• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELIAN NADA SAMBUNG

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 7 September 1989. Penulis merupakan anak sulung dari tiga bersaudara buah hati pasangan Ahmad Rifai dan Yati Yuniarti. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SDN Limbangan Timur 1. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan studi ke SMPN 1 Limbangan dan berhasil

tahun 2004. Penulis lalu menempuh pendidikan lanjutan di SMAN 1 Tarogong Kidul (sekarang SMAN 1 Garut). Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI).

menyelesaikannya pada

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi salah satu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) di tahun 2008-2009. Pada tahun 2010 penulis menjabat sebagai Koordinator Divisi Riset Koran Kampus dan General Manager Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture X-pression!! (UKM MAX!!). Selama tahun 2010 hingga 2011 penulis juga menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Perilaku Konsumen dan Riset Konsumen.

ABSTRACT

RHEZA ARDIANSYAH. Analysis of Knowledge, Perception and Ring Back Tone Purchasing Behavior by First Year Students of IPB. Supervised by M.D. DJAMALUDIN and TIN HERAWATI

Music pyracy is one problem that cannot be totally fixed yet. The existance of Ring Back Tone (RBT) gives a new hope for better way of music appreciation. RBT is substituter of the standard tone shows that calling proccess is waiting for an answer. A huge number of RBT’s usage as a telecommunication service misused by some tricky producer. YLKI (Indonesian consumer board foundation) said that telecommunication service is a topic that complained by many consumers. The aim of this research was to analyze the knowledge, perception and ring back tone’s purchasing behavior by first year student of IPB. This cross-sectional study designed research was located in Bogor Agricultural University on March until Juli 2011. The amount of sample in this study is 36 IPB’s first year (TPB) students who were activated ring back tone at the time user’s survey was held. Result showed that sample’s knowledge about ring back tone is in a peak stage. Meanwhile, perception toward ring back tone rate is in a less agree level. Ring back tone’s purchasing behavior is influenced by sample’s perception toward it (p<0,01).

Keywords: consumer’s knowledge, perception toward product, purchasing behavior

ABSTRAK

RHEZA ARDIANSYAH. Analisis Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam Pembelian Nada Sambung. Dibimbing oleh M.D. DJAMALUDIN dan TIN HERAWATI

Pembajakan terhadap karya musik yang merugikan banyak pihak, hingga saat ini belum secara total diberantas. Kemunculan Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung menjadi titik terang peningkatan nilai apresiasi masyarakat terhadap karya musik. Nada sambung adalah nada pengganti nada standar yang digunakan sebagai tanda bahwa proses pemanggilan sedang dalam kondisi menunggu jawaban dari nomor yang dipanggil. Besarnya pangsa pasar produk nada sambung sebagai bagian dari jasa telekomunikasi terkadang dimanfaatkan oleh beberapa produsen untuk berbuat curang. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam pembelian nada sambung. Penelitian dengan desain cross-sectional study ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret hingga Juli 2011. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 36 orang mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB yang mengaktifkan nada sambung saat survey pengguna nada sambung dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan contoh ada di tingkat tertinggi. Sementara itu, persepsi terhadap nada sambung berada pada tingkat ”kurang setuju”. Perilaku pembelian nada sambung contoh dipengaruhi oleh persepsinya terhadap nada sambung (p<0,01).

Latar Belakang

Musik adalah salah satu produk yang terus mengalami dinamika. Salah satu aspek yang terus mengalami perkembangan adalah bentuk produk itu. Jika pada tahun 1950-an musik dapat dinikmati dalam bentuk piringan hitam, maka era 1970-an mulai dikenal teknologi kaset pita. Lain dengan dekade sebelumnya, awal periode 1980-an adalah masa saat musik banyak dinikmati melalui cakram CD. Memasuki abad ke-21, seiring meningkatnya inovasi bentuk produk musik, kemasan fisik produk musik perlahan mulai ditinggalkan. Sementara media penyimpanan musik mengalami perkembangan, salah satu musuh industri musik belum bisa seluruhnya dikalahkan. Pembajakan terhadap karya musik yang merugikan banyak pihak, hingga saat ini belum secara total diberantas.

Menurut data yang dipaparkan Direktur Teknologi Informasi Telkom Indra Utoyo, dari total nilai bisnis musik Rp 6,5 triliun selama tahun 2010, pembajakan musik di Indonesia bisa mencapai Rp 4,5 triliun atau 69% di antaranya.1 Bahkan menurut Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), total penjualan musik legal dalam bentuk CD, kaset, dan VCD pada tahun 2007 mencapai angka 19,4 juta keping, menurun sekitar 4,3 juta keping dari 2006 yang sebesar 23,7 juta. ASIRI juga membeberkan data yang menyatakan bahwa total penjualan rekaman fisik tahun 2006 pun mengalami penurunan 21% jika dibandingkan dengan 2005. Total penjualan unit kaset, CD, dan VCD tahun 2006 tercatat sebesar 23.736.355 keping di seluruh Indonesia. Jika di tahun 1996 ASIRI mencatat 20 juta keping album bajakan beredar, maka dua belas tahun kemudian atau di tahun 2008 jumlahnya mencapai 550 juta keping (Putranto 2010). Seperti dikutip kabarbisnis.com, diperkirakan omset pembajakan tahun 2009 mencapai Rp 4,3 triliun. Dari jumlah sebesar itu, industri musik pada tahun 2009 diprediksi merugi Rp 3 triliun, sisanya adalah kerugian negara dari pajak yang seharusnya mencapai Rp 1,3 triliun.2 Jika dibandingkan antara penjualan musik legal dan bajakan, maka dapat disimpulkan bahwa musik bajakan telah menguasai 95,7% pasar musik Indonesia, sementara musik legal penjualannya tinggal 4,3% di Indonesia. Laporan ASIRI juga mencatat bahwa sepanjang tahun 2006 negara

1 http://www.detikinet.com/read/2010/08/18/083523/1422198/319/musik-indonesia-belum-merdeka-dari-pembajakan 2 http://www.kabarbisnis.com/makro/Indepth/2882722009_omset_pembajak_musik_capai_Rp4_3_ triliun.html

mengalami kerugian lebih dari Rp 1,122 triliun yang seharusnya diperoleh dari penerimaan pajak. Menteri Perdagangan RI saat itu, Mari Pangestu, bahkan menyatakan angka kerugian akibat berbagai kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia pada tahun 2009 mencapai Rp 3 triliun (Putranto 2009).

Di tengah terpuruknya kondisi apresiasi musik Indonesia, muncul alternatif lain bentuk produk musik yang bebas pembajakan. Kemunculan Ring Back Tone (RBT) atau nada sambung menjadi titik terang peningkatan nilai apresiasi masyarakat terhadap karya musik. Nada sambung adalah suara yang diaktifkan seorang konsumen operator seluler sehingga orang yang menghubungi akan mendengarnya saat melakukan panggilan telepon. Seluruh lagu yang dijadikan nada sambung tersimpan dalam server milik operator seluler yang mustahil ditembus oleh pembajak.

Nada sambung pertama kali diperkenalkan kepada konsumen ponsel seluruh Indonesia pada September 2004 oleh Telkomsel yang bekerja sama dengan Sony BMG Indonesia. Setelah Telkomsel, kemudian Indosat meluncurkan iRing, XL memproduksi Nada Tungguku, Mobile-8 memasarkan RingGo dan Flexi menjual Flexi Tone. Angka konsumsi nada sambung terus meningkat, bahkan sepanjang tahun 2009 keuntungan yang diraih industri telekomunikasi dan industri musik dari nada sambung mencapai lebih dari 1,5 triliun rupiah (Putranto 2010). Seperti dikutip dalam Putranto (2010), Bambang Arbiantoro selaku Digital Bussiness Manager Sony BMG Music Indonesia mengungkapkan bahwa penjualan nada sambung pada rentang tahun 2005-2006 meningkat hingga 15%. Padahal, pada 2004 angka pertumbuhannya masih di bawah 10%. Selain itu animo masyarakat yang menyukai penggunaan nada sambung terus bertambah menjadi 6,7 juta pengguna di tahun 2010. Peningkatan minat beli nada sambung juga dirasakan oleh SK Telecom sebagai penggagas teknologi ini. Fitchard (2003) menyatakan bahwa dalam rentang waktu delapan bulan sejak peluncuran layanan itu, lima juta pelanggan telah terdaftar.

Vice President Musik Digital dan Manajemen Konten Telkomsel, Krishnawan Pribadi menyatakan bahwa loyalitas konsumen musik yang paling tinggi adalah mereka yang berusia 18 hingga 25 tahun.3 Data itu senada dengan pernyataan Torlak (2011) bahwa di seluruh dunia, teknologi-teknologi baru menjadi hal penting bagi konsumen yang berusia 18-24 tahun.

3

Besarnya pangsa pasar produk nada sambung sebagai bagian dari jasa telekomunikasi terkadang dimanfaatkan oleh beberapa produsen untuk berbuat curang. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada 2010, ada 590 pengaduan konsumen, di mana 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi.4

Ketidakpuasan yang dialami konsumen adalah salah satu risiko yang mungkin dihadapi akibat perilaku pembeliannya. Perilaku pembelian nada sambung adalah akhir dari proses pengambilan keputusan untuk mengonsumsi produk itu. Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Seorang konsumen yang memiliki pengetahuan lebih banyak akan melakukan pengambilan keputusan yang baik, sehingga lebih efisien dan efektif dalam melakukan pengambilan keputusan. Studi mengenai pengetahuan perlu dilakukan karena komponen tersebut adalah hal penting untuk dimiliki seorang konsumen yang bijak.

Selain pengetahuan, persepsi konsumen juga merupakan komponen lain yang dilalui dalam proses pembelian suatu produk. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa persepsi konsumen sangat penting untuk diteliti dan dimengerti oleh pemasar atau produsen karena konsumen sering memutuskan membeli suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Seorang konsumen juga perlu mengetahui persepsi konsumen lain agar kesan suatu produk dapat diamati dari berbagai pendapat.

Engel, Blackwell dan Miniard (1994) menyatakan bahwa memahami perilaku konsumen bukanlah pilihan, karena hal itu merupakan kebutuhan mutlak untuk kelangsungan hidup kompetitif. Pada akhirnya, konsumen memegang kendali atas pembelian suatu produk, sementara pemasar dikatakan berhasil bila produk atau jasanya dipandang memberikan manfaat yang riil bagi konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan studi mengenai pengetahuan, persepsi dan tindakan pembelian nada sambung agar posisi dan tindakan konsumen terhadap produk itu dapat diketahui.

Jarva (2010) menyatakan bahwa tantangan-tantangan baru telah hadir sebagai efek dari berbagai perubahan pada berbagai sistem di dunia. Tantangan itu sangat besar sehingga muncullah kebutuhan untuk mengevaluasi ulang pendidikan konsumen dan mengakui bahwa bidang itu merupakan jenis

4

pendidikan di masa depan yang relevan. Pemahaman mendalam juga perlu diketahui mengenai bagaimana dan kenapa konsumen mengonsumsi sebuah produk, apa yang terjadi dalam benaknya dan kenapa mereka bersikap demikian.

Perumusan Masalah

Keberadaan nada sambung merupakan sebuah titik cerah bagi para musisi karena produk legalnya bisa kembali dikonsumsi, namun keluhan yang dirasakan konsumen tentang salah satu produk jasa telekomunikasi itu juga tidak berjumlah sedikit. Keluhan itu muncul sebagai risiko dari tindakan pembelian nada sambung yang diduga dipengaruhi beberapa hal, diantaranya pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk itu. Permasalahan muncul saat pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian nada sambung tidak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian agar upaya peningkatan pengetahuan konsumen serta pembentukan persepsi terhadap produk dan pembelian produk bisa diupayakan sehingga keluhan yang dirasakan konsumen dapat diminimalisasi. Dengan mengetahui pengetahuan, persepsi, perilaku pembelian konsumen, serta aspek lain yang berkaitan dengannya, produsen dapat mengetahui citra produknya di mata konsumen sehingga inovasi produk berikutnya bisa dirumuskan. Sementara itu konsumen juga bisa menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk pengambilan keputusan mengonsumsi nada sambung. Oleh karena itu, kajian utama dalam penelitian ini adalah mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam konsumsi nada sambung. Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), dan karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga)?

2. Siapa kelompok acuan contoh dalam hal perilaku pembelian nada sambung?

3. Bagaimana pola penggunaan nada sambung konsumen?

4. Bagaimana pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung? 5. Bagaimana perilaku pembelian nada sambung contoh?

6. Bagaimana pengaruh pengetahuan dan persepsi contoh terhadap perilaku pembelian nada sambung?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Menganalisis pengetahuan, persepsi dan perilaku mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dalam pembelian nada sambung.

Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik keluarganya (jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga)

2. Mengidentifikasi kelompok acuan rersponden dalam hal perilaku pembelian nada sambung

3. Menganalisis pola penggunaan nada sambung konsumen

4. Menganalisis pengetahuan dan persepsi contoh tentang nada sambung 5. Menganalisis perilaku pembelian nada sambung contoh

6. Menganalisis pengaruh pengetahuan dan persepsi contoh terhadap perilaku pembelian nada sambung

Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana berlatih untuk mempelajari fenomena yang ada di masyarakat sehingga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah sehingga berguna bagi masyarakat luas.

2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai penyedia informasi agar sebelum membeli nada sambung, calon konsumen dapat mengetahui pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian konsumen lain.

3. Bagi produsen, penelitian ini dapat berguna untuk mengetahui pengetahun konsumen, persepsi serta perilaku pembelian produk yang mereka pasarkan.

4. Bagi institusi, penelitian ini dapat bermanfaat untuk dijadikan bahan referensi studi tentang pengetahuan, persepsi dan perilaku pembelian konsumen, sehingga memperkaya keilmuan pertanian yang tidak hanya berfokus pada objek pertanian itu, namun juga manusia sebagai aktor yang melakoni perkembangan pertanian.

5. Penelitian ini pun dapat berguna bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi serta tindakan pembelian produk nada sambung.

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku Konsumen

Dalam upaya peningkatan nilai guna suatu produk, konsumen adalah ujung dari perjalanan yang ditempuh oleh suatu produk. Memahami perilaku konsumen adalah sebuah hal yang penting. Menurut Sumarwan (2004), terdapat tiga dimensi yang melingkupi pentingnya mempelajari perilaku konsumen, yaitu bagi bidang pemasaran, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen dan pembentukan kebijakan masyarakat yang mencakup pembuatan undang-undang perlindungan konsumen.

Para pemasar harus memahami alasan mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi pemasaran yang sesuai. Selain para pemasar atau produsen, lembaga pendidikan atau lembaga sosial dan pemerintah juga berkepentingan untuk mengetahui dan mempengaruhi perilaku konsumen. Lembaga pendidikan dan lembaga sosial bisa membantu konsumen memilih produk dan jasa yang benar, terhindar dari penipuan serta menjadi konsumen yang bijaksana. Selain pemasar dan lembaga sosial, pihak lain yang sangat berkepentingan terhadap konsumen adalah pemerintah. Praktik bisnis yang merugikan konsumen bukan tidak mungkin terjadi. Tanpa adanya pedoman, konsumen tidak akan bisa membedakan produk yang layak ia konsumsi. Di lain pihak, lembaga sosial tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi produsen. Dalam situasi seperti ini, maka pemerintah melalui kebijakan publik dan undang-undangnya harus melakukan intervensi untuk melindungi konsumen (Sumarwan 2004). Agar undang-undang itu tepat sasaran, maka pemerintah juga perlu memahami perilaku konsumen.

Asosiasi pemasaran Amerika (The American Marketing Association) dalam Peter dan Olson (1996) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan kejadian-kejadian yang mengarah pada pertukaran berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Sementara itu menurut Umar (2003), perilaku konsumen adalah suatu tindakan nyata individu atau kumpulan individu, misalnya suatu

organisasi yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mengonsumsi barang dan jasa yang diinginkan. Solomon (2002) menyatakan bahwa studi perilaku konsumen mencakup bidang yang luas. Perilaku konsumen meliputi studi tentang proses yang ditunjukkan saat seorang individu atau kelompok membeli, menggunakan atau menghabiskan sebuah produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk pemenuhan kepuasan.

Berdasarkan definisi diatas, menurut Peter dan Olson (1996) terdapat tiga ide utama, yaitu bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis, perilaku konsumen mencakup interaksi antara perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), sikap dan kejadian-kejadian. Selain itu, ide lain perilaku konsumen juga mencakup interaksi antar sesama manusia. Studi perilaku konsumen yang bersifat dinamis berarti bahwa satu implikasi tentang perilaku konsumen terkadang harus dibatasi waktu, jenis produk dan konsumen tertentu, sehingga generalisasi berlebih terhadap sebuah temuan perlu diwaspadai.

Menurut Peter dan Olson (1996), terdapat empat elemen dalam menganalisis konsumen. Keempat elemen itu adalah perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi), perilaku, lingkungan dan strategi pemasaran. Perasaan (afeksi) dan pengetahuan (kognisi) merujuk pada respon psikologis konsumen terhadap stimulus dari lingkungan. Afeksi berperan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap sebuah produk. Kognisi menyatakan proses mental dan struktur pengetahuan yang digunakan untuk merespon lingkungan. Perilaku berarti tindakan yang diperlihatkan konsumen yang terlihat dan bisa diamati langsung. Lingkungan merujuk pada stimulus fisik dan sosial di sekitar konsumen.

Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, pribadi dan psikologis (Kotler & Armstrong 2008). Penyusun keempat komponen itu terlihat pada Gambar 1.

Budaya

Budaya Subbudaya

Kelas Sosial Sosial

Kelompok 

referensi Keluarga Peran dan status

Pribadi

Usia dan tahap 

siklus hidup Situasi ekonomi Gaya hidup Kepribadian dan  konsep diri Psikologis Motivasi Persepsi  Pembelajaran  Kepercayaan dan  Sikap    Pembeli 

Gambar 1 Komponen yang mempengaruhi perilaku konsumen Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)

Pengetahuan Konsumen

Proses pengambilan keputusan konsumen berawal dari pengenalan kebutuhan. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa pengenalan kebutuhan ditentukan melalui tiga hal, yaitu informasi yang disimpan dalam ingatan, perbedaan individu dan pengaruh lingkungan. Setelah mengenali kebutuhannya, seorang konsumen akan melakukan pencarian internal untuk menentukan apakah cukup banyak hal yang diketahui tentang pilihan yang tersedia. Pencarian internal adalah peneropongan ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Jika peneropongan ini mengungkapkan informasi yang memadai untuk memberi arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak diperlukan. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen berperan khusus dalam perjalanan pengambilan keputusan pembelian sebuah produk.

Menurut Sumarwan (2004), pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Peter dan Olson (1996) membagi pengetahuan konsumen menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku mereka, dan pengetahuan prosedural tentang cara melakukan sesuatu. Pengetahuan umum menyatakan interpretasi konsumen terhadap informasi yang relevan dengan lingkungan mereka, seperti pembentukan pengetahuan umum tentang penggolongan produk, pengetahuan tentang tempat pembelian, dan lain-lain. Konsumen juga memiliki pengetahuan prosedural tentang bagaimana caranya untuk melakukan sesuatu. Seperti pengetahuan umum, pengetahuan prosedural konsumen relevan dalam berbagai situasi sehari-hari. Beberapa produsen melakukan penyederhanaan produk yang mereka buat untuk mengurangi pengetahuan prosedural yang mereka butuhkan sehingga produk itu mudah dikonsumsi. Kedua jenis pengetahuan itu memiliki peran yang penting. Pengetahuan konsumen mempengaruhi proses interpretasi yang akan menentukan keputusan pembelian.

Mowen dan Minor (1995) sebagaimana dikutip Sumarwan (2004) juga melakukan klasifikasi pengetahuan konsumen menjadi tiga jenis, yaitu pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif dan informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar

mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang dia ketahui mengenai kelas produk. Konsumen juga mungkin mengetahui informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya.

Engel, Blackwell dan Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga macam, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian dan pengetahuan pemakaian. Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi berbagai informasi yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan ini terdiri atas pengetahuan tentang dimana seorang konsumen membeli produk dan kapan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Suatu produk akan memberi manfaat kepada konsumen jika produk itu dapat dikonsumsi. Pengetahuan tentang cara mengonsumsi suatu produk dinamakan pengetahuan pemakaian. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan suatu produk akibat kurangnya pengetahuan akan menyebabkan konsumen kecewa, sehingga memungkinkan berkurangnya intensitas pembelian produk. Oleh karena itu pengetahuan pemakaian produk juga penting untuk dimiliki konsumen. Pengetahuan konsumen merupakan salah satu aspek penting untuk dipelajari, karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli sebuah produk dan kapan membelinya akan bergantung pada pengetahuan konsumen mengenai produk yang akan ia konsumsi.

Pengetahuan didefinisikan sebagi informasi yang disimpan dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan konsumen (Engel, Blackwell dan Miniard 1994). Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar. Kedua pengetahuan itu adalah pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan fakta subjektif yang sudah diketahui, sementara pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta ini dapat digunakan. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua kategori, yaitu pengetahuan episodik dan pengetahuan semantik. Pengetahuan

Dokumen terkait