan terputus dengan banua ginjang tempat para dewa atau mula jadi nabolon berada. Mate saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya,

yaitu mate saurmatua bulung (mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan) (Sinaga,1999:37–42).

Kematian bagi masyrakat batak toba merupakan perpindahan dunia dari banua tongnga ke banua toru dan upacara kematian saur matua bagi seseorang dilakukan sebagai salah satu bentuk penghormatan maupun ucapan syukur karena apa yang telah didapatnya selama hidup. Untuk itu ketika diadakan upacara kematian, khususnya saur matua gondang sabagunan berfungsi sebagai media penyampaian doa – doa kepada mula jadi nabolon di banua ginjang dengan posisi pemain gondang yang dianggap sebagai manifestasi Batara Guru dipercaya memudahkan penyampaian doa ataupun ucapan syukur lainya.

Fungsi gondang sabangunan sebagai sarana spiritual menjadi sangat jelas terlihat pada pelaksanaan upacara saur matua ini. Seseorang yang mati saurmatua umumnya akan disembah sedikit-dikitnya dari semua anaknya. Terjadi hubungan mutualisme (saling menguntungkan), karena penyembahan yang diterima arwah orang tua melalui upacara saurmatua dari para keturunannya akan menambah kekuatan sahala leluhur di alam lain, sedangkan keturunannya mendapatkan berkat sahala dari orang tua yang mati tersebut. (Vergouwen,2004:77–78).

Pelaksanaan upacara biasanya diawali dengan martonggo raja atau musyawarah untuk mempersiapakan segala keperluan. Pihak-pihak yang ikut dalam martonggo raja ini adalah unsur-unsur dalihan natolu. Dalihan natolu sendiri merupakan sebuah sistem hubungan sosial masyarakat Batak, terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yaitu : pihak hula- hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yaitu : teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah).

Pada hari terakhir mayat akan disemayamkan dimulailah rangkaian upacara tersebut. Setelah semua pelayat hadir maka pihak keluarga berkesempatan untuk menjamu atau memberikan makan siang kepada seluruhyang hadir saat itu. Setelah itu masuk acara adat yang disebut dengan mambagi jambar. Jambar pertama disebut dengan jambar juhut yaitu daing kerbau mentah yang dipotong parhobas jambar juhut itu adalah: 1.Kepala (ulu) untuk raja adat (pada masa sekarang adalah pembawa acara selama upacara), 2.Leher (rungkung atau tanggalan) untuk pihak boru, 3.Paha dan kaki (soit) untuk dongan sabutuha, 4.Punggung dan rusuk (somba-somba) untuk hula-hula, 5.Bagian belakang (ihur-ihur) untuk hasuhuton. Adapun dongan sahuta (teman sekampung), pariban (kakak dan adik istri kita) dan ale-ale (kawan karib), dihitung sama

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian jambar hata dari kerabat atau teman kepada keluarga yang berduka. Biasanya disisi para kelompok pelayat berkesempatan memberikan kata – kata peng hiburan yang diawali oleh seluruh hula–hula keluarga kemudian dilanjutkan boru dohot bere dan akan diakhiri oleh dongan sahuta.

Pada saat pelaksanaan jambar hata inilah terlihat jelas fungsi gondang sabangunan, dimana setiap pergantian kelompok yang akan memberi kata penghiburan maka terlebih dahulu mereka mamitta gondang (meminta gendang) kepada pargocci agar mereka bias manortor. Adapun urutan yang meminta gondang dalam upacara tersebut adalah:

No Nama Gondang Keterangan 1 Gondang Ni Pargonsi Musik pembuka dari para pagocci

2 Gondang Ni Hasuhutan Musik untuk pihak keluarga yang kemalangan 3 Gondang Ni Dongan Sabutuha Musik dari yang satu nenek atau marga

dengan suhut

4 Gondang Ni Parboruan Musik dari marga-marga yang mewarisi anak perempuan suhut

5 Gondang Ni Ale – ale Musik dari teman – teman dekat atau teman sekampung

7 Gondang Ni Parhobas Musik dari pihak sukerelanwan yang mempersiapkan acara.

8 Gondang Ni Hariapan Musik dari seluruh pelayat yang belum manortor.

Tabel urutan musik gondang yang dimainkan dalam upacara saur matua (kiri), (sumber :sinaga,1999, 1981)

Setelah dijelaskan diatas secara jelas fungsi gondang sabangunan sebagai saran ritual, maka saya dapat memberikan penjelasan mengapa pada saat-saat tertentu, gondang sabangunan dimainkan secara murni pada tahapan upacara kematian saurmatua di kota Medan sebagai pembahasan dalam penyelesaian tulisan ini.

4.2.2 Fungsi Gondang Sabangunan Sebagai Ekspresi Kesenian

Sebagaimana suku–suku yang ada di Indonesia suku batak juga memiliki kesenian tradisional sebagai hasil dari daya cipta masyarakatnya. Secara umum kesenian dalam masyarakat batak toba dibagi menjadi tiga

Seni musik dalam masyarakat batak memiliki banyak keragaman seperti yang terdapat pada beberapa etnis batak diantaranya gondang sabangunan, gondang hasapi dari batak toba, gordang sambilan dari batak mandailing, perkolong–kolong dari batak karo, genderang sipitu–pitu dari batak simalungun dan lain- lain. Keberagaman seni musik juga dapat kita lihat dari beberapa repertoar alat musik daerahnya setiap alat musik memiliki perbedaan dan kekhususnya tersendiri tergantung dengan tempat dimana kesenian itu berada.

Seni tortor pada setiap sub etnies masyarakat batak meiliki tarian atau yang sering disebut dengan tortor walau berbeda nama namun tortor dipakai sebagai salah satu bentuk perwakilan perasaan dan status sosial misalnya ketika manortor kita dapat mengentahui posisi seseorang sebagai hula- hula atau suhut melihat dari bentuk dan gerakan tangan sewaktu manortor.

Menurut mitosnya manortor (menari) khususnya pada masyarakat batak toba tortor digunakan pada acara yang berhubungan dengan roh dimana roh tersebut disuruh masuk kedalam patung batu (yang merupakan symbol dari leluhur) lalu patung tersebut menari walaupun masih kaku. Manortor dibagi menjadi dua bagian yaitu manortor yang bersifat adat dan manortor yang bersifat sebagai hiburan.

Seni musik dan tari masyarakat batak juga dikenal dengan keahliannya dalam hala kerajianan tangan seperti mengukir kita dapat

melihat bentuk ukiran batak toba dalam gorga (relief hiasan) yang terdapat dalam rumah adatnya. Gorga batak melambangkan Debata Na Tolu, dengan kuasa Mula Jadi Nabolon. Warna gorga merah, putih dan hitam serta bentuk gorga menjadi menjadi sebuah pengharapan, doa dan cita – cita. Contohlainyayang tergolong kerajianan tangan seperti yang terdapat pada patung – patung ukiran bentuk tunggal panaluan ( tongkat ).

Selain itu ada juga seni kerajianan tangan yang cukup terkenal yaitu martonun ulos (menenenun ulos). Bagi masyarakat batak toba ulos menjadi salah satu hal yang sangat penting. Ulos menjadi sebuah identitas kebatakan selain dari pada marga ulos memiliki jenis dan peran yang berbeda dalam setiap upacara adat.

Dalam pelaksaan upacara saurmatua bagai mana unsur–unsur keseniaan ini ditempatkan pada tempatnya masing–masing dapat kita lihat dengan jelas. Baik sebagai pendukung maupun sebagai sesuatu yang pokok dalam pelaksanaan upacara.Ketika seseorang meninggal saurmatua maka tulangnya akan memberikan ulos yang disebut dengan ulos saput. Pada saat pemberian ulos ini kelompok tulang yang akan memberikan ulos terlebih dahulu maminta gondang kemudian mereka manortor bersama. Ulos juga dipakai para pelayatlainya baik anggota keluarga maupun hanya sekedar kerabat sebagai bentuk tanda ikut berduka cita.

Gambar. Salah satu motif ulos batak toba

Dari hal ini dapat kita lihat bagai mana keterkaitan antara adat dan kesenian batak toba. Dimana adat dan kesenian menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Dengan dijaga dan dijalankanya adat maka secara otomatis kesenian tradisional juga akan ikut terjaga keberadaanya.

4.2.3 Fungsi Gondang Sabangunan Simbolik Identitas Sosial

Prosesi pemakaman secara adat saur matua tidak lagi dimaknai sebagai kesedihan, melainkan kegembiraan. Dalam proses persiapan pemakaman demikian, maka dilakukan dengan proses “tuat tu alaman” dengan kegembiraan untuk menerima kedatangan segenap kerabat yang datang. Sebagai manusia, tentu saja keluarga tetap bersedih, atas meninggalnya orang yang dikasihi. Dalam proses ini pihak kerabat, hula- hula dan tulang akan datang membawa berkah dan doa. Mereka akan memberikan ulos sebagai pertanda kasih sayang dan doa kepada Tuhan

agar keluarga yang ditinggalkan diberi penghiburan oleh Yang Maha Kuasa.

Terlepas dari baik dan buruknya seseorang, dalam adat Batak, seseorang yang mempunyai “pinompar” (keturunan) yang lengkap adalah ukuran pencapaian tingkat kehidupan. Ketika meninggal dan mencapai tingkat saur matua, maka, secara adat orang tersebut sudah dianggap lengkap dan bahagia. Boleh jadi secara finansial, orang tersebut tidak dapat dikategorikan “berada“, tapi secara adat ia sudah mencapai taraf yang tinggi.

Dalam penyelenggaran upacara adat saur matua, menjadi sebuah kebangaan tersediri bagi keluarga ketika mampu melaksanakannya menggingat banyaknya dana yang diperlukan mulai dari persiapan, penyelengaraan hingga selesainya acara tetap membutuhkan dana. Sehingga dari hal ini tidak jarang ada keluarga yang takmampu untuk mengadakan upacara ini dan bagi yang mampu bisa jadi anggap sebagai salah satu tolak ukur identitas sosial dengan kata lain kemampuan sebuah keluarga mengadakan upacara ini bisa jadi menjadi sebuah ukuran akan berhasilan yang mereka dapatkan.

4.3 Peranan Penting Gondang Sabangunan Sebagai Sarana Komunikasi

Fungsi gondang sabangunan sebagai sarana spiritual menjadi sangat jelas terlihat pada saat orang yang datang melayat serta manortor diiringi oleh gondang usip-usip dan mengelilingi jenazah orang yang meninggal tersebut. Pada saat setiap kelompok kerabat/keluarga yang meminta kepada panggorsi agar mereka dapat komunikasi dengan orang yang meninggal tersebut untuk terakir kalinya. Pada saat mereka meminta gondang kepada panggorsi, secara otomatis panggorsi akan memainkan gondang usip-usip agar mereka yang datang dapat berkomunikasi untuk yang terakhir kalinya dengan orang yang meninggal tersebut. Pada saat gondang usip-usip tersebut dimainkan oleh panggorsi, alat musik lainya tidak boleh mengikuti alunan gondang usip-usip tersebut.

Jadi, kesimpulan yang saya ambil dari fungsi gondang sabangunan pada upacara saurmatua masyarakat batak toba di kota Medan adalah pada saat-saat tertentu dalam upacara saurmatua tersebut berlangsung, setiap kelompok yang melayat orang yang meninggal tersebut pada hari pertama sampai dengan selesai, mempunyai peranan yang sangat penting.

BAB V

Rangkuman & Kesimpulan

5.1 Rangkuman

Setelah melakukan pembahasan dan penjabaran dari studi deskriktif gondang sabangunan pada upacara kematian Batak Toba yang berada di kota Medan, maka penulis membuat rangkaian dan susunan dari skripsi diatas agar pada saat sipembaca tulisan ini dapat memahaminya dengan cepat.

Pada upacara kematian saurmatua masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan, banyak hal yang berubah dan berkembang dari upacara kematian saurmatua yang kita ketahui sebelumnya. Yang dibahas secara lengkap dalam pembahasan skripsi ini adalah mengenai alunan musik beserta perangkat alat music yang dimainkan dalam upacara kematian saurmatua yang berada di kota Medan yang mengalami perkembangan atau perubahan yang dikarenakan oleh perubahan budaya dan perkembangan zaman pada saat sekarang ini.

Dapat kita ketahui, bahwa pada saat upacara kematian saurmatua masyarakat Batak Toba akan diiringi oleh alunan godang sabangunan dari upacara kematian tersebut dimulai sampai dengan upacara tersebut selesai. Setelah dikaji lebih mendalam dan melakukan penelitian, ternyata pada upacara kematian saurmatua yang ada di kota Medan diiringi oleh alat

musik elektronik (brass band), tetapi ada juga upacara kematian saurmatua yang diiringi oleh dua perangkat alat musik yang berbeda yaitu; gondang sabangunan dan juga alat musik elektronik modern (dalam bentuk band). Tetapi pada saat upacara kematian saurmatua itu berlangsung, dapat kita melihat pada setiap kelompok masyarakat atau keluarga yang masuk kerumah tempat orang itu ditempatkan sementara sebelum dikebumikan, menggunakan perangkat alat musik gondang sabangunan secara murni tanpa ada bantuan dari alat musik lainnya. Dan hal tersebutlah yang dibahas secara lengkap pada tulisan ini.

Gondang sabangunan dimainkan secara murni pada saat-saat tertentu dalam upacara kematian saurmatua tersebut dikarenakan oleh masih adanya kepercayaan dan adat istiadat yang masih melekat dari dahulu sampai sekarang. Kepercayaan yang melekat tersebut adalah pada saat manortor usip-usip pada upacara kematian saurmatua tersebut, masyarakat yang berada di kota Medan masih yakin dan percaya pada saat manortor gondang usip-usip mereka masih percaya bahwa mereka akan bertemu langsung dengan orang yang meninggal tersebut untuk terakhir kalinnya. Karena kita mengetahui secara umum bahwa apabila gondang sabangunan dimainkan, bahwa alunan musik gondang sabangunan mengandung ritual dan mistik. Menurut pandangan masyarakat Batak Toba arwah orang yang meninggal tersebut masih berada di sekitar rumah tempat dia tinggal pada masa hidupnya. Jadi, apabila gondang sabangunan

dimainkan dalam alunan gondang usip-usip, orang yang manortor tersebut dapat bertemu langsung dengan orang yang meninggal tersebut untuk terkhir kalinya. Semua hal yang terjadi dapat saya rangkumkan dikarenakan oleh pengaruh budaya yang berkembang dan perkembangan zaman yang terjadi pada saat sekarang ini.

5.2 Kesimpulan

Batak merupakan satu dari sekian banyak suku yang memdiami salah satu provinsi dinusantara tetpatnya Sumatera Utara memilki keberagaman adat istiadat suku batak menjadi lebih istimewa karena suku tersebut juga memilki sub – sub suku. Menurut sejarah keberadaan penghuni nusantara berasal dari hindia belakang yaitu rumpun melayu tua seperti sunda , jawa, minang dan termasuk didalamya suku batak, akan tetapi jika menurut orang batak sendiri mereka memiliki mitos sendiri.

Suku batak yang lebih senang disebut dengan bangso batak percaya bahwa mereka merupakan turunan lansung dari yang Maha Kuasa atau disebut dengan Mula Jadi Nabolon. Kemudian sub – sub suku tersebut menyebar keseluruh daerah sumatera utara yang kemudian sedikit banyaknya mengalami perkembangan dalam hal budaya masing – masing, sebut saja suku batak simalungun, suku batak toba, mandailing dan suku batak karo.

Namun perlu kita ketahui sub – sub suku tersebut dipersatukan dalam sebuah atauran adat yang kompleks yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Arti kata Dalihan Na Tolu secara harafiah adalah” tungku nan tiga”yang melambangkan sisitem sosial dalam masyarakat yang terdiri dari Hula – hula, Boru dan Dongan Sabutuha. Dalam masyarakat batak toba ada dua bentuk upacara adat yaitu ulaon unjuk atau pesta perayaan dan ulaon siluluton atau upacara yang berhubungan dengan kesedihan ( duka cita ) seperti kematian saur matua.

Untuk upacara saur matua dimaknai dengan kematian yang sempurna dimana seseorang yang saur matua sudah menikah, mempunyai putera dan putri serta memilki cucu namun masih ada kondisi lain yang melengkapi kematian saur matua seseorang seperti hamoraon atau harta. Pada pelaksanaanya upacara saur matua selalu diiringi dengan gondang sabangaunan yang berfungsi sebagai pengiring tortor dan media penyampaian harapan maupun doa kepada Mula Jadi Nabolon. Gondang sabangunan yang terdiri dari seperangkat alat musik tradisional batak toba dimainkan oleh pargocci yang dimanifestasikan sebagai Batara Guru yaitu salah satu dewa yang dipercaya masyarakat batak toba jaman dahulu.

Saur matua secara tidak langsung juga menjadi sebuah sarana ekpresi keseniaan lainya seperti seni tari ( tortor ) maupun seni kerajianan tangan berupa ulos batak yang dipakai pada saat pelaksanaan upacara. Keseniaan dan adat batak toba dalam hal ini menjadi saling berkaitan erat

dan dengan dijalankanya adat atau budaya batak toba seperti saur matua ini menjadi salah satu pendorong terciptanya kelestariaan budaya batak lainya, Akhir kata penulis mengucapakan terimaksih kepada para pembaca serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 Jakarta : Balai Pustaka

Merriam, Alam P. The anthropology of music

1964 Chicago : Northwestern University Press Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi Balai Pustaka

Dokumen terkait