• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEKANISME PENGGUNAAN LABA PERSEROAN DAN

B. Peruntukan Laba yang Diperoleh Perseroan

2. Penggunaan Laba Sebagai Dividen

172 Ibid., hal.31. 173 Ibid., hal. 44. 174

Butir (1) poin a Keputusan Ketua BAPEPAM No.Kep-35/PM/2003 . 175

Perseroan didirikan dengan tujuan untuk menciptakan laba yang nantinya akan dibagikan kepada pemegang saham. Laba yang dihasilkan oleh Perseroan berasal dari pendapatan aktivitas usahanya dan laba lain-lain setelah dikurangkan beban usaha dan rugi lain-lain. Laba yang diperoleh Perseroan sebagian dibagikan kepada pemegang saham dan sebagian lagi disisihkan lewat mekanisme RUPS tahunan. Perseroan dapat membagikan dividen secara tahunan maupun interim.176

Manakala RUPS menerima baik laporan keuangan Direksi, RUPS berapat untuk menentukan apakah akan dilakukan pembagian keuntungan kepada pemegang saham (dividen) berikut besarnya dividen. Untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan, terlebih dahulu perlu ditentukan berapa besarnya dana cadangan yang akan ditahan. Dari sisa keuntungan yang telah diperoleh setelah dipotong dengan dana cadangan, inilah yang menjadi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham.177

Pada UU No.40 Tahun 2007, terdapat beberapa pasal terkait dengan tata cara pembagian dividen. Dividen dapat dibagikan dengan dua cara, yaitu melalui mekanisme pembagian dividen interim dan dividen tahunan. Besarnya dividen ditetapkan melalui RUPS sesuai ketentuan Undang-undang yang berlaku.178

Pembagian dividen yang dilakukan Perseroan adalah hal yang sangat berkaitan erat dengan pelaporan keuangan. Besarnya dividen yang dibagikan ditentukan berdasarkan laba yang telah terakumulasi pada pos laba ditahan yang ada pada neraca. Tidak jarang ditemukan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan Direksi Perseroan dimotivasi oleh pembagian dividen yang besar kepada pemegang saham. Sebagai

176

Marisi P.Purba, Op.cit., hal. 67. 177

Rudhi Prasetya, Op.cit., hal. 51. 178

imbalannya, Direksi akan memperoleh bonus atau insentif yang besar yang ditetapkan lewat RUPS.179

Sebagaimana dijelaskan pada UU No.40 Tahun 2007 pasal 72 ayat (1), Perseroan dapat membagikan dividen interim kepada pemegang saham sepanjang ketentuan terkait dengan pembagian dividen interim ditetapkan dalam anggaran dasar. Dividen interim tidak ditetapkan melalui mekanisme RUPS tahunan melainkan keputusan Direksi Perseroan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris. Pembagian dividen interim dapat dilakukan sepanjang kekayaan bersih tidak lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.180

Maksud dari kekayaan bersih adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.181 Ini berarti, pembagian dividen interim hanya dapat dilakukan setelah RUPS tahunan menerima laporan keuangan yang berakhir pada periode pelaporan terakhir.182

Jika ternyata pada akhir tahun Perseroan menderita kerugian, maka atas dividen interim yang telah terlanjur diberikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Manakala ternyata pemegang saham tidak mengembalikannya, maka menjadilah tanggung jawab renteng dari anggota Direksi dan anggota Komisaris atas kerugian Perseroan.183

Sama seperti dividen interim, dividen tahunan dapat dibagikan kepada pemegang saham sepanjang Perseroan telah menyisihkan cadangan. Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70

179 Ibid., hal. 67-68. 180 Ibid., hal. 68. 181

Penjelasan Pasal 37 ayat (1) butir a UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 182

Marisi P.Purba, Op.cit., hal. 68. 183

ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS. Dividen Dividen sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.184

Ada kalanya dividen yang telah dibagikan tidak diambil oleh pemegang saham. UU No.40 Tahun 2007 pasal 73 ayat (1) menyebutkan bahwa dividen yang tidak diambil setelah lima tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, maka dividen tersebut akan dimasukkan sebagai cadangan khusus. Dividen yang telah menjadi cadangan khusus masih tetap dapat diambil oleh pemegang saham lewat mekanisme yang ditetapkan RUPS tahunan.185 Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan. Berdasarkan penjelasan atas UU No.40 Tahun 2007 pasal 73 ayat (3), cadangan khusus yang menjadi hak Perseroan akan dibukukan sebagai pendapatan lain-lain.186

184

Pasal 71 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 185

Marisi P.Purba, Op.cit., hal. 71. 186

BAB IV

PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN LABA MENURUT UU NO. 40 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 1 TAHUN 1995

A. Ketentuan Saldo Laba yang Positif

Menurut UU No.1 Tahun 1995, Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. Penyisihan laba bersih tersebut dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal ditempatkan. Cadangan yang belum mencapai jumlah tersebut hanya dapat digunakan untuk menutupkan kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. Untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis Perseroan dan penyediaan likuidasi dana dalam cadangan bagi kepentingan kreditur, maka ketentuan mengenai batas-batas dari penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.187

Sedangkan menurut UU No.40 Tahun 2007, Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan. Kewajiban penyisihan untuk cadangan berlaku jika Perseroan memiliki saldo laba yang positif. Penyisihan laba bersih dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor. Jika cadangan belum mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor, hanya boleh dipergunakan untuk menutupi kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

Ketentuan mengenai penggunaan laba tersebut dapat dijumpai pada pasal 61 dan pasal 62 UU No.1 Tahun 1995 tersebut.

188

187

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 61-62.

188

Frans Satri Wicaksono, Op.cit., hal.67.

mengenai penggunaan laba Perseroan menurut UU No.40 Tahun 2007 dapat ditemukan dalam pasal 70 -73.

Sekilas tidak ditemukan perbedaaan yang spesifik antara kedua Undan-undang tersebut. Keduanya sama-sama mewajibkan Perseroan untuk menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih yang didapat untuk cadangan. Ketentuan tersebut dapat dijumpai pada pasal 61 ayat (1) UU No.1 Tahun 1995 yang berbunyi: “Setiap tahun buku, Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan”.189 Hal tersebut juga dapat dijumpai pada pasal 70 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi: “Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.”190

Begitu juga mengenai jumlah penyisihannya yaitu sekurang-kurangnya mencapai 20% (dua puluh persen) dari modal Perseroan. Pengaturan tersebut dapat ditemukan pada pasal 61 ayat (2) UU No.1 Tahun 1995 yang berbunyi :” Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal ditempatkan”.191 Hal yang sama juga dapat ditemukan pada pasal 70 ayat (3) UU No.40 Tahun 2007 yang berbunyi : Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor”.192

Selain kedua kesamaan tersebut dapat juga ditemukan kesamaan lain yaitu sama-sama menentukan bahwa jumlah cadangan yang belum mencapai jumlah yang ditetapkan yaitu sebesar 20% (dua puluh persen) hanya dapat digunakan untuk menutup

189

Pasal 61 ayat (1) UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 190

Pasal 70 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 191

Pasal 61 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 192

kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. Dalam UU No.1 Tahun 1995 pengaturan tersebut dapat dijumpai pada pasal 61 ayat (3) yang berbunyi : “ Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain”.193 Dan pada UU No.40 Tahun 2007, ketentuan tersebut dapat dijumpai pada pasal 70 ayat (4) yang berbunyi “ Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain”.194

Namun jika dilihat lebih teliti maka akan ditemukan perbedaan antara penggunaan laba menurut UU No.1 Tahun 1995 dengan UU No.40 Tahun 2007 yaitu ditemukaannya pengecualian penyisihan untuk cadangan pada UU No.40 Tahun 2007. Di dalam UU No.40 Tahun 2007 tepatnya pada pasal 70 ayat (2) disebutkan bahwa “ Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif”.195

Menurut Penjelasan UU No. 40 Tahun 2007, yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif” adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.

Ketentuan tersebut tidak dapat dijumpai di dalam UU No.1 Tahun 1995 maupun dalam Penjelasan UU No.1 tahun 1995 tersebut.

196

193

Pasal 61 ayat (3) UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 194

Pasal 70 ayat (4) UU No.40Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 195

Pasal 70 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 196

Penjelasan Pasal 70 ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dari pasal tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa meskipun Perseroan mendapatkan keuntungan pada tahun buku yang baru lampau, namun jika keuntungan tersebut belum

menutup kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya maka Perseroan tidak diwajibkan untuk menyisihkan laba bersih yang diterimanya sebagai cadangan.

Sebaliknya dikarenakan di dalam UU No.1 Tahun 1995 tidak ditemukan pengecualian penyisihan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Perseroan tetap diwajibkan untuk menyisihkan laba bersih yang diterimanya dari tahun buku yang baru lampau meskipun Perseroan tersebut belum menutup kerugian dari tahun buku sebelumnya.

B. Pengaturan Tentang Dividen Interim

Dividen interim adalah dividen sementara yang dinyatakan dan dibayarkan sebelum laba tahunan Perseroan ditetapkan oleh RUPS. Biasanya pembayarannya dilakukan secara berkala seperti per-triwulan selama tahun berjalan. Dividen interim merupakan pembagian laba atau keuntungan Perseroan yang bersifat sementara. Belum merupakan pembagian yang bersifat final (final dividend) berdasarkan keputusan RUPS. Pembagiannya baru berdasarkan penetapan Direksi.197

Dikatakan bersifat sementara karena jika setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan mengalami kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, jika pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut.198

Berikut ini adalah beberapa hal yang terkait dengan aspek hukum yang perlu diperhatikan oleh manajemen dalam melakukan pembagian dividen. Sehubung dengan kondisi yang harus dipenuhi dalam membagi dividen, terdapat persyaratan yang berbeda

197

http://hukumonline.com/klinik/detail/cl1949/perbedaan-dividen-final-dengan-dividen-interim , diakses tanggal 16 Juni 2013.

198

bagi dividen yang dibagikan setelah tahun buku berakhir dengan dividen yang dibagikan sebelum tahun buku Perseroan berakhir (dividen interim). Dalam melakukan pembagian dividen setelah tahun buku berakhir, Perseroan harus memenuhi 2 (dua) persyaratan. Pertama, Perseroan wajib memiliki saldo laba yang positif kedua wajib memiliki cadangan yang mencapai paling sedikit 20% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.199

Kedua persyaratan tersebut berkaitan dengan logika bisnis yang normal, dimana Perseroan hanya dapat membagi laba apabila memang memiliki saldo laba, dan dalam rangka menutup kerugian yang mungkin dialami dimasa yang akan datang maka Perseroan harus menyisihkan sebagian keuntungan sebagai cadangan.200

Sedangkan dalam melakukan pembagian dividen interim, disamping wajib memenuhi 2 (dua) persyaratan yang berlaku dalam pembagian dividen setelah tahun buku berakhir, Perseroan juga wajib memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut. Pertama, pembagian dividen diatur dalam anggaran dasar Perseroan. Sesuai dengan pasal 15 UU No.40 Tahun 2007 disebutkan bahwa anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya beberapa hal, salah satunya adalah mengenai pembagian dividen. Kedua, pembagian dividen interim tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil daripada jumlah modal yang ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib. Maksud dari persyaratan kedua ini adalah dividen interim hanya dapat dibagikan jika kekayaan bersih Perseroan lebih besar dari jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib sekurang-kurangnya 20% dari modal ditempatkan dan disetor tersebut. Ketiga, pembagian dividen interim tidak mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajbannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan

199

http:// made-tirthayatra.blogspot.com/2009/06/kebijakan-dividen.html?m=1 , diakses tanggal 16 Juni 2013.

200

Perseroan.201

Sesuai dengan pasal 4 UU No.1 Tahun 1995 yang berbunyi: “Terhadap Perseroan berlaku Undang-undang ini, Anggaran Dasar Perseroan, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya”.

Maksud dari persyaratan ketiga ini adalah untuk melindungi kepentingan kreditor agar tidak dirugikan karena pembagian dividen interim tersebut atau edngan kata lain agar Perseroan tetap mampu melaksanakan kegiatannya dan melaksanakan kewajibannya.

Di dalam UU No.1 Tahun 1995 tidak ditemukan adanya pengaturan mengenai pembagian dividen interim sebagaimana yang ditemukan dalam UU No.40 Tahun 1995. Namun hal tersebut tidak serta merta membuat kesimpulan bahwa dividen interim tidak diizinkan pelaksaannya oleh UU No.1 Tahun 1995.

Jika ditelaah lebih dalam lagi menurut UU No.40 Tahun 2007, dapat diambil kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa dividen interim hanya dapat dilakukan jika pembagian tersebut telah diatur oleh anggaran dasar Perseroan. Pengaturan tersebut dapat dijumpai pada pasal 72 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007. Berdasarkan pasal tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpula bahwa yang menjadi dasar hukum yang utama dalam pembagian dividen interim adalah anggaran dasar Perseroan. 202 201 Ibid. 202

Pasal 4 UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa meskipun UU No.1 Tahun 1995 tidak mengatur mengenai pembagian dividen interim secara jelas, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinaan adanya pelaksanaan pembagian dividen interim oleh Perseroan. Karena berdasarkan pasal 4 tersebut disebutkan bahwa yang menjadi dasar hukum suatu Perseroan bukan UU No.1 Tahun

1995 ini saja, namun Anggaran Dasar dan Peraturan Perundang-undangan lainnya juga dijadikan dasar hukum yang valid.

Dengan kata lain yang menjadi perbedaan mengenai penggunaan laba UU No.1 Tahun 1995 dengan UU No.40 Tahun 2007 khususnya mengenai dividen interim adalah terdapat penegasan ketentuan pembagian dividen interim yang hanya dapat dijumpai pada UU No.40 Tahun 2007 tepatnya pada pasal 72 UU ini. Meskipun seperti yang telah diuraikan diatas bahwa pelaksanaan pembagian dividen interim tersebut tetap dapat dilaksanakan baik berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 maupun UU No.1 Tahun 1995.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Organ Perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ tersebut mempunyai peran yang berbeda. Peran Direksi dalam penggunaan laba Perseroan cukup signifikan. Mulai dari pembuatan laporan tahunan dan dokumen keuangan yang akan dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Laporan tahunan dan dokumen keuangan tersebut akan dijadikan suatu bahan pertimbangan oleh para pemegang saham untuk menentukan segala kebijakan untuk tahun buku selanjutnya termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan dan mengenai pembagian dividen kepada para pemegang saham. Selain itu Direksi juga berwenang memutuskan untuk membagikan dividen interim setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. Peran Dewan Komisaris dalam penggunaan laba Perseroan tidaklah terlalu dominan jika dibandingkan dengan peran organ Perseroan yang lain. Sesuai dengan tugas Dewan Komisaris yang diamanatkan oleh Undang-Undang yaitu mengawasi dan memberi nasihat kepada Direksi, Dewan Komisaris hanya memberikan persetujuan mengenai rencana kerja yang dibuat oleh Direksi. Fungsi Dewan Komisaris sekedar mengesahkan saja. Seperti dalam laporan tahunan yang dibuat oleh Direksi, campur tangan dari Dewan Komisaris hanya sekedar memberi masukan kepada Direksi dan bila Dewan Komisaris telah menyetujui isi dari laporan tahunan

tersebut maka akan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan. Peran lainnya dari Dewan Komisaris .pembagian dividen interim. Organ yang memegang peranan terbesar adalah RUPS. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar. RUPS yang menetukan apakah akan melakukan pembagian keuntungan kepada para pemegang saham berikut besarnya dividen yang akan dibagikan. Sebelumnya dibagikan dividen, RUPS akan menentukan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana yang diwajibkan oleh Undang-undang (Pasal 70 UU No.40 Tahun 2007) sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor. Selain pembagian dividen kepada pemegang saham dan cadangan, RUPS juga dapat menetapkan pembagian seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan dari laba bersih yang diperoleh Perseroan.

2. Mekanisme penggunaan laba yang pertama adalah menyiapkan laporan keuangan. Pengambilan keputusan keuangan dilakukan oleh para

shareholder Perseroan didasarkan pada laporan keuangan.. Kewajiban

penyusunan laporan keuangan tersebut ada di tangan Direksi Perseroan. Selain membuat laporan keuangan, menurut pasal 68 UU No.40 Tahun 2007 Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila : kegiatan usaha Perseroan menghimpun dan/ atau mengelola dana masyarakat; Perseroan menerbitkan surat pengakuan

utang kepada masyarakat; Perseroan merupakan Perseroan Terbuka; Perseroan mempunyai asset dan/ atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah paling sedikit Rp.500.000.000.000,00 ( lima puluh miliar rupiah); diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Tujuan dilakukan auditing agar laporan keuangan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada berbagai pihak. Bila semua prosedur administratif tersebut telah selesai maka akan diselenggarakan RUPS oleh Direksi guna mengesahkan laporan keuangan yang telah dibuat. Secara umum RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku nerakhir. Sementara RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan RUPS. Yang berbeda dari RUPS tahunan dengan RUPS lainnya adalah RUPS tahunan membahas mengenai pertanggungjawaban Direksi dan Dewan Komisaris, khususnya bertalian dengan neraca laba rugi Perseroan. Sedangkan disebut RUPS lainnya manakala acaranya tidak membahas mengenai pertanggungjawaban Direksi dan Dewan Komisaris dalam hubungannya dengan neraca laba rugi Perseroan. Penyelenggaraan RUPS wajib didahului dengan pemanggilan oleh Direksi. Untuk sahnya RUPS harus sesuai dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Besarnya kuorum yang ada disesuaikan dengan mata acaranya. Laba yang diperoleh oleh Perseroan tidak semerta merta dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham, menurut Pasal 70 UU No.40 Tahun 2007 Perseroan diwajibkan untuk menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. Penyisihan hanya wajib dilakukan jika Perseroan memliki

saldo laba yang positif. Penyisihan wajib dilakukan hingga mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal ditempatkan dan disetor. Cadangan yang belum mencapai minimal 20% (dua puluh persen) tersebut hanya dapat digunakan untuk menutup kerugian Perseroan yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lainnya. Penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan diputuskan oleh RUPS. Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS. Dengan catatan, bahwa dividen hanya boleh dibagikan jika Perseroan memiliki saldo laba yang positif.

3. Perbedaan yang terdapat antara penggunaan laba menurut UU No.1 Tahun 1995 dengan UU No.40 Tahun 2007 yang pertama terdapat pada ketentuan saldo laba yang positif. Pada UU No.1 Tahun 1995 hanya mewajibkan Perseroan untuk menyisihkan laba bersih Perseroan sampai mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan sebagai cadangan. UU No.40 Tahun 2007 memang juga mewajibkan penyisihan laba hingga mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal ditempatkan dan disetor sebagai cadangan. Namun pada UU No.40 Tahun 2007 ditemukan pengecualian perihal penyisihan tersebut. Penyisihan untuk cadangan menurut UU No.40 Tahun 2007 hanya wajb dilakukan jika Perseroan memiliki laba yang positif. Maksud dari laba yang positif menurut penjelasan UU tersebut adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang telah menutupi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya. Sedangkan pada UU No.1 Tahun 1995 tidak

ditemukan pengecualian tersebut. Selain itu perbedaan lain yang dapat ditemukan adalah perihal pengaturan tentang dividen interim yang hanya dapat ditemukan di dalam UU No.40 Tahun 2007. Meskipun UU No.1 Tahun 1995 tidak mengatur mengenai pembagian dividen interim secara jelas, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinaan adanya pelaksanaan pembagian dividen interim oleh Perseroan. Karena berdasarkan pasal 4 UU No.1 Tahun 1995 disebutkan bahwa yang menjadi dasar hukum suatu Perseroan bukan UU No.1 Tahun 1995 ini saja, namun Anggaran Dasar dan Peraturan Perundang-undangan lainnya juga dijadikan dasar hukum yang

valid. Sehingga Perseroan tetap dapat membagikan dividen interim

sepanjang diatur dalam anggaran dasarnya.

B. Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Seluruh organ Perseroan khususnya Direksi dalam menjalankan tugasnya haruslah tetap berpegang teguh bahwa posisinya adalah sebagai sebuah

trustee dalam Perseroan. Kewajiban utama dari Direksi adalah kepada

perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.. Posisi ini mengharuskan seorang Direksi untuk tidak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care). Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang Direksi tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality).

2. Untuk kedepannya diharapkan Pemerintah dapat terus memperbaiki ketentuan-ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan

Dokumen terkait