• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ZEOLITE UNTUK MAKANAN TERNAK

Dalam dokumen Untitled Document (Halaman 41-56)

1. Pendahuluan

Kebutuhan akan protein akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Meskipun sebagian telah dapat dipenuhi dari protein nabati tetapi protein hewani lebih diutamakan karena protein hewani mempunyai beberapa kelebihan, antara lain kandungan asam amino dalam keadaan relative seimbang.

Pada usaha peternakan, 60-80% dari biaya total produksi adalah biaya ransum, dengan demikian sangat penting untuk menyusun suatu ransum yang baik dari berbagai bahan makanan dan juga dari pelengkap makanan untuk mendapatkan biaya yang rendah dengan produksi optimal.

Salah satu bahan untuk pencampur ransum adalah zeolite yang penggunaannya dalam makanan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ternak, mengingat sebagian wilayah Indonesia banyak didapatkan zeolite yang ditemukan di dalam batuan sediment piroklastik di daerah gunung berapi maka potensi ini dimanfaatkan secara baik.

Percobaan penggunaan zeolite untuk pencampuran ransum berbagai jenis ternak telah bannyak dilakukan di luar negeri tetapi masih sangat terbatas di

Indonesia. Mengingat jenis zeolite yang sangat beragam, penggunaannya harus dikaji untuk setiap jenis ternak sehingga taraf penggunaan menurut jenis dan sumber bahkan besar partikel maupun perlu tidaknya diberikan perlakuan sebelum digunakan perlu pengamatan sebelumnya sehingga penggunaannya dapat memberi nilai lebih ekonomis.

2. Penggunaan zeolite di bidang peternakan

Bidang peternakan telah mulai melakukan penelitian penggunaan zeolite alam di Jepang sejak tahun 1965, meskipun zeolite itu sendiri dikenal sejak tahun 1756 sebagai kristal dalam rongga batuan dasar oleh Baron Axel Fredrick Cronstedt seorang ahli mineralogy bangsa Swedia.

Industri zeolite sangat berkembang di beberapa Negara seperti Jepang dan Amerika Serikat. Di Indonesia penggalian zeolite Bayah baru dimulai. Dinamakan zeolite Bayah karena endapannya terletah di daerah Bayah (Cikotok, Banten, Jawa Barat) (Suyartono dan Komardi, 1986). Sedangkan penggunaan zeolite di bidang peternakan baru beberapa tahun terakhir ini. Berikut ini adalah tinjauan tentang hasil-hasil penelitian penggunaan zeolite dalam pakan ternak. Dari pustaka yang disajikan disini, terlihat bahwa walaupun beberapa penelitian bertujuan untuk membuktikan teori mekanisme bagaimana zeolite berperan dalam proses pencernaan pakan dan metabolismenya, tujuan akhir tentunya adalah ingin mengetahui manfaat zeolite dalam meningkatkan produksi dengan segala parameternya.

.2.1. Ternak unggas

Penelitian penggunaan zeolite untuk ternak unggas sudah banyak dilakukan dan memberikan hasil yang berbeda satu dengan yang lain. Penggunaan zeolite dalam ransum broiler telah dilaporkan oleh Nakauke dan Koelliker (1981); Woldroup et al (1984); Lon-Wo et al (1987); Dion dan Carew (1984), Ingram dan Aquillard (1987); Willis et al (1982) dan Ballard dan Edwards (1988). Teraf penggunaan zeolite dalam ransum oleh para peneliti tersebut berkisar antara 0,25 hingga 10,0%.

Menurut Ballard dan Edwards (1988) pemberian zeolite dengan taraf 0; 0,25; 0,50 dan 1,0% dalam ransum broiler jantan, menyebabkan makin sedikitnya kejadian dan jumlah ayam yang terserang penyakit “ tibial dyschondroplasia”. Penurunan kejadian penyakit tersebut seiring dengan meningkatnya kadar penggunaan zeolite dalam ransum. Perlakuan ini juga dapat meningkatkan penyerapan dan retensi kalsium, akan tetapi tidak memberi pengaruh terhadap berat badan efisiensi penggunaan makanan.

Lon-Wo et al (1987) dengan pemberian lima persenzeolite dalam ransum broiler selama periode penggemukan (1-8 minggu), pada periode awal penggemukan memberikan penampilan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi pada akhir penggemukan terlihat efisiensi penggunaan makanan yang lebih baik, indeks kematian yang lebih rendah dan efisiensi ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Hasil penelitian Dion dan Carew Jr. (1984) memperlihatkan bahwa dengan pemberian 5% clinoptilolite pada ransum broiler dengan protein rendah (17,9%) selama 5 minggu menyebabkan peningkatan konsumsi ransum secara nyata pada umur 2, 3 dan 5 minggu, pertambahan berat badan tidak dipengaruhi, sedangkan pada ransum seimbang (24,3% protein) masih dapat meningkatkan efisiensi penggunaan makanan, akan tetapi hal inipun hanya terjadi pada minggu pertama dan tidak memberi pengaruh lagi pada minggu berikutnya.

Woldroup et al (1984) menyatakan bahwa dengan pemberian satu persen zeolite dalam ransum broiler umur 21 hari, tidak memberi pengaruh terhadap pertambahan berat badan maupun terhadap kebutuhan pakan selama periode penelitian 21-49 hari. Sedangkan penambahan 0,66 dan 0,99% yang diberikan selama 49 hari memberikan hasil bobot badan ayam broiler yang lebih besar dibanding dengan kontrol (Hebert et al, 1986).

Peneliti Nauke et al (1981) melaporkan bahwa dengan pemberian 10% clinoptilolite dalam ransum broiler umur 1-49 hari secara nyata tidak berpengaruh terhadap rataan berat badan, konversi pakan, konsumsi pakan, akan tetapi kelembaban dan kadar amonia (NH3-N) pada litter nyata lebih

Bentuk zeolite juga harus diperhatikan juga dalam penggunaannya disebabkan ukuran partikel zeolite akan mempengaruhi daya kerja dari zeolite. Pemberian zeolite dalam bentuk kasar dalam ransum ayam broiler jantan memberikan berat badan yang lebih tinggi daripada bentuk halus (tepung), tetapi bentuk tepung memberikan efisiensi penggunaan pakan lebih baik. Selanjutnya dilaporkan bahwa dengan pemberian satu persen zeolite dalam ransum ayam broiler jantan sampai umur 21 hari, dapat memperbaiki efisiensi penggunaan makanan tetapi tidak berpengaruh pada berat badan. Sedangkan penambahan zeolite pada umur 21-50 hari dengan taraf dua sampai tiga persen memberikan perbaikan yang nyata pada pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan pakan, tetapi tidak berpengaruh pada tingkat kematian, pigmentasi pada cakar dan kelembaban litter.

Daerah asal atau sumber zeolite juga mempengaruhi daya kerjanya, oleh sebab itu perlu pula diperhatikan penggunaan zeolite dalam ransum, karena zeolite dari hasil penambangan (batuan zeolite)mempunyai jenis dan komposisi yang beraneka ragam tergantung lokasi dimana zeolite diperoleh. Penelitian telah dilakukan oleh Willis et al (1982) dengan memberikan dua persen tepung zeolite dari daerah Oregon, Idaho dan California. Hasil yang diperoleh adalah zeolite dari Idaho memberikan efisiensi penggunaan pakan paling baik, sedangkan bobot badan secara nyata lebih tinggi pada pemberian zeolite dari Oregon dibandingkan dari California ataupun Idaho.

Penggunaan zeolite dalam ransum ayam leghorn telah dilaporkan oleh Onagi dalam Mumpton dan Fishman (1977); Nakaue dan Koelliker (1981); Ingram et al (1986) dan Phillips et al (1988).

Menurut Onagi dalam Mumpton Fishman (1977) bahwa dengan pemberian clinoptilolite pada ransum ayam leghorn putih dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, penurunan konsumsi ransum dan air minum dimana ransum yang mengandung 10% clinoptilolite memberikan efisiensi 20% lebih baik daripada ransum kontrol, juga kelembaban feses turun sampai 25% lebih rendah daripada kelompok ayam kontrol.

Nauke dan Koelliker (1981) melaporkan bahwa dengan pemberian 0; 2,5; 5,0; dan 10% clinoptilolite dalam ransum ayam leghorn putih selama enam periode, memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap mortalitas, berat telur, pertambahan berat badan, kualitas kerabang dan kualitas bagian dalam telur, akan tetapi meningkatkan konsumsi pakan per ekor per hari dengan meningkatnya jumlah clinoptilolite dalam ransum.

Penambahan zeolite dalam ransum dapat juga memberikan pengaruh negatif, dimana taraf pemberian 0,5; 1,0 dan 1,5% pada ayam petelur umur 25 sampai 41 minggu menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata dalam pertambahan berat badan, berat telur, tebal kerabang, Haught Unit , haemoglobine darah, jumlah sel darah merah dan volume sel padat (packed

cell volume) bahkan penggunaan 1,5% zeolite menurunkan produksi telur secara nyata dan meningkatkan air feses (Ingram et al, 1986).

Hasil penelitian Phillips (1988) dilaporkan bahwa ternyata zeolite dapat mengikat aflatoxin, sehingga ternak terhindar dari keracunan. Dengan pemberian 0,55 hydrated sodium calciumaluminosilikat (HSCAS) pada ransum anak ayam Leghorn dan broiler secara nyata dapat menurunkan “pengaruh penghambat pertumbuhan” yang biasanya oleh aflatoxin yang tumbuh sebagai kontaminan alami dalam ransum dimana akibat kronis dari aflatoxin dan mikotoxin lainnya dapat menurunkan produktivitas.

Penelitian penggunaan zeolite terhadap penampilan puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonika) telah dilakukan oleh Wijaya (1988) selama 4 empat minggu dengan penambahan sebanyak 0; 0,5; 1,0 dan 1,5% zeolite dalam ransum. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa zeolite tidak nyata mempengaruhi pertambahan bobot badan, konversi ransum dan konsumsi air minum. Zeolite hanya mempengaruhi konsumsi air minum pada minggu ke-6 secara nyata. Akan tetapi disebutkan pula bahwa secara biologis zeolite menunjukkan kecenderungan meningkatkan pertambahan bobot badan, meningkatkan konsumsi ransum, memperbaiki efisiensi penggunaan ransum dan meningkatkan konsumsi ransum, masing-masing 99,0 gram/ekor/minggu, 413,61 gram/ekor/minggu, 4,19 (gram ransum/gram bobot badan/minggu) dan 28,61 ml/ekor/hari untuk ransum tanpa pemberian

zeolite dibandingkan dengan pemberian 1,5% zeolite dimana hasilnya masing-masing 101,23 gram/ekor/minggu, 412,96 gram/ekor/minggu, 4,12 (gram ransum/gram bobot badan/minggu) dan 33,76 ml/ekor/hari. Penelitian tentang pemberian zeolite dalam ransum puyuh belum banyak dilakukan meskipun di luar negeri sehingga tidak diperoleh data sebagai pembanding. Penambahan zeolite dalam ransum komersial untuk meningkatkan produksi broiler telah dilakukan oleh Suijah (1990) untuk mengkaji kebenaran tentang perbaikan penampilan produksi ayam broiler dengan penambahan zeolite dalam ransumnya. Hasil pengamatan yang dilakukan adalah bahwa penambahan zeolite sampai dengan 4 persen dalam ransum tidak mempengaruhi rataan pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konsumsi air minum, namun sangat nyata meningkatkan efisiensi penggunaan pakan serta meningkatkan “Income Over Feed Cost” dengan meningkatnya taraf zeolite dalam ransum. Efisiensi penggunaan makanan yang diperoleh dari masing-masing perlakuan pemberian zeolite ransum (0%,1%,2%,3% dan 4%) adalah 0,502; 0,513; 0,521; 0,530 dan 0,531 dengan perkataan lain ransum yang mengandung empat persen zeolite memiliki efisiensi penggunaan pakan 5,78% lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Penelitian ini didukung oleh Onagi dalam Mumpton dan Fishman (1977) yang melaporkan adanya kenaikan efisiensi penggunaan pakan sebesar 20% dibanding kontrol dengan penambahan 10% clinoptilolit dalam ransum.

2.2. Ternak ruminansia

Penggunaan zeolite pada ternak ruminansia sudah banyak dilakukan karena clinoptilolite mempunyai kemampuan mengikat NH4+ dan hal ini merupakan

potensi besar untuk penambahan dalam ransum ruminansia.

Penelitian yang dilakukan Pond (1984) dengan menggunakan beberapa sumber protein, yaitu tepung ikan dan bungkil kacang kedelai untuk membandingkan apakah terdapat interaksi antara jenis zeolite dengan sumber protein. Hasil yang diperoleh tidak terdapat interaksi antara jenis zeolite yang digunakan dengan sumber protein terhadap berat badan, konversi ransum dan konsumsi ransum, tetapi terlihat bahwa penggunaan 2 persen clinoptilolite lebih baik daripada penggunaan dua persen zeolite A. Menurut White dan Ohlrogge dalam Mumpton dan Fishman (1977) bahwa zeolite dapat mencegah keracunan amonia karena pemakaian NPN seperti urea pada ternak sapi, domba dan kambing. Selanjutnya Mumpton dan Fishman (1977) melaporkan bahwa umumnya mineral menunjukkan keefektifannya sebagai penyangga dalam lambung ternak ruminansia. Dengan cara ini ternak akan menyerap zat-zat makanan penting dan disimpan dalam tubuh selama beberapa waktu, kemudian dilepas secara perlahan-lahan dalam sistem pencernaan.

Penelitian pendahuluan tentang penggunaan zeolite untuk ruminansia kerbau dan domba telah dilakukan secara in vitro oleh Nainggolan (1989) untuk melihat pengaruh berbagai taraf zeoli terhadap produksi N-NH3, VFA,

kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik (KBO), sehingga taraf optinum/maksimum zeolite untuk aktivitas mikroba rumen kerbau dan domba dapat ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian zeolite berpengaruh sangat nyata terhadap produksi NH3 dan KBO serta

berpengaruh nyata terhadap produksi VFA dimana pemberian taraf zeolite duaa persen menghasilkan produksi VFA maksimum.

Pemberian mineral zeolite dalam ransum terhadap penampilan ternak babi lepas sapih telah diteliti oleh Sianturi (1988) dengan taraf pemberian 0%; 1,5%; 3%; 4,5% dan 6 %. Zeolite dalam ransum. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan harian, konversi ransum, dan tebal lemak punggung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi pemberian enam persen zeolite dalam ransum memberi nilai ekonomis yang paling tinggi. Selanjutnya Sianturi (1988) menjelaskan bahwa pemberian zeolite enam persen dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi ransum (18,04%), pertambahan berat badan harian (13,36%) dan pendapatan (7,40%) tetapi konversi ransum lebih jelek (2,74%) dan lemak punggung yang lebih tebal (7,69%) dibandingkan dengan ransum kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa

penggunaan zeolite melebihi 6 persen dalam ransum masih dapat dilakukan sejauh masih dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.

2.3. Ternak babi

Penggunaan zeolite pada ternak babi sudah banyak dilakukan antara lain oleh Shurson et al (1984), Pond dan Yen (1982), Ma et al (1980), Cool dan Willard (1982), Paska et al (1982), Castro dan Elias (1978), Tkachev dan Ustin (1985), dan Tzeng (1980).

Menurut Pond dan Yen (1982) babi yang diberi zeolite dari 2 sumber geografi dan ukuran partikel yang berbeda menghasilkan respon terhadap pertumbuhan yang berbeda dimana partikel zeolite yang kecil akan menyebabkan pertambahan bobot badan yang lebih cepat. Sementara Castro dan Elias (1978) mendapatkan bahwa zeolite yang ditambah pada ransum dengan bahan dasar tetes tidak memperlihatkan perbedaan pertambahan berat badan harian, tetapi pemberian lima persen zeolite memperbaiki efisiensi penggunaan ransum.

Pond dan Yen (1982) melaporkan bahwa pemberian zeolite dapat meningkatkan berat lahir dan berat sapih selama umur 7-14 hari dan kemampuan hidup sampai umur 28 hari. Setelah itu berat badan turun secara nyata. Dengan demikian pemberian zeolite menghilangkan diare tidak efektif meningkatkan pertambahan berat badan.

Pemberian zeolite untuk ternak babi selama periode pertumbuhan akhir telah diteliti oleh Ma et al (1980). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian zeolite pada kedua periode tersebut memberikan kenaikan rataan pertambahan berat badan harian sebesar 588 gram. Pemberian zeolite juga mengurangi kandungan air feses sebesar 30% akan tetapi konsentrasi amoniak di jejenum naik sedangkan di ileum adalah tetap. T5total karbon dioksida dan pH tetap dalam jejenum dan illeum dan penyerapan kalsium naik sekitar 17% (Cool dan Wilard, 1982).

Shurson et al (1984) menyatakan bahwa kotoran ternak babi yang tidak mendapat zeolite dalam ransumnya kaya akan nitrogen dalam semua bentuk bila dibandingkan dengan kotoran babi yang mendapat zeolite, keadaan ini memberi indikasi bahwa zeolite memberi sumbangan dalam mengefisiensikan penggunaan nitrogen dalam ransum menjadi protein daging.

Selanjutnya dilaporkan bahwa nilai biologis protein secara linear meningkat dengan meningkatnya taraf pemberian zeolite dalam makanan dan hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan amonia oleh zeolite dalam saluran gastrointestinal, Net Protein Value (NPV) berkurang dengan kenaikan taraf clinoptilolite, sedangkan retensi Ca, P, Mg, K dan Fe menurun secara linear dengan meningkatnya taraf zeolite A dan kenaikan taraf clinoptilolite hanya menyebabkan retensi P berkurang secara linear.

Penggunaan zeolite untuk babi bunting juga telah dilakukan terhadap hasil produksi dan reproduksinya. Penelitian Tzeng (1980) memperlihatkan bahwa babi bunting yang diberi zeolite sebanyak tiga dan lima persen memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap rataan pertambahan berat badan harian, efisiensi penggunaan pakan anak babi, akan tetapi pemberian dengan taraf lima persen cenderung menghasilkan total anak yang lebih banyak dan kematian yang lebih sedikit.

2.3.1. Ternak lain

Penggunaan zeolite tidak terbatas pada ternak unggas, ruminansia dan babi. Penelitian tentang pemberian zeolite dalam ransum ternak kelinci dan tikus juga sudah dilakukan.

Rod Smith (1983) menyatakan bahwa pemberian zeolite 1,5 sampai 3,0 persen dapat mengefisienkan penggunaan pakan dan menurunkan angka kematian pada ternak kelinci.

Pemberian zeolite pada tikus dapat menimbulkan malignant mesothelioma, sejenis tumor. Adapun jenis zeolite yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis erionit dan modernit dan diberikan pada tikus dengan cara injeksi.

Pustaka

Ballard, R and H.M. Edwards Jr. 1988. Effects of dietary zeolite and vitamin A on Tybial Dyschondroplasia in chickens. Poul. Sci. 67:113-119. Castro, M and Elias. 1978. Effect of inclusion of zeolite in final molasses

based diets on performance of growing fattening pigs. Chem. Abstr. 96 (24).

Cool, W.M. and J.M. Willard. 1982. Effect of clinoptilolite on swine Nutrition. Nutr. Rep. Int. 26 (2): 759.

Dion, J.A. and L.B. Carew Jr. 1984. Dietary dilution with clinoptilolite in a Iow- protein broiler diet Nutrition Reports International. 29 (6): 1419-1427. Hebert, J.A. and L.F. Berrio and D.R. Ingram. 1986. Evaluation of Sodium

aluminosilicate in broiler feed. Poul.Sci. Abstr. 66:21.

Ingram, D.R. and C.D. Aquillard. 1987. Influence of ethical-tm feed component on broiler performance. Poultry Sci. Abstr. 66:21.

Lon-wo, E., F.Perez and J.L. Gonzaler. 1987. Inclution of 5% of zeolite (clinoptilolite) in diets for fattening chickens under commercial conditions. Cuban J.Agric.Sci. 21:165-169.

Mumpton, F.A. and F.H. Fishman. 1977. The application of natural zeolite in animal science and aquaculture.J. Anim. Sci.45: 1188-1203.

Ma, L.S., J. Zeng and C.M. Tsai. 1980. Effect of continous feeding of zeolite and protease on performance of growing-finishing pigs. Nutr.Abstr.and Rev. 53(1):661.

Nakaue, H.S. and J.K. Koelliker. 1981. Studies with clinoptilolite in poultry. I. Effect of feeding varying levels of clinoptilolite (zeolite) to dwarf single comb white leghorn pullets and ammonia production. Poultry Sci. 60:944-949.

Nakaue, H.S. , J.K. Koelliker and M.L. Pierson. 1981. Studies with clinoptilolite in poultry. II. Effect of feeding broilers and the direct application of clinoptilolite (zeolite) on clean and reused broiler performance and house envirovement. J. Poultr. Sci. 60:1221-1228.

Nainggolan, T.P. 1989. Uji Fermentabilitas ransum dengan penambahan zeolit pada level yang berbeda secara in vitro. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB.

Phillips, T.D., L.F. Kubena and R.B. Harvey, D.R. Taylor and N.D. Heidelhaugh.1988. Hydrated sodium calcium aluminosilicate: A high affinity sorbent for aflatoxin. Poultr. Sci. 67:243-147.

Paska, I., J.Soltes., L. Vavro., M. Petricek., and Z. Hvlikova. 1982. The utilization of Zeolites in pig rearing. Nutr. Abstr. And Rev. 52(2):664. Pesson, G.W., W.C. Smith and M.F. Janet. 1985. Influence of Dietary

Zeolites on pig performance over the live weight range 25-27 kg. Bio. Abstr. 80 (12).

Pond, W.G. and J.T. Yen. 1984. Physicological Effect of Clinoptilolite and Synthetic zeolites A in animals. Zeo Agr. 127-142.

Suijah, 1990. Penambahan zeolit dalam ransum komersial untuk meningkatkan produksi broiler dan mengurangi kadar amonia dan air feses. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB.

Sianturi, N. 1988. Pengaruh pemberian mineral zeolit dalam ransum terhadap penampilan ternak babi lepas sapih. Karya Ilmiah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian, Bogor.

Tzeng, C.M. 1980. The Feeding of Zeolite on Litter Size at Birth on Swine. Nutr.Abstr. and Rev. 101:285.

Tkackev, E.Z. and V.V. Ustin. 1985. Digestive and Exchange Fungtions of Gastrointestinal Tract of Young Swine When Natural Zeolite is added to mixed Bio. Abstr. 80 (12):13.

Wijaya, W. 1988. Pengaruh pemberian zeolite terhadap penampilan puyuh Jepang (Coturnix coturnix Japonica). Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB.

Woldroup, P.W., G.K. Spencer and N.K. Smith. 1984. Evaluation of zeolites in Diet of Broiler Chickens. Poul. Sci. 63:1833-1836.

Willis, W.L., C.Y. Quarles and Fagerberg. 1982. Evaluation of Zeolite Feed to Male broiler chickens. Poult. Sci. 61:438-442.

Dalam dokumen Untitled Document (Halaman 41-56)

Dokumen terkait