• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan dan Dinamika Perubahannya

Berdasarkan peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2005 skala 1:25.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Bima, terdapat sebelas kelas penggunaan lahan di Kota Bima, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Penggunaan lahan Kota Bima tahun 2005

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Air 63 0,3

Hutan Mangrove Sekunder 6 0,02

Hutan Primer 283 1,3

Hutan Sekunder 10.692 48,9

Permukiman 1.229 5,6

Pertanian Lahan Kering 7.021 32,1

Rumput (Savanna) 56 0,3 Sawah 834 3,8 Semak/Belukar 1.571 7,2 Tambak 105 0,5 Tanah Terbuka/Kosong 3 0,01 Jumlah 21.862 100,0

Penggunaan lahan yang dominan adalah hutan sekunder, mencakup 10.692 hektar atau 48,9%, sebagian besar terletak di Kecamatan Asakota dan Rasanae Timur, dimana kedua kecamatan ini memiliki topografi yang umumnya miring berbukit hingga curam. Penggunaan lahan yang paling kecil adalah tanah terbuka, yaitu hanya 3 hektar atau 0,01% luas wilayah. Secara keruangan, lahan permukiman umumnya berada di tengah kota. Pertanian lahan kering mendominasi bagian selatan Kota Bima.

Pada tahun 2005 penggunaan lahan untuk keperluan budidaya adalah seluas 8.016 hektar atau 36,7% dari total wilayah Kota Bima. Lahan budidaya mencakup pertanian lahan kering, padang rumput untuk penggembalaan, sawah, dan tambak. Penggunaan lahan untuk permukiman adalah seluas 1.229 hektar atau 5,6% dari total wilayah Kota Bima. Permukiman terpusat pada lahan yang memiliki relief datar.

38

Gambar 6 Peta penggunaan lahan Kota Bima tahun 2005

Peta penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh dari hasil interpretasi citra Geoeye-1 resolusi 0,41 meter imagery date 30 April 2010 pada Google Earth. Jenis penggunaan lahan Kota Bima tahun 2010 disajikan sebagai berikut.

Tabel 5 Penggunaan lahan Kota Bima tahun 2010

Penggunaan Lahan

Luas Persentase

(ha) (%)

Air 63 0,3

Hutan Mangrove Sekunder 16 0,07

Hutan Sekunder 7.503 34,3

Permukiman 1.455 6,7

Pertanian Lahan Kering 7.833 35,8

Rumput (Savanna) 11 0,1 Sawah 1.508 6,9 Semak/Belukar 3.189 14,6 Tambak 94 0,4 Tanah Terbuka/Kosong 191 0,8 Jumlah 21.862 100

Pada tahun 2010 tinggal tersisa 10 kelas penggunaan lahan, yaitu air, hutan mangrove sekunder, hutan sekunder, permukiman, pertanian lahan kering, rumput (padang penggembalaan), sawah, semak/belukar, tambak, dan tanah terbuka/kosong. Pertanian lahan kering menempati luasan terbesar yaitu 7.833 hektar atau 35,8% dari total wilayah, dan secara spasial tersebar di semua wilayah kecamatan, namun luasan terbesar adalah di Kecamatan Rasanae Timur.

Gambar 7 Peta penggunaan lahan Kota Bima tahun 2010

4.1.2 Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 2005 - 2010

Hasil analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan dari tahun 2005 hingga 2010 menunjukkan bahwa lahan yang mengalami perubahan penggunaan adalah seluas 6.692 hektar atau 30,6% dari luas wilayah Kota Bima, sementara yang tidak mengalami perubahan adalah seluas 15.171 hektar atau 69,4% dari luas wilayah Kota Bima. Hutan primer yang pada tahun 2005 masih terdapat seluas 283 hektar, pada tahun 2010 telah hilang sama sekali beralih fungsi menjadi pertanian lahan kering, padang rumput penggembalaan ternak, sawah dan semak belukar. Di Kota Bima terdapat beberapa perubahan penggunaan lahan yang mungkin tidak biasa, misalnya hutan mangrove sekunder menjadi pertanian lahan

40

kering dan semak belukar. Pertanian lahan kering tersebut adalah kebun kelapa, dan hal tersebut terjadi di daerah pantai yang mengalami pendangkalan sehingga akhirnya menjadi lahan terbuka yang selanjutnya dijadikan kebun kelapa dan tertutup semak belukar. Matriks perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar 8 Peta perubahan penggunaan lahan Kota Bima periode tahun 2005-2010

Gambar 8 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi merata di hampir seluruh wilayah Kota Bima, namun demikian paling banyak terjadi di bagian utara dan bahkan sampai ke daerah berbukit. Perubahan penggunaan lahan pada daerah datar relatif kecil karena sebagian besar area pada lahan datar sudah merupakan daerah terbangun.

Tabel 6 Matriks perubahan penggunaan lahan Kota Bima periode tahun 2005-2010

Penggunaan Lahan Tahun 2005

Penggunaan Lahan Tahun 2010 Jumlah Air Hutan Mangrove Sekunder Hutan Sekunder Permukiman Pertanian Lahan Kering Rumput (savanna)

Sawah Semak/Belukar Tambak Tanah Terbuka

(ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha) (ha)

Air 63 63 Hutan Mangrove Sekunder 2 3 5 Hutan Primer 253 2 27 283 Hutan Sekunder 7.503 7 2.234 10 37 764 138 10.693 Permukiman 1.229 1.229 Pertanian Lahan Kering 136 4.661 767 1.443 16 7.022 Rumput 54 1 1 56 Sawah 39 96 683 16 1 834 Semak 45 535 19 938 34 1.571 Tambak 14 91 1 105 Tanah Terbuka 1 1 Jumlah 63 16 7.503 1.455 7.833 11 1.508 3.189 94 191 21.862

42

4.1.3 Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan nilai LQ, dapat dibuat tipologi wilayah kecamatan berdasarkan aktifitas perubahan penggunaan lahan dengan membagi kecamatan- kecamatan tersebut kedalam dua kelompok, yaitu yang memiliki nilai LQ>1 dan nilai LQ<1. Nilai LQ>1 menunjukkan terjadinya konsentrasi aktifitas perubahan penggunaan lahan pada suatu kecamatan secara relatif dibandingkan dengan aktifitas perubahan penggunaan lahan di wilayah Kota Bima secara umum. Nilai LQ<1 menunjukkan bahwa di kecamatan tersebut aktifitas perubahan penggunaan lahan yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas perubahan penggunaan lahan di seluruh wilayah Kota Bima. Dari hasil perhitungan, yang memiliki nilai LQ>1 adalah Kecamatan Mpunda (1,45) dan Raba (1,37), sementara yang memiliki nilai LQ<1 adalah Kecamatan Rasanae Timur (0,95), Rasanae Barat (0,70), dan Asakota (0,56).

Gambar 9 Peta tingkat aktifitas perubahan penggunaan lahan per kecamatan di Kota Bima periode tahun 2005 - 2010

Berdasarkan nilai LQ, pemusatan aktifitas perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Mpunda. Kecamatan Mpunda memiliki jumlah penduduk 25.983 jiwa (BPS 2011), merupakan pemekaran dari Kecamatan Rasanae Barat

dan diproyeksikan sebagai pusat pendidikan di Kota Bima. Sebagai kecamatan baru, Mpunda mengalami aktifitas pembangunan infrastruktur yang cukup tinggi, antara lain pembangunan kantor pemerintahan dan Puskesmas. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Mpunda mencapai 44,2% dari total luas wilayah kecamatan, mencakup perubahan dari pertanian lahan kering dan sawah menjadi lahan permukiman serta semak belukar menjadi sawah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah laju pertumbuhan penduduk.

Selama sepuluh tahun terakhir atau periode dua sensus (periode tahun 2000 – 2010), rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kota Bima adalah sebesar 2% per tahun. Kecamatan yang mengalami laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Mpunda sebesar 4,54%, jauh diatas pertumbuhan rata-rata Kota Bima. Sedangkan, Kecamatan Raba meskipun mempunyai jumlah penduduk tertinggi di Kota Bima namun laju pertumbuhan penduduknya terendah, yaitu 0,58% (BPS 2011). Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Mpunda menyebabkan pesatnya pertambahan luas lahan terbangun, baik berupa pembangunan kompleks perumahan, kantor pemerintahan dan fasilitas kesehatan, maupun kos-kosan pelajar dan mahasiswa.

Gambar 10 Laju pertumbuhan penduduk Kota Bima per kecamatan periode tahun 2000-2010

Gambar 11 Contoh perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi lahan terbangun

44

4.2 Karakteristik Fisik Lahan

Dokumen terkait