Gambar 2 Kerangka Pemikira
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Moyet Ekor Panjang (MEP)Plasma darah
Hipotesis: Kerusakan jaringan, Infiltrasi lipid Gabungan, Respon imun
Liprotein densitas rendah/LDL
Back to nature Temu mangga, kurkuminoid
Mieloperoksidase (tgt. ion logam)
Spesies reaktif
(HOCl, radikal Tyr, Chloramin, NO2)
Oksidasi lipid dan protein Lipoksigenase
(ion logam) (Sel endotel, Sel otot polos)
Reaksi redoks ion logam
antioksidan endogen, lipid peroksidasi, aldehid
Aldehid bereaksi dengan lisin (pada apo B)
Rekomendasi : Dosis efektif kurkuminoid dalam menghambat oksidasi LDL sehingga secara dini aterosklerosis dapat dicegah
1. Fraksi kurkuminoid KCKT
2. Konsentrasi MDA (TBA, uji ragam, Anova) 3. VCAM-1 dan ICAM-1 imunohistokimia
4. Proteoglikan (heksarunat) KCKT PUFA NO Nitrit NO LDL teroksidasi Aterosklerosis Aktivitas Makrofag (Mencit, beruk) hidroksiperoksid
10
TINJAUAN PUSTAKA
Temu mangga (Curcuma mangga)
Saat ini banyak dikembangkan produk obat herbal, yang secara alami banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang penting untuk digali. Kunyit /kurkuma merupakan kerabat kunyit yang sudah sejak dulu ditanam sebagai bahan ramuan obat tradisional. Kunyit merupakan jenis tanaman yang dikenal sebagai temu-temuan dan semakin memasyarakat sebagai obat tradisional.
Ada banyak jenis Curcuma sp. yang dijumpai di alam (de Padue et al.
1999), seperti temu ireng (Curcuma aerogenosa Roxb), temu purot (Curcuma aurantica v.Zijp), kunir kebo (Curcuma eurochroma Valeton), temu giring (Curcuma heyneana Valeton & v. Zijp), kunyit (Curcuma longa L), temu mangga (Curcuma mangga Valeton & v. Zijp), temu badur (Curcuma petiolata Roxb), koneng pinggang (Curcuma purpurascens Blume), temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan temu putih (Curcuma zedoaria).
Temu mangga (Curcuma mangga) merupakan salah satu dari sekian jenis kunir atau temu-temuan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan. Temu mangga sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat jawa, Malaya dan Madagaskar, penyebarannya mencapai wilayah Asia tengah, Cina, Taiwan. Menurut de Padue et al. 1999, taksonomi Curcuma mangga dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divis Spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monokotiledon, bangsa zingiberales, suku zingiberaceae, marga curcuma dan spesies curcuma sp. (Gambar 2).
11 Temu mangga dapat tumbuh mencapai 110 cm. Rimpang induk bulat telur, permukaan luar bewarna kuning pucat dan bagian dalam kuning pucat atau kuning belerang, berbau seperti wortel, rasanya seperti mangga, tunas muda berwarna putih, rimpangnya bercabang ke segala arah. Daun terdiri atas 5-7 helai berpelepah bewarna keunguan, helai daun berwarna hijau bagian ujung berekor hingga 2,5 cm. Bunga terpisah dari batang yang berdaun, tangkai bunga berukuran 15 cm. Bunga bewarna putih separuh cuping bibir berwarna kuning.
Di Indonesia, kunyit/kurkuma termasuk dalam temu mangga. Ada 10 jenis kunyit yang banyak dipakai sebagai obat tradisional. Potensi sebagai obat dimungkinkan karena kunyit terbukti mempunyai daya antiradang, antikuman (Tonnesen et al. 1987), antirematik (Deodhar et al. 1980) serta antihepatoksik (Kiso et al. 1983), bahkan diduga mempunyai potensi antitumor serta antioksidan. Disamping itu kunyit/kurkuma banyak dipakai sebagai bumbu masak, menambah rasa, dan pewarna yang menarik pada berbagai bahan makanan. Ada 3 spesies kurkuma yang mengandung kurkumin yang telah diteliti dari 9 spesies kurkuma. Ketiga spesies tersebut adalah temu giring, temu lawak, dan kunir (Prana 1995), sedangkan 6 kurkuma lainnya relatif sedikit mengandung kurkumin, tidak berwarna tetapi mengandung flavonoid yang belum diidentifikasi lebih lanjut.
Kurkumin
Kurkumin adalah zat aktif yang terkandung di dalam tanaman jenis temu-temuan. Secara kimia, kurkuminoid merupakan turunan diferoloilmetana terdiri atas dimetoksi diferuloil-metan (kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloil-metan (desmetosi-kurkumin). Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 368, berwarna kuning dan mudah berubah menjadi kecoklatan karena sinar matahari (Quiles et al. 2002; Sreejayan et al. 1997). Kurkumin stabil pada pH di bawah 6,5 dan akan berubah strukturnya bila diatas pH 6,5. Jenis lain kurkumin adalah bisdemetoksi-kurkumin dan desmetosi-kurkumin (Gambar 3).
Bila di lihat dari struktur kurkuminoid, gugus metoksi yang terdapat pada bis-desmetoksi-kurkumin digantikan dengan atom hidrogen. Gugus fenolik diduga berfungsi sebagai antibakterial, dan gugus fenolik tersebut menjadi dasar bahwa kurkumin juga mempunyai kemampuan dalam mengeliminasi turunan radikal
12 oksigen yang terdapat pada medium dan bertanggung jawab terhadap peroksidasi lipid di dalam sel. Gugus fenolik ini adalah esensial untuk scavenger superoksid dan keberadaan gugus orto metoksi pada molekul fenolik akan meningkatkan aktivitas kurkumin (Rao 1995;Sreejayan et al. 1997).
Keterangan:
R1 R2
Kurkumin -OCH3 -OCH3 Demetoksi-kurkumin -OCH3 H Bis-demetoksi-kurkumin H H
Gambar 3 Struktur kurkuminoid (Cikrikci et al. 2008).
Kurkumin merupakan skavenger kuat terhadap beberapa spesies oksigen reaktif dan mempunyai kemampuan untuk melindungi lipid, hemoglobin dan mencegah degradasi oksidatif DNA. Kurkumin dikenal sebagai agen antiradang dan antikarsinogenik, menghambat phorbol 12-myriatate13-acetate (PMA),
Lipopolysaccharide (LPS), tumor necrosis factor- (TNF- ) dan mentraskripsi gen tissue factor (TF) pada sel endotel manusia serta dapat berfungsi sebagai antioksidan (Pendurthi et al. 1997; Rao 1995).
Kurkumin diketahui mempunyai kemampuan untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid, kondisi ini merupakan awal kemajuan dari beberapa penyakit. Dari hasil penelitian secara in vitro, kurkumin 2,4-9,6 umol/l dapat menghambat oksidasi LDL manusia, menghambat peroksidasi lipid pada hemogenat hati dan otak tikus yang mengalami udema, mencegah peroksidasi lipid plasmatik, lipid plasmatik berperan penting dalam patogenesis penyakit (Quiles et al. 2002). Kurkumin juga mempunyai kemampuan dalam mencegah perluasan penyakit, seperti menurunkan kerentanan LDL terhadap oksidasi, mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, mempunyai efek antitrombotik, efek hipotensif sementara dan mencegah agregasi platelet in vivo- ex vivo. Penggunaan 500 mg kurkumin pada manusia yang diberikan selama 7 hari, dapat menurunkan
H R1 HO OH R2 O O 2’ 3 3’ 4’ 5’ 4 5 6’ 6 7’ 8’ 9’ 10’ 7 8 9 10 1 2
13 peroksidasi lipid darah 35% (Sreejayan et al.1997). Kurkumin dapat mengeliminasi radikal hidroksi, radikal superoksida, nitrogen dioksid, dan nitrogen monooksida, serta mencegah turunan dari radikal superoksid (Rao 1995; Ruby & Lokesh 1995; Sreejayan et al. 1997). Hasil penelitian yang dilakukan Soesanto et al. (1992) bahwa Curcuma domestica val yang dicampur dalam ransum makanan yang diberikan pada tikus, dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum darah tikus dan mencegah timbulnya aterosklerosis.
Metabolisme Kurkumin
Biosintesis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mengindikasikan ada dua kemungkinan jalur untuk pembentukan formasi molekul kurkumin. Dari hasil penelitian tersebut, biosintesis kurkumin melibatkan dua unit asam sinamat yang berpasangan dengan pusat atom karbon asam mevalonat, yang dimulai dengan terbentunknya fenilalanin-sinamat. Hasil penelitian lainnya berjalan secara asimetris yang diawali dengan dua bagian molekul C9 yang berbeda, dalam hal ini melibatkan sinamat sebagai pemula yang menghasilkan lima unit asam asetat (malonat). Siklasi terjadi pada pembentukan rantai kedua cincin aromatik kemudian berlanjut dengan proses hidroksilasi (Tonnesen 1986). Katabolisme. Katabolisme dan ekskresi kurkumin telah diteliti pada tikus. Kurkumin yang diberikan secara oral, sebagian besar diekskresikan melalui tinja sebagian lainnya melalui empedu dan dapat dimetabolisme secara cepat. Kurkumin radioaktif dengan dosis 80 mg, 99% akan diekskresikan bersama tinja yang terdiri dari 34% berupa kurkumin yang tidak berubah dan 65% berupa metabolit kurkumin. Hal ini menandakan sebagian besar kurkumin diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Data tersebut membuktikan bahwa kurkumin yang diberikan secara oral pada tikus akan diabsorbsi dan dimetabolisasi, dengan jalur eliminasi utamanya melalui empedu. Metabolit utamanya adalah glukoronida tetrahidro-kurkumin (THC), heksahidro-tetrahidro-kurkumin, dan sebagian kecil berupa asam dihidroferulat (Pan et al. 2000; Rao et al. 1995).
14
Metabolisme Lipoprotein
Lipoprotein utama yang berpotensi menyebabkan aterosklerosis adalah
Low Density lipoprotein (LDL). Senyawa LDL adalah kompleks makromolekul yang intinya mengandung lipid non polar terutama ester kolesterol, lapisan permukaan LDL terdiri atas kolesterol yang tidak teresterifikasikan, fosfolipid dan apo B-100. Asam lemak yang terikat pada ester kolesterol sebagian merupakan asam lemak tak jenuh berantai bamyak polyunsurated fat acid (PUFA). Asam lemak inilah yang sangat peka terhadap oksidasi karena ikatan rangkapnya.
Kolesterol (C27H45OH) adalah lipid yang dapat dibedakan dari trigliserida atau fosfolipidnya karena tidak mengandung gliserol, hanya terdiri atas inti steroid yang mengandung gugus hidroksil. Sebagai komponen membran plasma, kolesterol berperan penting dalam kehidupan sel (Brown & Goldstein, 1985). Struktur kolesterol seperti Gambar 4. Kolesterol yang kadarnya berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit aterosklerosis.
Gambar 4 Struktur kolesterol.
Pada manusia sekitar 90%, sintesis kolesterol berlangsung di dalam hati, sedangkan sebagian kecil disintesis di usus. Hampir 75% kolesterol yang terbentuk di dalam hati digunakan untuk membentuk empedu. Kecepatan sintesis kolesterol oleh tubuh sendiri (hati dan usus) sangat dipengaruhi oleh banyaknya kolesterol yang diabsorbsi dari makanan. Kolesterol yang disintesis oleh hati dan usus dan akan distribusi ke seluruh sel yang diangkut oleh lipoprotein.
Inti lipoprotein terdiri atas lipid-lipid netral, termasuk triasilgliserol dan ester kolesterol, yang dibungkus oleh fosfolipid dan apolipoprotein maupun kolesterol yang tertanam. Struktur lipoprotein disajikan pada Gambar 5.
OH CH3 H3C CH3 CH3 H3C
15 Gambar 5 Struktur lipoprotein.
Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dibedakan menjadi 5 kolompok yaitu: chylomicron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein
(HDL). Setiap partikel terdiri atas inti lipid yang hidrofobik dikelilingi oleh lapisan lipid polar, fosfolipid dan kolesterol ester serta apoprotein. Ada 10 apoprotein yaitu A-I, A-II, A-III, B-48, B-100, C-I, CII, C-III, D dan E (Stryer 1995, Hortan et al. 1996). Jumlah dan komposisi lipoprotein dapat dilihat Tabel 1. Tabel 1 Lipoprotein pada manusia (Horton et al. 1996)
Kilomikron VLDL IDL LDL HDL Berat molekul x10-6 >400 10-80 5-10 2,3 0,18-0,36 Densitas <0,95 0,95-1,006 1,006-1,019 1,019-1,063 1,066- 1,210 Kompisisi kimia (%) Protein 2 10 18 25 33 Trigliserol 85 50 31 10 8 Kolesterol 4 22 29 45 30 Fosfolipid 9 18 22 20 29
Kilomikron disebut juga sebagai lipoprotein eksogen yang disintesis di dalam sel mukosa usus halus dengan apoprotein utamanya apoB-48 dan waktu tinggalnya tidak lama. Kilomikron memiliki ukuran terbesar dan bobot teringan diantara lipoprotein. Molekul VLDL dikenal sebagai lipoprotein endogen disintesis oleh hati dan usus, apoprotein utamanya apoB-100 dan ApoE. Kilomikron dan VLDL konsentrasinya lebih tinggi di dalam lipid, tetapi rendah untuk protein. Molekul IDL merupakan hasil katabolisme dari VLDL dengan bantuan enzim lipoprotein lipase. Hasil katabolisme selanjutnya adalah LDL, lipoprotein ini tidak mempunyai apoE-100 dan sering disebut sebagai kolesterol yang jahat yang dapat menyebabkan kejadian penyakit aterosklerosis dan penyakit
16 jantung koroner. Molekul HDL adalah lipoprotein yang bertugas mengembalikan kolesterol ke hati, dan dikenal sebagai kolesterol baik karena membantu mencegah terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Strayer 1995).
Sistem transport lipoprotein di dalam tubuh dibagi atas 2, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen (Gambar 6). Jalur eksogen mengatur pengangkutan lipid yang berasal dari makanan. Jalur endogen mengatur transportasi kolesterol yang disintesis di hati.
Gambar 6 Metabolisme lipoprotein.
Jalur eksogen diawali dengan sekresi kilomikron yang banyak mengandung trigliserida ke pembuluh getah bening dan aliran darah. Dalam perjalanannya kilomikron akan menyusut karena trigliserida yang terdapat pada kilomikron mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan monogliserida pada kilomikron akan disimpan di dalam jaringan adiposa. Kilomikron yang menyusut dikenal sebagai chylomicron remnants (sisa-sisa kilomikron).
Jalur endogen diawali dengan sekresi partikel VLDL oleh hati ke sirkulasi darah. Partikel VLDL akan berinteraksi dengan lipoprotein lipase pada pembuluh kapiler. Trigliserida pada VLDL mengalami hidrolisis lipoprotein lipase, sehingga membentuk partikel IDL. Kelebihan fosfolipid dan kolesterol pada IDL akan ditranfer ke HDL. Partikel HDL akan berinteraksi dengan enzim lesitin kolesterol asiltransferase (LCAT) yang akan mengesterifikasi kelebihan kolesterol pada
USUS Kilomikron Sisa-sisa Kilomikron Sisa-sisa Reseptor Reseptor LDL Jaringan ekstra hepatik Kapiler Kapiler
17 HDL selanjutnya dipindahkan kembali oleh enzim lipoprotein lipase membentuk LDL. Dalam degradasi ini hampir semua trigliserida dibebaskan dan yang tertinggal pada LDL adalah ester kolesterol dan apoB-100 pada permukaan.
Partikel LDL mengantarkan kolesterol ke sel-sel enterohepatik dan hati. Partikel LDL berikatan dengan reseptor LDL pada membran plasma, kemudian masuk ke lisosom dan dilisosom apo-B didegradasi menjadi asam amino. Sedangkan ester kolesterol dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi kolesterol bebas yang digunakan untuk kepentingan sel. Kelebihan kolesterol di dalam sel akan disekresikan kembali ke plasma dan diserap oleh HDL, dengan bantuan enzim LCAT kolesterol ester dipindahkan kembali ke LDL dan seterusnya. Kolesterol yang diserap oleh hati akan dibawa ke empedu dan dimetabolisme oleh asam empedu. Asam empedu dan sebagian kolesterol ini disekresikan oleh hati dan diabsorpsi kembali oleh usus lalu diangkut kembali ke hati dan seterusnya membentuk sirkulasi enterohepatik. Sebagian kecil kolestrol dibuang melalui tinja (Horton et al. 1996).
Penyerapan sisa-sisa kilomikron oleh hati dilakukan secara endositosis menggunakan reseptor khusus (receptor-mediated endocytosis). Partikel LDL akan berikatan secara spesifik dengan reseptor yang ada di daerah membran plasma yang disebut coated pits (lekuk bermantel) dan disini LDL akan mengalami internalisasi membentuk coated vesicle. Pada pH 7,0, mantel terlepas kemudian vesikel berdifusi dengan vesikel endosom (pH 5). Partikel LDL terpisah dari reseptor dan bergabung dengan lisosom di sel hati menghasilkan lisosom kedua. Sedangkan reseptor yang terpisah akan mengalami siklus ulang yang selanjutnya menangkap LDL kembali (Cotran et al. 1989; Hortan et al. 1996; Voet & Voet 1995). Setelah terjadi absorpsi, VLDL yang dihasilkan hati dari asam lemak bebas, merupakan sumber utama trigliserida plasma. Molekul VLDL masuk ke dalam sirkulasi darah lalu mengangkut kolesterol dan trigliserida ke jaringan adiposa dan otot. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolis menjadi IDL dan LDL Kira-kira 50 % IDL akan ditangkap oleh hati, sisa IDL kemudian diubah menjadi LDL oleh sel di dalam tubuh dan hepatosit seperti sel adrenal, fibroblas, sel otot polos, sel limfoid, dan sel endotel melalui reseptor secara endoditosis. Jadi LDL berfungsi mengangkut kolesterol endogen dan
18 eksogen ke jaringan, sedangkan HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati. Di dalam hati kolesterol dapat diubah menjadi asam empedu kemudian disekresikan ke dalam kantung empedu menuju usus halus dan bekerja sebagai pengemulsi lemak serta vitamin larut lemak. Di dalam ilium, selanjutnya kira-kira 2 % dari asam empedu yang dieksresikan dalam usus akan dikeluarkan bersama-sama tinja dan sisanya direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik (Hortan et al. 1996; Mayes 1984).
Lesi awal aterosklerosis pada pembuluh darah terjadi akibat infiltrasi senyawa lemak pada sirkulasi darah. Dalam perjalanannya menembus dinding pembuluh darah, kemudian berinfiltrasi yang menyebabkan peradangan dan terjadi proliferasi serabut-serabut otot polos dinding pembuluh darah. Kondisi ini juga didukung oleh adanya faktor pertumbuhan dan sel-sel busa. Sel otot polos sendiri berperan penting dalam mensintesis matrik protein dan proteoglikan. Teori ini didasarkan pada kenyataan adanya peningkatan kejadian penyakit pembuluh darah pada individu yang memiliki kadar lemak dan kolesterol darah yang tinggi, jika dibandingkan dengan yang normal (Getz 2005; Ross 1991).
Pada Macaca fascicularis, yang diberi pakan diet kolesterol tinggi, akan terjadi hiperkolesterolemia moderat dengan gejala yang timbul sama seperti yang terjadi pada hamster dan manusia, akan tetapi sangat berbeda dengan tikus. Adanya diet kolesterol dan total kolesterol ester yang ada di hati, akan menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap sintesis sterol hepatik, penurunan aktivitas reseptor hepar dan meningkatnya produksi LDL. Tidak hanya terjadi peningkatan konsentrasi LDL, tetapi ukuran partikel LDL juga meningkat yang disebabkan oleh akumulasi molekul oleat kolesterol di dalam partikel inti akibat kerja enzim hepatik acyl-coenzyme A Cholestrrol Acyltransferase (ACAT). Enzim ini merespon esterifikasi kolesterol sebagai oleat Ko-A. Oleat kolesteril hepatik juga berkorelasi dengan kolesterol oleat-LDL plasma, hal ini berhubungan erat dengan kejadian aterosklerosis arteria koronaria. Partikel LDL yang kaya dengan apoE bersifat aterogenik dan mungkin berkorelasi terhadap peningkatan kemampuan partikel tersebut mengikat proteoglikan (PG) yang terdapat pada dinding arteri, yang pada akhirnya akan dimetabolisme oleh makrofag (Sreejayan & Rao. 1997).
19
Aterosklerosis
Istilah aterosklerosis digunakan untuk lesi aterosklerotik yang disertai oleh perubahan degenerasi lemak. Arti kata aterosklerosis adalah pengerasan dinding arteri sebagai akibat perubahan kronis yang terjadi pada arteri. Perubahan kronis arteri disebabkan oleh hilangnya elastisitas arteri, menyempitnya lumen karena perubahan proliferatif dan degeneratif pada tunika intima dan media, dan proses radang.
Aterosklerosis merupakan kelainan degeneratif pada pembuluh darah besar dan sedang yang dicirikan oleh penebalan pembuluh darah (Munro & Cotrans 1988). Penebalan pembuluh darah karena adanya akumulasi lipid dan elemen-elemen fibrosa pada bagian ateri media maupun besar, sehingga pada akhirnya dapat terjadi obstruksi pada lumen arteri. Aterosklerosis, pada umumnya dapat menyerang arteri koronaria, aorta, iliaka, femoral dan arteri serebralis (Ross & Glomset 1973). Penebalan pembuluh darah ini ditandai dengan adanya sel busa, yaitu sel makrofag yang berisi kolesterol dan kolesterol ester. Adapun penyebab terbentuknya sel busa antara lain disebabkan oleh makrofag yang secara berlebihan mengambil LDL yang teroksidasi. Selain kolesterol atau kolesterol ester, pada lesi aterosklerosis terdapat juga protein, karbohidrat, dan komponen seluler termasuk sel otot polos, makrofag, dan limfosit (Kaplan & Aviram, 2001). Menurut Hansson (2009), aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi, dan proses aterosklerosis dimulai saat LDL terakumulasi di intima sehingga mengaktifkan endotel, meningkatkan pengambilan monosit dan sel T. Monosit berdeferensiasi membentuk makrofag, mengubah lipoprotein akhirnya manjdi sel busa. Sedangkan sel T pada lesi akan mengenali antigen lokal yang berkontribusi pada pebentukan plak.
Perubahan awal terjadinya aterosklerosis melibatkan bagian dalam permbuluh darah dan kejadiannya dimulai sejak anak-anak yang ditandai dengan perkembangan garit-garit lemak pada pembuluh darah (Rackley 2006). Garit lemak bila berlanjut akan membentuk plak lemak yang dapat diperiksa secara biokimiawi dan secara mikroskopis (Small 1988; Stary 1990). Garit lemak dapat ditemukan pada pembuluh arteri manusia semenjak usia belasan tahun. Satu studi autopsi terhadap 2.876 laki-laki dan perempuan yang berumur 15–34 tahun
20 mempunyai garit lemak pada aorta (Rackley 2007). Garit lemak merupakan prekusor plak aterosklerosis tahapan lebih lanjut, dan ternyata faktor genetik merupakan faktor utama yang mempengaruhi percepatan garit lemak menjadi plak aterosklerosis (McGill 1968).
Patogenesis Aterosklerosis
Berdasarkan penelitian dan teori proses awal terjadinya aterosklerosis, terdapat beberapa hipotesis yang mendasari aterosklerosis. Beberapa hipotesis tersebut adalah hipotesis infiltrasi lipid (McGill 1968), hipotesis respon terhadap kelukaan sel endotel (Ross 1991), hipotesis gabungan antara keduanya (Steinberg 1993), dan hipotesis respon imun (Hansson, 2009).
Hipotesis Infiltrasi Lipid. Konsentrasi LDL yang tinggi dalam plasma atau hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko penyebab terjadinya aterosklerosis. Hiperkolesterolemia kronis dapat menyebabkan lesi patologi awal yang ditandai oleh adanya kristal kolesterol yang berbentuk tipis dan tajam dalam jaringan (Fuller & Jialal 1994). Menurut teori yang dikemukakan oleh Ross (1991), lesi awal pada dinding pembuluh darah akan terjadi akibat infiltrasi senyawa lemak dari sirkulasi darah yang menembus dinding pembuluh darah. Hal akan mengiritasi dan mengakibatkan peradangan serta proliferasi serabut-serabut otot polos dinding pembuluh darah.
Kadar LDL yang tinggi memungkinkan LDL dapat menembus lumen pada dinding pembuluh darah masuk ke bagian intima. Pada bagian intima ini LDL akan mengalami oksidasi. LDL yang teroksidasi akan menyebabkan terjadinya peningkatan adhesi monosit ke endotel, yang diikuti dengan kemotaksis ke dalam jaringan subendotel (intima). Di intima, monosit akan berdeferensiasi menjadi makrofag. Perubahan monosit ini dipicu oleh LDL teroksidasi. Reseptor LDL tidak lagi dikenali oleh LDL teroksidasi tetapi akan dikenali oleh reseptor
skavenger dari makrofag yang menyebabkan terbentuknya sel-sel busa. Kondisi ini akan merangsang terekspresinya sejumlah gen sitokin dan faktor pertumbuhan yang mengakibatkan terjadinya proliferasi sel otot polos di bagian intima. Akibatnya permukaan dinding pembuluh darah dibagian lumen akan
21 menggelembung akibat terjadinya penimbunan plak pada bagian media (Linder 1985; Stocker & Keaney 2004).
Peneningkatan konsentrasi kolesterol tidak selalu mengakibatkan terjadinya aterosklerosis. Hal ini disebabkan dalam kondisi normal, 60-64% LDL didegradasi melalui umpan balik reseptor afinitas tinggi yang diatur melalui mekanisme umpan balik oleh peningkatan kolesterol. Sebanyak ± 35% sisanya LDL akan didegradasi melalui jalur reseptor alternatif spesifik, yaitu afinitas reseptor scavenger, reseptor tersebut hanya mampu mengenali LDL yang mengalami perubahan secara kimiawi (Weisgraber et al.1992; Goldstein & Brown 1992; Keys 1996).
Hipotesis Terhadap Respon Kelukaan. Di dalam hipotesis ini, aterosklerosis dimulai dengan kelukaan endotel dan disfungsi endotel yang ditandai dengan peningkatan permebialitas endotel dan adaya kumpulan LDL pada permukaan endotel (Gambar 7). Keadaan ini diikuti dengan penempelan leukosit dan berpindah ke dalam sel endotel. Selanjutnya membentuk sel busa dan merangsang limfosit-T teraktivasi, beragregasi dan perlekatan trombosit, leukosit masuk ke dalam dinding pembuluh darah yang diikuti dengan migrasi sel otot polos masuk ke intima (Gambar 7a & 7b). Proses berjalan terus-menerus sehingga
Gambar 7 Respon kelukaan pada proses aterosklerosis (Ross 1993).
makrofag terakumulasi dan terbentuknya tudung fibrosa sampai akhirnya terjadi nekrosis di dalam inti sel dan sel pecah (Gambar 7c & 7d).
a b c Akumulasi makrofag Pembentukan inti nekrosa Pembentukan tudung fibrosa d Plak pecah Penipisan tudung fibrosa Perdarahan plak pembuluh darah kecil
22 Lesi yang merupakan cikal bakal pembentukan aterosklerosis diawali dengan menurunnya fungsi sel endotel (disfungsi), atau bahkan terkelupasnya sel endotel. Traub & Berk (1998) menyatakan disfungsi endotel dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kecepatan aliran darah yang bertekanan tinggi, kimiawi, imunologik maupun infeksi virus. Disfungsi endotel menyebabkan perubahan permukaan membran sehingga terjadi perlekatan trombosit pada membran. Perlekatan trombosit akan melepaskan platelet derived growth factor
(PDGF), yang merangsang sel-sel otot polos untuk bermigrasi dan berproliferasi pada lapisan subendotel. Kolesterol yang teroksidasi bersifat sangat toksik bagi sel otot polos (in vitro) dan merupakan agen aterogenik (in vivo) (Stocker & Keaney 2004; Traub & Berk 1998).
Disfungsi endotel dan hilangnya sel endotel merupakan awal pembentukan plak ateroma yang ditandai oleh meningkatnya perlekatan (adhesi) monosit pada sel endotel arteri (Packard & Libby 2007). Adhesi leukosit pada sel dinding endotel merupakan mekanisme utama yang merespon pembentukan radikal bebas oksigen (ROS), yang akhirnya akan menghasilkan oksidan sitotoksik dan