• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap ketiga dari apresiasi berlangsung ketika penonton memasalahkan dan menemukan hubungan pengalaman yang ia dapat dari karya film Sang Pencerah dengan pengalaman kehidupan nyata yang dihadapi. Pertemuan dengan jiwa atau roh film. Pada tingkat ini, penonton memahami, walaupun karya yang diciptakan bukan kenyataan, tetapi diciptakan untuk membantu melihat hal-hal didunia ini dengan pemahaman baru. Tentu kesadaran ini akan terasa melegakan. Tahap Apresiasi penghargaan ini ditentukan kesadaran nilai artistik, Seperti halnya yang diapresiasikan oleh mahasiswa Universitas Mercu Buana, Fahdi Ruwandi sebagai berikut:

“Nilai artistiknya seperti kaya dekorasi-dekorasi kaya rumah-rumah tua sudah cukup bagus kaya pedesaan-pedesaan adanya andong itu menarik sekali lah, keaslian kebudayaan kita dulu itu sebenarnya seperti ini loh.”

Nilai artistik yang dipaparkan oleh Fahdi Ruwandi seorang mahasiswa Universitas Mercu Buana penghargaan yang diberikan untuk film Sang Pencerah adalah dekorasi tata rumah yang masih alami dan belum terjamah oleh system kemodernsasian dan kecanggihan elektronik,

masih kentalnya budaya pada jaman itu. Beda dengan Try Dama Saputra yang mengatakan tentang sebagai berikut:

“Kalau menurut saya juga dari awal sampai akhir sudah sangat menggambarkan layaknya ya sudah sangat mendukung lah nilai artistiknya sudah sangat bisa menggambarkan untuk penonton film ini untuk coba masuk ke tahun tersebut pada jaman tersebut.”

Kaidah tersebut juga disampaikan oleh Mumtali Khair, sebagai berikut : “sama seperti mereka”.

Fahdi Ruwadi menambahkan sebagai berikut:

“Kembali lagi kita ke jaman dulu disitu kita karena adanya perbedaan kita mengikuti alur ceritanya jadi ada ajaran yang tentunya mesti kaya begini begitu, artistiknya sih bagus yah.”

Seperti haknya apresiasi menurut nilai artistik dari pandangan Universitas Moestopo, Miko sebagai berikut:

“Artistiknya itu dari setting tempat, arsitek tempat, lighting serta framenya itu bagus.”

Menurut Syarief Hidayatullah nilai artistic yang ada pada tahap penghargaan sebagai berikut:

“Nilai artistiknya itu benar-benar sih, tempatnya itu pas, pakaian, keindahan, pas memang dengan situasinya.”

Lain halnya menurut Budi Sitiawan, sebagai berikut:

” Menurut saya pribadi segi artistiknya lebih ke lighting sama frame dan angle pengambilan gambarnya.”

Budi memaparkan dari segi nilai artistik dari frame dan sisi pengambilan gambar. Nilai artistik yang lainnya yang muncul menurut Syarief Hidayatullah, sebagai berikut :

“Ada flashbacknya yaitu islam di Indonesia ya seperti itu, jelas. seorang kyai ahmad dahlan ini mencoba meluruskan dengan ajaran islam yang baru semenjak dia pulang dari mekah.”

Beda dengan Syarief Hidayatullah melihat nilai artistik dari sisi ajaran agama, dimana kyai ahmad dahlan, ini pertemuan antara jiwa roh dan roh film, dimana tingkatannya penonton memahami walaupun karya yang diciptakan untuk membantu melihat hal-hal didunia ini dengan pemahaman baru, tentunya kesadaran semacam ini dengan pemahaman baru akan terasa sangat melegakan, dan mempunyai hasil yang akan lebih baik kedepannya. Nilai artistik dari sebuah film Sang Pencerah adalah dimana nilai artistik itu muncul, Fahdi Ruwandi menilai apa saja yang muncul dari nilai artistik dalam film Sang Pencerah dia memberikan sebuah penghargaan nilai dari, sebagai berikut :

“Nilai artistiknya seperti pedesaannya tersebut, kita balik lagi seperti pada jaman dulu Jadi kita membayangkan kalau dulu seperti ini loh.”

Penghargaan pemahaman dari nilai artistik yang mengambarkan suatu informasi, yang bisa dikatakan memberikan pengetahuan pada suatu daerah pedesaan seperti itu. Menurut Try Dama Saputra nilai artistik yang muncul pada film Sang Pencerah adalah sebagai berikut:

Alur cerita yang terdapat pada film Sang Pencerah mempunyai nilai Artistik sendiri bagi Try Dama Saputra atau bagi pihak yang menontonnya, Fahdi Ruwandi pun menambahkan sebagai Mahasiswa Universitas Mercu Buana, yang mempunyai kekaguman dan penghargaan untuk sebuah karya film Sang Pencerah, Sebagai berikut:

“Iya setting lokasi yang seperti mereka di alun-alun, kauman dan cara dia berpakaian.”

Sutradara dalam film Sang pencerah berhasil membuat para penontonnya kagum dan menghipnotis juga memberikan bayangan kepada para penonton bagimana saat jaman saat itu cara berpakaian yang masih belum terjamah oleh system modernisasi. Seperti apa yang diungkapkan oleh Mumtali Khair, mahasiswa Universitas Mercu Buana sebagai berikut:

“Iya setting lokasi yang seperti mereka di alun-alun, kauman dan cara dia berpakaian.”

Penghargaan nilai artistik menurut para mahasiswa Universitas Mercu Buana adalah dari segi tata setting lokasi, alur dan cara bagaimana berpakaian pada jaman itu. Melihat dari sisi itu apakah yang muncul dari pemikiran mahasiswa Universitas Moetopo, menurut Budi Sitiawan pada tahap penghargaan yang ada pada film Sang Pencerah adalah sebagai berikut :

“Kalau menurut saya pribadi saat kyai ahmad dahlan itu berdiskusi dengan murid-muridnya itu dia memakai lampu sentir saya lihat lightingnya dramatis banget.”

Budi Sitiawan melihat dari setting penataan cahaya yang ada, yang mengambarkan sisi dramatis, beda dengan Syarief Hidayatulloh mahasiswa Universitas Moestopo, sebagai berikut :

“Ada flashbacknya yaitu islam di Indonesia ya seperti itu, jelas. seorang kyai ahmad dahlan ini mencoba meluruskan dengan ajaran islam yang baru semenjak dia pulang dari mekah.”

Perbedaan pada Kyai Ahmad Dahlan terlihat saat dia pulang dari mekah, kepribadian seseorang dapat dibilang suatu penghargaan bagi dirinya sendiri karena perubahan pada kyai ahmad dahlan perubahan yang positif dimana meluruskan sesuatu yang salah menjadi benar. Sedangkan Miko Mahasiswa Universitas Moestopo, memberikan penghargaan pada nilai artistik yang muncul pada :

“Nilai artistiknya adalah dari baju, kereta, cara pengambilan anglenya yang bagus, penempatan lightingnya juga lumayan”

Dari munculnya beberapa nilai artistik, penghargaan dalam sebuah karya film Sang Pencerah, menimbulkan kesan yang timbul dari nilai artistik itu sendiri, menurut apresiasi yang muncul dari sebuah apresiasi mahasiswa, Universitas Mercu Buana, Try Dama Saputra adalah sebagai berikut :

“Kalau saya pribadi setelah menonton film sang pencerah kesan mendalamnya itu ada cara yang berbeda untuk menjalankan ajaran agama khususnya islam karena pemikiran kita seutuhnya itu belum tentu benar mungkin ada pemikiran orang lain yang menyempurnai pemikiran kita jadi belum tentu lah pemikiran kita benar jadi kesan mendalamnya coba untuk saling menghormati dan saling bertukar pikiran saja untuk apapun itu tidak cuma di agama.”

Kesan yang timbul dari pemikiran Try Darma Saputra sendiri penghormatan yang didapat dan rasa saling menghargai jika adanya perbedaan agama, pemikiran masing-masing individu. Beda halnya dengan mahasiswa yang satu ini Fahdi Ruwandi, dari Universitas Mercu Buana yang berpendapat sebagai berikut:

“Kesan saya sih walaupun kita ada perbedaan kita harus menyikapi dengan sabar lapang dada dan tidak terlalu lebih ricuh jadi lebih bijaksana saja”

Sama halnya dengan Mumtali Khair sebagai mahasiswa, UMB, sebagai berikut:

“Kalau menurut saya untuk ajaran islamnya lebih saling mengatasi dalam konflik perbedaan sama seperti yang mereka bilang harus saling memperbaiki”

Apresiasi penghargaan Mumtali khair pun disetujui oleh Fahdi Ruwadi, Sebagai Berikut:

“Ya mungkin sama untuk menjalankan ajaran agama kali yah karena intinya ya seperti itu yang saya tangkap.”

Sama dengan apresiasi tahap penghargaan dengan mahasiswa Universitas Moestopo, Syarief Hidayatulloh sebagai berikut:

“Kesan hampir sama dengan saudara budi yang tadinya tidak tahu muhamadiyah itu jadi tahu, disangka juga muhamadiyah itu aliran tapi ternyata pas nonton film ini ternyata itu organisasi dan caranya saja mungkin orang yang beda-beda menanggapinya.”

Syarief mendapatkan kesan terdalam setelah menonton film Sang Pencerah yang tadinya tidak tahu apa itu muhammadiyah menjadi tahu. Seperti apa yang diuatarakan oleh Miko, mahasiswa Universitas Moestopo sebagai berikut:

“Tidak jauh yah kesannya dengan yang lain, pemahaman tentang muhamadiyah yang awalnya mungkin pemahaman saya tuh muhamadiyah itu adalah ajaran islam yang agak berbeda”

Beda dengan Budi Sitiawan yang paham akan apa artinya muhammadiyah yang dikatakan oleh mahasiswa Universitas Moestopo sebagai berikut:

” Kalau saya pribadi sekarang saya jadi lebih paham entah benar atau tidak ini film tapi saya jadi tau ooohh muhamadiyah itu seperti ini, yang saya tahu dulu tuh sebelum saya menonton film ini saya beranggapan tuh muhamadiyah itu agama yang kaku, saya pikir ajaran agama itu terdiri dari dua yaitu Nadhatul Ulama dan muhamadiyah, ternyata saya salah, ya, karena saya juga tahunya dari para ulama-ulama, tapi setelah menonton film ini saya mendapat pencerahan ooohh bahwa muhamadiyah itu ini toh.”

Tahapan dari penghargaan sebuah karya film Sang Pencerah dengan cara nilai-nilai pandangan hidup, membandingkan dengan apa yang kita yakini, kita lihat dalam kehidupan selama ini dan seterusnya. Apresiasi penghargaan menimbulkan banyak penghargaan tersendiri yang timbul, dari segi pendidikan misalnya, yang sangat berarti bagi khalayak. Seperti halnya apa yang dikatakan oleh Fahdi Ruwandi sebagai mahasiswa.

Universitas Mercu Buana yang menonton film Sang Pencerah:

“Agama, tapi banyak sih bukan hanya agama saja tapi disini kita cenderung hanya diceritakan ajaran agama islam yang baik dan benar, mendidiknya jadi kita mencoba lebih sabar saja dalam mengatasi setiap segala masalah yang kita hadapi kita harus sabar, karena tidak semua yang kita jalanin itu akan berjalan mulus pasti ada saja hal-hal rintangannya, seperti kita kuliah pasti ada rasa malas kalau malas pasti kita gimana ya kan jadi kita harus sabar, terus maju sampai lulus nanti.”

Fahdi Ruwandi menggambarkan di Indonesia beragam akan agama, tergantung kepercayaan kita masing-masing, memilih agama sesuai dengan keyakinan. Tidak ada agama yang salah. Penghargaan apresiasi nilai agama yang memotivasi kita melakukan sesuatu yang sangat berharga dengan keyakinan beragamapun kita bisa selesaikan berbagai hal rintangan.

Mumthali Khair mahasiswa Mercu Buana lebih ke ajaran kaidah islam, apresiasi kaidah islam didapatkan olehnya, sebagai berikut:

“Melanjutkan pendapat saudara FR pendidikannya itu yang ditonjolkan seperti ajaran kaidah dan syariat agama islam itu lebih banyak.”

Apresiasi yang dikatakan oleh Fahdi Ruwadi dan Mumtali Khair membuat Try Dama Saputra memberikan apresiasi berbeda, dia menambahkan sebagai berikut:

“Kalau saya bukan hanya dari pendidikan agama dan kesabaran saja yang ditonjolkan mungkin selain itu pendidikan sejarah, budaya yah karena yang sangat mencolok buat saya itu intinya agama dan budaya.”

Demikian penghargaan yang didapat oleh para mahasiswa dari Universitas Mercu Buana, agak berbeda mungkin dari mahasiswa Universitas Moestopo, seperti yang dikatakan oleh Syarief Hidayatullah sebagai berikut:

“Saya lihat tadi bagaimana cara kyai ahmad dahlan itu mengajar dan dia dapat meyakini keberhasilannya mengurus semua tujuan dengan sabar, tenang, dan tawakal.” Budi Sitiawan mengatakan sebagai berikut:

“Intinya yang saya liat ilmu itu tidak ada batasannya selagi kita bisa selagi kita mampu jalan terus.”

Miko pun setujuh dengan apa yang dikatakan oleh temannya Syarief Hidayatullah, pernyataan Miko sebagai berikut :

“Sama saja dengan saudara syarif dan budi pendidikan kita bisa dapat dari mana saja sih tapi dari film Sang Pencerah ini ada masukan dari pendidikan agama dan keyakinan serta kerja keras kyai ahmad dahlan itu sendiri. “

Penghargaan yang lain dalam film Sang Pencerah seperti apa yang didapatkan oleh Miko, sebagai penonton Miko pendapatka pengaruh yang postif, sebagai berikut:

“Pengaruh positif ada dari kalimatnya kyai ahmad dahlan yaitu agamamu agamamu, agamaku agamaku. jadi mempertahankan idealismenya masing-masing.”

Budi Sitiawan lebih mendapatkan pengaruh dari film Sang Pencerah sebagai berikut :

“Kalau saya pribadi masalah pengaruh, yang saya jalanin sekarang ya jalanin saja intinya kita tidak salah arah karena kan semua orang berhak memilih, maksudnya begini di Sang Pencerah ini sendiri kan target audiens untuk penontonnya itu sendiri kan toh masa muslim saja diluar itu kan pasti ada lah, cuma penyampaiannya disini banyak yang beranggapan islam itu agama yang radikal agama yang keras selalu mengajarkan segala sesuatunya benar-benar dengan perlawanan, sebenarnya tidak seperti itu, disini justru kita diberitahukan, karena disini saya melihat ada beberapa scene kayanya menyindir-nyindir salah satu front bisa kita disebut FPI ibaratnya kan yang tidak diajarkan sama sekali, hadist alquran pun tidak ada namanya islam radikal, tapi buat pengaruhnya tidak ada sama sekali yang saya jalanin sekarang, ya jalanin saja.”

Pengaruh yang dikatakan oleh Budi Sitiawan dari film Sang pencerah adalah suatu contoh untuk kita sebagai umat yang beragama islam, janganlah bertindak radikal atau dengan kekerasan untuk mengajarkan atau memberikan suatu ilmu kepada sesama manusia. Harusnya lebih mengerti apa itu islam. Seperti apa yang didapatkan oleh Syarief Hidayatullah, sebagai berikut:

“Pengaruh sikap ada yah dari segi kehidupan itu lebih kepada bagaimana belajar sabar, saya bijaksana dalam menghadapi apapun dan lebih bersosialisasi, saling membantu, saling menghargai dengan sesama manusia.”

Film merupakan cerita yang dipandang sebagai alat penyebaran nilai-nilai, dilain pihak film pun akan membangkitkan kesadaran bagi penikmat yang mengapresiasikannya. Langkah apresiasi dimulai dari keterlibatan emosional dan pikiran penonton terhadap masalah, ide, dan

merasakan perasaan yang dapat membayangkan dunia tekaan yang ingin diciptakan sutradara beserta tenaga kreatif lain. Seperti pernyataan Hanung Bramantyo, sebagai sutradara film Sang Pencerah, sebagai berikut:

“Saya memang sudah sejak lama mengingkan untuk bisa membuat (film)tentang tokoh pergerakan perdiri Muhammadiyah, karena banyak hal yang bisa didapat dari beliau buat generasi muda saat ini”.

Pendapat dan persepsi yang ada dari para mahasiswa terhadap film Sang Pencerah dapat tumbuh matang sejalan dengan kita yang belajar bagaimana mengapresiasikan film. Apresiasi film dibedakan dengan kritik film, sungguhpun kritik film bertolak dari apresiasi, kritik film dengan pendekatan analisis akan berakhir pada penghargaan.

4.3. Pembahasan

Penulis melaksanakan wawancara mendalam bersama mahasiswa Universitas Mercu Buana dan mahasiswa Universitas Moestopo Beragama, penulis akan membahas hasil dari penelitian ini berdasarkan pemikiran serta teori yang digunakan, sehingga penulis dapat menjawab permasalahan yang ada.

Salah satu media massa yang dapat diserap secara mendalam oleh khalayak adalah film. Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili komunitas kelompok masyarakat pendukungnya, baik realitas dalam bentuk imajinasi ataupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang, sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (Moving Image),

namun juga telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup.

Membuat film adalah suatu kerja kolaboratif, sebuah film dihasilkan oleh kerjasama beberapa variabel yang mendukung. Produksi film yang normal membutuhkan kooperasi banyak ahli dan teknisi yang bekerjasama sebagai suatu tim, sebagai sebuah unit produksi. Proses Produksi Film menjadi sangat penting karena Proses Produksi adalah suatu proses yang akan menentukan hasil akhir sebuah Produksi dalam hal ini film. Bagus atau tidaknya sebuah film, sukses atau tidaknya di pasaran dan bernilai atau tidaknya sebuah film, semua tergantung pada proses produksinya.

Sang Pencerah adalah film drama tahun 2010 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Ihsan Idol sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran di masa kini tentang toleransi, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional. Dalam film Sang Pencerah menggambarkan setiap bentuk nilai, seni, yang memerlukan suatu apresiasi yang berarti penghargaan terhadap kehadiran sebuah karya seni.

Apresiasi menurut pengertian umum adalah penghargaan atau penilaian yang positif kepada suatu karya tertentu. Dalam penelitian ini, apresiasi diberikan pada film Sang Pencerah

yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Dimana meliputi tiga (3) tahapan, yakni: penikmatan, pemahaman dan penghargaan. Kemudian hasil diperoleh melalui teknik Focus Group Discussion melalui dua kelompok mahasiswa, yaitu mahasiswa Universitas Mercu Buana dan Universitas Moestopo Beragama, dimana masing–masing kelompok terdiri dari tiga orang mahasiswa, yang dimana dari Universitas Mercu Buana yang bernama (Fahdi Ruwandi, Mumtali Khair dan Try Dama Saputra) sedangkan dari Universitas Moestopo terdiri dari (Syarief Hidayatullah, Miko dan Budi Sitiawan).

Film Sang Pencerah yang alur ceritanya menceritakan tentang kegigihan KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, begitu punya makna mendalam bagi Din Syamsuddin yang beberapa waktu lalu kembali terpilih sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga periode berikutnya. Begitu pula bagi para mahasiwa yang mendapatkan pengetahuan dari film Sang Pencerah ini. Apresiasi tahap pemahaman, pengetahuan yang didapatkan oleh kelompok mahasiswa Universitas Mercu Buana, yang penulis dapat analisa dari kelompok ini adalah mereka mendapatkan pengajaran tentang agama Islam, yang dimana Islam mengajarkan tentang kebenaran, kedamaian, dan mereka sebagai mahasiswa mendapatkan banyak sekali pengetahuan informasi bagaimana pada zaman ini islam di Indonesia, mereka pun mendapatkan motivasi dari kegigihan yang dapat dicontoh dari Kyai Ahmad Dahlan jika mempunyai tujuan kita harus memperjuangkan sebisa mungkin tidak menyerah sebelum mendapatkan apa yang kita tuju, mereka pun mendapatkan ilmu sejarah yang tidak pernah sama sekali menjadi tahu, yang sebelumnya mengenal bahwa Muhammadiyah adalah suatu golongan atau cabang dari pembaharuan agama Islam akhirnya dengan menonton film ini para mahasiswa Universitas Mercu Buana mengerti apa yang dimaksud dari Muhammadiyah itu.

Kelompok mahasiswa Mercu Buana pun bukan hanya mendapatkan informasi, tapi motivasi sebagai pemuda penerus bangsa, harus bisa membela kebenaran dengan sifat toleransi, menghargai satu sama lain walaupun berbeda pendapat, keyakinan beragama dan berani tunjukkan jalan kebenaran, jika kita melihat ada yang salah dalam sesuatu seperti organisasi atau apa yang kita lihat sangat menyimpang kita harus berani meluruskan itu semua dengan pikiran positif dan berani mewujudkan hal yang benar.

Para mahasiswa Universitas Mercu Buana ini juga memberikan apresiasi melalui penilaian dari sisi pendidikan, pengetahuan. Dimana meliputi film yang sangat berkualitas dari segi gambar, cerita, penokohan, cara penyampaian pesan dan cara mencari konflik yang membuat para penontonnya mengerti apa isi cerita dari film tersebut. Sedangkan penulis melihat apresiasi pada tahap pemahaman dari kelompok mahasiswa Universitas Moestopo Beragama terlihat dari apa yang mereka peroleh setelah menyaksikan film tersebut. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang seseorang yang sangat gigih memperjuangkan sesuatu yang salah menjadi benar, cara bagaimana meluruskan hal yang benar dengan sangat perlahan tapi pasti. Mereka menjadi tahu apa yang dimaksud dari Muhammadiyah itu sendiri. Mereka mendapatkan cara menahan suatu kemarahan bagaimana cara membalas orang yang menjahati kita, kita harus membalasnya dengan kebaikan, karena Islam tidak pernah mengajarkan tentang kekerasan. Kelompok mahasiswa ini memahami apa yang Islam ajarkan, saling menghormati satu sama lain, menghargai pendapat, ajaran agama lain, mereka pun mengerti bagaimana waktu pada jaman kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII dan ketika masuknya Belanda ke wilayah Republik Indonesia ini.

Para mahasiswa yang menjadi responden mengakui sangat menikmati film Sang Pencerah yang merupakan bagian dari tahapan apresiasi. Menurut mahasiswa Universitas Moestopo saat ini merasa sangat terhibur dimana ada adegan Kyai Ahmad Dahlan sedang mengajar di Budi Utomo dan saat salah satu murid Budi Utomo membuang gas, itu merupakan adegan jenaka yang mengandung unsur hiburan.

Penikmatan dapat merubah suatu cara pandang bagi penontonnya. Menurut mahasiswa Universitas Moestopo, perubahan cara pandang dalam apresiasi menonton film Sang Pencerah atau film lainnya tergantung pemikiran idealisme masing-masing karena manusia mempunyai pola pikir yang berbeda, film Sang Pencerah juga memberi pelajaran tentang kebaikan bukan keburukan dan bagaimana cara meluruskan suatu yang salah menjadi benar dengan niat dan kesabaran yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan.

Kemudian kenikmatan diperoleh mahasiswa Universitas Mercu Buana dimana mereka dapat mengetahui tentang ide film Sang Pencerah, unsur yang ada pada organisasi Muhammadiyah serta pemahaman mengenai syariat Islam ‘versi’ Muhammadiyah. Dimana tidak

Dokumen terkait