• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Pengolahan Citra Digital

2.3.2 Penghilangan Derau (Noise Reduction)

Penghilangan derau bertujuan untuk menghindari distorsi pada saat segmentasi. Metode yang digunakan untuk penghilangan derau adalah median filter (Efford, 2000). Metode ini menggantikan piksel (x,y) dengan nilai tengah piksel disekitarnya. Pada gambar 2.3 terdapat representasi dari piksel citra dan ketetanggaannya yang akan digunakan untuk proses penghilangan derau, dimana p1

P9 P8 P7 P5 P1 P3 P2 P4 P6

Gambar 2.2 Representasi piksel citra dan ketetangaannya

Median filter merupakan metode rank filtering yang umum digunakan, metode ini memilih nilai peringkat tengah (middle-ranked) dari sebuah ketetanggaan (neighbourhood) sebagai nilai keluaran. Untuk ketetanggaan 3x3, nilai tengahnya adalah nilai kelima dari daftar terurut nilai tingkat abu-abu. Untuk sebuah ketetanggaan , dengan bilangan ganjil, maka nilai tengah terdapat pada posisi.

Median filter sangat baik untuk meghilangkan beberapa jenis derau.

Gambar 2.4(a) menunjukkan citra dengan impulse noise acak mempengaruhi 5 persen dari piksel. Gambar 2.4(b) menunjukkan hasil penghalusan derau gambar dengan menggunakan median filter 3x3 .

( a ) (b)

Gambar 2.3 Representasi citra derau

Median filter dapat menghilangkan impulse noise dengan memeriksa perhitungan yang dilakukan pada ketetanggaan 3x3 secara tunggal dari suatu citra. Pada gambar 2.5 merupakan contoh nilai-nilai piksel citra yang akan dihilangkan deraunya dengan menggunakan ketetanggan 3x3 (didalam kotak).

Langkah-langkah median filter:

1. Misalkan matriks input m x n citra � = �24 55 47 3 7 8

2. Kemudian tambahkan nilai 0 ke sekeliling matriks, sehingga didapatkan matris dengan ukuran 5x5 atau m+2 x n+2

3. Tambahkan window dengan ukuran 3x3. Mulai dari matriks A(1,1) letakkan

4. Nilai yang akan diganti adalah element tengah

5. Ulangi prosedur ini untuk semua nilai matriks input dengan menggeser

2.3.3 Cropping

Cropping pada pengolahan citra berarti memotong satu bagian dari citra

sehingga diperoleh citra yang diharapkan. Ukuran pemotongan citra tersebut berubah sesuai dengan ukuran citra yang diambil. Cropping dilakukan pada koordinat (x,y) sampaipada koordinat (m,n). Oleh karena itu, pertama kali yang harus lakukan adalah menentukan koordinat-koordinat tersebut. Penulis menyebutnya koordinat XL, YT, XR dan YB dimana x memiliki koordinat XL sampai XR (XL < x < XR) dengan selang [XL, XR] dan y memiliki koordinat YT sampai YB (YT < y < YB) dengan selang [YT, YB] didapat (XL, YT) adalah koordinat titik sudut kiri atas dan (XR, YB) adalah koordinat titik sudut kanan bawah maka ukuran pemotongan citra dapat dirumuskan sebagai berikut (Arief, 2010):

w’ = ( XR – XL ) – 1 2.3

h’ = ( YB –YC ) -1 2.4

dimana:

w’ = ukuran lebar citra hasil cropping h’ = ukuran tinggi citra hasil cropping

2.3.4 Thinning

Thinning adalah operasi morfologi yang digunakan untuk menghapus piksel foreground yang terpilih dari gambar biner, bisanya digunakan untuk proses

mencari tulang dari sebuah objek (skeletonization). Thinning bertujuan untuk mengurangi ukuran dari suatu image (image size) dengan tetap mempertahankan informasi dan karakteristik penting dari image tersebut (Pardede, 2010).

Terdapat cukup banyak algoritma untuk image thinning dengan tingkat kompleksitas, efisiensi dan akurasi yang berbeda-beda. Citra yang digunakan untuk proses thinning adalah citra biner, jika data masukannya berupa citra RGB maka haruslah citra tersebut dimanipulasi menjadi citra grayscale, citra grayscale merupakan syarat guna menghasilkan suatu citra biner. Namun untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner dilakukan proses thresholding dahulu. Sehingga diperoleh citra threshold, jika citra threshold sudah diperoleh maka citra biner dapat dicari. Citra biner ini yang kemudian akan diproses dalam proses thinning. Citra hasil dari algoritma thinning biasanya disebut dengan skeleton (kerangka).

Umumnya suatu algoritma thinning yang dilakukan terhadap citra biner seharusnya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Skeleton dari citra kira-kira berada di bagian tengah dari citra awal sebelum dilakukan thinning.

2. Citra hasil dari algoritma thinning harus tetap menjaga struktur keterhubungan yang sama dengan citra awal.

3. Suatu skeleton seharusnya memiliki bentuk yang hampir mirip dengan citra awal.

4. Suatu skeleton seharusnya mengandung jumlah piksel yang seminimal mungkin namun tetap memenuhi kriteria-kriteria sebelumnya Hasil dari operasi thinning pada citra biner yang sederhana dapat dilihat pada gambar 2.4. Dimana gambar 2.4(a) merupakan citra asli sebelum dilakukan proses thinning dan gambar 2.4(b) merupakan citra hasil proses thinning.

( a) (b)

Gambar 2.4 (a) Pola awal (b) Pola hasil Thinning

Sebagian besar algoritma thinning merupakan algoritma yang besifat iteratif. Dalam sebuah penelusuran piksel sisi diperiksa berdasarkan beberapa kriteria untuk menentukan apakah suatu piksel sisi dihapus atau tidak. Banyaknya jumlah penelusuran yang terjadi dihitung berdasarkan jumlah loop (perulangan) yang terjadi. Ada beberapa jenis algoritma thinning yaitu sequential dan paralel. Jenis sequential menggunakan hasil dari penelusuran sebelumnya dan hasil yang didapatkan sejauh ini dalam penelusuran yang sekarang untuk memproses piksel yang sekarang. Jadi pada setiap ujung penelusuran sejumlah piksel telah diproses terlebih dahulu. Hasil ini dapat digunakan secepatnya untuk memproses piksel selanjutnya. Sedangkan jenis parallel, hanya hasil dari penelusuran sebelumnya yang mempengaruhi keputusan untuk menghapus suatu titik pada penelusuran yang sekarang.

Algoritma ZhangSuen adalah algoritma thinning untuk citra biner, dimana piksel background citra bernilai 0, dan piksel foreground (region) bernilai 1. Algoritma ini cocok digunakan untuk bentuk yang diperpanjang (elongated) dan dalam aplikasi OCR (Optical Character Recognition). Algoritma ini terdiri dari beberapa penelusuran, dimana setiap penelusurannya terdiri dari 2 langkah dasar yang diaplikasikan terhadap titik objek (titik batas) region. Titik objek ini dapat didefinisikan sebagai sembarang titik yang pikselnya bernilai 1, dan memiliki paling sedikit 1 piksel dari 8-ketetanggaannya yang bernilai 0.

Setiap iterasi dari metode ini terdiri dari dua sub-iterasi yang berurutan yang dilakukan terhadap contour points dari wilayah citra. Contour point adalah setiap piksel dengan nilai 1 dan memiliki setidaknya satu 8-neighbor yang memiliki nilai 0. Dengan informasi ini, langkah pertama adalah menandai contour point

p untuk dihapus jika semua kondisi ini dipenuhi: (a) 2 ≤ N(p1) ≤ 6;

(b) S(p1) = 1; (c) p2 . p4 . p6 = 0; (d) p4 . p6 . p8 = 0;

dimana N(p1) adalah jumlah tetangga dari p1 yang tidak 0; yaitu, N(p1) = p2 + p3 + ... + p8 + p9 dan S(p1) adalah jumlah dari transisi 0-1 pada urutan p2, p3, ..., p8, p9. Dan pada langkah kedua, kondisi (a) dan (b) sama dengan langkah pertama, sedangkan kondisi (c) dan (d) diubah menjadi:

(c‟) p2 . p4 . p8 = 0; (d‟) p2 . p6 . p8 = 0;

Langkah pertama dilakukan terhadap semua border pixel di citra. Jika salah satu dari keempat kondisi di atas tidak dipenuhi atau dilanggar maka nilai piksel yang bersangkutan tidak diubah. Sebaliknya jika semua kondisi tersebut dipenuhi maka piksel tersebut ditandai untuk penghapusan.

Piksel yang telah ditandai tidak akan dihapus sebelum semua border points selesai diproses. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan struktur data. Setelah langkah 1 selesai dilakukan untuk semua border points maka dilakukan penghapusan untuk titik yang telah ditandai (diubah menjadi 0). Setelah itu dilakukan langkah 2 pada data hasil dari langkah 1 dengan cara yang sama dengan langkah 1 sehingga, dalam satu kali iterasi urutan algoritmanya terdiri dari:

1. Menjalankan langkah 1 untuk menandai border points yang akan dihapus,

2. hapus titik-titik yang ditandai dengan menggantinya menjadi angka 0, 3. menjalankan langkah 2 pada sisa border points yang pada langkah 1

belum dihapus lalu yang sesuai dengan semua kondisi yang seharusnya dipenuhi pada langkah 2 kemudian ditandai untuk dihapus, 4. hapus titik-titik yang ditandai dengan menggantinya menjadi angka 0.

Prosedur ini dilakukan secara iteratif sampai tidak ada lagi titik yang dapat dihapus, pada saat algoritma ini selesai maka akan dihasilkan skeleton dari citra awal (Zhang & Suen, 1984).

2.3.5 E kstraksi C iri (F eature E xtraction)

F eature extraction merupakan suatu metode untuk mendapatkan karateristik dari suatu citra (dalam hal ini citra tersebut merupakan suatu karakter berupa huruf dan angka). Dengan feature exktraction maka citra yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dengan memperhatikan ciri yang terdapat pada citra itu sendiri. Beberapa metode feature extraction yang ada adalah sebagai berikut (Mulyo et al., 2004):

1.Pixel Mapping

Pixel mapping merupakan metode feature extraction yang sederhana. Metode ini merupakan kelanjutan proses thresholding, dimana suatu citra telah berubah warnanya menjadi hitam atau putih. Pixel mapping merupakan suatu pemetaan dari citra yang disimpan ke dalam array, dimana piksel yang berwana hitam mempunyai nilai 1 sedangkan piksel yang berwarna putih mempunyai nilai 0. Contoh dari penerapan pixel mapping dapat dilihat pada gambar 2.5. { 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0; 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0; 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0; 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0; 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0; 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0; 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0; 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1}

2. Image Compression

Pada metode ini citra dibagi menjadi nxn daerah. Misalkan input citra berukuran 32x32 piksel dan citra dibagi menjadi 8x8 daerah, dimana masing-masing daerah terdiri dari 4x4 piksel (gambar 2.8).

G ambar 2.6 C itr a ber ukur an 32 x 32 piksel yang ter bangi menjadi 8 x 8 daer ah

Pada gambar 2.6 terlihat bahwa citra asli yang berukuran piksel menjadi citra berukuran piksel, dimana setiap 1 pikselnya mewakili piksel citra asli. Dengan kata lain bahwa setiap daerah piksel dikompresi menjadi 1 nilai pixel.

G ambar 2.7 C itr a ber ukur an 32 x 32 piksel setelah dikompr esi menjadi 8 x 8 piksel

Pada gambar 2.7 terlihat bahwa setiap pixel mempunyai nilai feature extraction yang berbeda. Daerah-daerah tersebut mempunyai nilai antara 0 dan 1, hal tersebut dapat dilihat pada tingkat keabu-abuan warna tiap pikselnya. Untuk mencari nilai image compression dari tiap piksel, digunakan persamaan berikut:

dimana:

v = nilai image compression

M = jumlah piksel daerah dalam satu baris N = jumlah piksel daerah dalam satu kolom f(x,y) = jumlah binary pixel pada suatu posisi (x,y)

2.3.6 Segmentasi

Segmentasi digunakan untuk mendapatkan karakter dari suatu citra kata. Adapun metode segmentasi yang dipakai dengan menggunakan algoritma Heuristic (Lecolinet & Baret, 1994; Rodrigues & Gay Thome 2000). Metode dari algoritma segmentasi Heuristic berdasarkan terhadap sebuah konstruksi pengambilan keputusan dengan sistem tree dan berdasarkan pada penggunaan profil histogram yang telah tercipta dan diproporsikan oleh suatu kata.

Profil proyeksi merupakan sebuah struktur data yang digunakan untuk menyimpan sejumlah piksel yang bukan merupakan background ketika suatu citra diproyeksikan melalui sumbu X dan Y pada persamaan (2.6). Setiap sel dari vektor proyeksi dikaitan dengan jumlah piksel yang terletak di atas posisi threshold yang telah ditentukan, biasanya warna latar belakang (background) (persamaan (2.7)) dan (2.8)) sebuah proyeksi histogram alternatif mengambil rata-rata dari intensitas piksel yang terkait (Rodrigues & Gay Thome 2000).

�,� → �(�,�) 2.6

��= ∑�=0,� ∈[0,�] 2.7

= ∑

�=0 ,� ∈[0,ℎ] 2.8

merepresentasikan ketinggian gambar (ukuran vertikal) untuk X atau lebar (ukuran horizontal) bagi Y dan v merepresentasikan ukuran dari gambar. Ide utama dari metode yang termasuk dalam konstruksi tree dengan proses pengulangan, terletak dari data pada histogram yang telah mencapai performa yang ditentukan. Tingkat kesuksesan ditentukan dari kriteria heuristic tersebut.

Algoritma Heuristic merupakan metode dimana proses segmentasi dimulai dengan pencarian titik-titik segmentasi yang valid melalui metode ekstraksi sebuah kata. Proses segmentasi ini dapat lebih dipahami proses kerjanya dengan memperhatikan kondisi histogram dari tiap-tiap karakter yang masih dalam 1 kelompok kata. Untuk membantu proses segmentasi, maka pada saat prosess pemotongan kata dilakukan juga pengecekan terhadap ketentuan tipografi. Pada dasarnya ada tiga jenis tipografi dari kata yang terbentuk. Dari ketiga pola di atas sangat membantu dalam proses segmentasi. Hal ini dapat dilihat ketika dilakukannya proses histogram vertikal.

(a)

(b)

(c)

G ambar 2.8(a ) C itr a asli (b) H istogr am hor izontal (c) H istogram vertikal

Dari pola histogram (gambar 2.8(b) dan gambar 2.8(c)) yang dilakukan pada citra asli (gambar 2.8(a)) , maka dapat telihat bahwa titik pemotongan karakter dilakukan saat tinggi kurva mendekati nilai X atau Y minimum.

2.4 J ar ingan Sar af T iruan (J ST )

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah bagian dari Computer

Science yang mencoba memberikan kemampuan manusia (seperti manusia)

kepada komputer. Salah satu cara untuk memberikan computer kemampuan manusia adalah dengan menggunakan jaringan saraf tiruan. Otak manusia merupakan contoh dari jaringan saraf tiruan. Otak manusia terdiri dari jaringan yang terdiri dari miliaran neuron yang saling terhubung. Neuron adalah sel individual yang dapat memproses informasi dan kemudian mengaktifkan neuron yang lain untuk melanjutkan proses (Heaton, 2005).

Jaringan saraf tiruan adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah buatan digunakan karena jaringan saraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program computer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik kinerja tertentu yang sama dengan jaringan saraf biologis. Jaringan saraf tiruan telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika dari kognisi manusia atau saraf biologis, berdasarkan asumsi bahwa:

1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut neuron.

2. Sinyal dilewatkan di antara neuron melalui link koneksi. 3. Sambungan setiap link memiliki bobot terkait, dalam

jaringan saraf yang khas, mengalikan sinyal yang ditransmisikan.

4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (biasanya nonliniear) untuk input (jumlah bobot sinyal input) untuk menentukan sinyal output (Fausett, 1994)

2.4.1 K onsep dasar jar ingan syaraf tiruan

Jaringan saraf tiruan adalah prosesor tersebar paralel yang sangat besar yang memiliki kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang bersifat pengalaman dan membuatnya siap untuk digunakan. JST menyerupai otak manusia dalam dua hal, yaitu:

1. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar.

2. Kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan.

Pembagian arsitektur jaringan saraf tiruan bias dilihat dari kerangka kerja dan skema interkoneksi. Kerangka kerja jaringan saraf tiruan bisa dilihat jumlah lapisan (layer) dan jumlah node pada setia lapisan. Lapisan-lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

1. Lapisan input

Node-node di dalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah.

2. Lapisan Tersembunyi

Node-node di dalam lapisan terembunyi disebut unit-unit tersembunyi. output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati.

3. Lapisan Output

Node-node pada lapisan output disebut unit-unit output. Keluaran atau output dari lapisan ini merupakan output jaringan saraf tiruan terhadap suatu permasalahan

ke dalam dua kelompok, yaitu jaringan saraf tiruan umpan maju (feed-forward networks) dan jaringan saraf tiruan berulang/umpan balik (recurrent/feedback networks).

Jaringan saraf tiruan umpan maju adalah graf yang tidak mempunyai loop, sedangkan jaringan saraf tiruan berulang/umpan balik dirincikan dengan adanya loop-loop koneksi balik.

Pendapat lain mengenai arsitektur jaringan saraf tiruan adalah sebagai berikut :

1.Jaringan lapis tunggal (single layer net)

Jaringan yang memiliki arsitektur jenis ini hanya memiliki satu buah lapisan bobot koneksi. Jaringan lapisan-tunggal terdiri dari unir-unir input yang menerima sinyal dari dunia luar, dan unit-unit output dimana nilainya dapat dilihat sebagai respon dari jaringan saraf tiruan tersebut.

2.Jaringan multilapis (multilayer net)

Merupakan jaringan dengan satu atau lenih lapisan tersembunyi. Jaringan multilapis memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila dibandingkan dengen single layer net, namun pelatihannya mungkin lebih rumit.

3.Jaringan kompetitif

Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk menapatkan hak menjadi aktif.

2.4.2 M odel syar af (neuron)

Sebuah neuron adalah sebuah unit pengeolahan informasi yang merupakan dasar untuk pengoperasian jaringan saraf tiruan. Gambar 2.8 (Haykin, 1999) menunjukkan model dari sebuah neuron, yang merupakan bentuk dasar untuk

merancang jaringan saraf tiruan. Satu neuron terdiri dari tiga bagian dasar yaitu (Siang, 2009):

1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tesebut memiliki bobot/keluaran yang berbeda-beda. Bobot yang bernilai positif akan memperkuat sinyal dan yang bernilai negatif akan memperlemah sinyal yang dibawanya. Jumlah, struktur dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model yang terbentuk).

2. Suatu unit penjumlahan yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya.

3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukan tidak

����������� �

�1 → �1 �2 →…��2 → ���

vk

G ambar 2.9 M odel Nonlinear Neur on

2.4.3 F ungsi A ktivasi dan E rror

Fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahap perhitungan JST karena dipakai untuk menentukan keluaran dari suatu neuron. Beberapa fungsi aktivasi yang dipakai dalam JST adalah:

1. Fungsi sigmoid biner (logsig)

Fungsi ini pada umumnya digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai antara 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai:

�(�) = 1

1+ �−� 2.9

2.Fungsi sigmoid bipolar (tansig)

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai:

�(�) =

1−�−�

1+ �−� 2.10

Pada tahap pembelajaran di dalam algoritma propagasi balik, diperlukan suatu kondisi untuk menghentikan proses pembelajaran. Berbagai kondisi seperti squared error, total squared error, dan mean squared error dapat digunakan untuk menghentikan proses pembelajaran. Definisi dari masing-masing kondisi tersebut diatas adalah sebagai berikut:

1. Squared error, adalah jumlah dari masing-masing kuadrat dari perbedaan antara target yang telah ditentukan dengan keluaran yang dihasilkan oleh jaringan setiap neuron pada lapisan keluaran.

2. sum squared error (SSE), adalah jumlah squared error untuk setiap pasangan pelatihan.

3. mean squared error (MSE), bisa berarti squared error dibagi dengan jumlah neuron pada lapisan keluaran atau sum squared error dibagi dengan jumlah pasangan pelatihan.

Pada umumnya digunakan total squared error di dalam algoritma propagasi balik, tetapi pada dasarnya ketiga kondisi tersebut mempunyai kemiripan yaitu sebagai informasi error yang telah didefinisikan untuk menghentikan proses pembelajaran. Harga dari error yang telah didefinisikan, sebelumnya sudah ditentukan dan jika harga

error yang dihitung pada tahap pembelajaran lebih kecil dari harga error yang telah didefinisikan maka proses pembelajaran dihentikan. Harga dari error yang didefinisikan untuk menghentikan proses pembelajaran akan menentukan ketepatan jaringan pada saat pengenalan pola dan lamanya proses pembelajaran. Semakin kecil harga error yang didefinisikan akan menyebabkan semakin tinggi tingkat ketepatan jaringan pada saat pengenalan pola nanti, tetapi proses pembelajaran menjadi semakin lama dan sebaliknya.

��� = 1

2∑ ∑ (��� − ���)2 2.11

Dimana:

n = banyaknya pola pelatihan k = banyaknya keluaran

tkn= nilai terget keluaran yang diinginkan ykn= nilai keluaran actual

2.4.4 Pr oses B elajar

Belajar merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebas JST diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan dimana jaringan berada. Berdasarkan algoritma pelatihannya, maka JST terbagi menjadi dua yaitu:

1. Supervised Learning (Pembelajaran Terawasi)

Metode pembelajaran ini memerlukan pengawasan dari luar atau pelabelan data sampel yang digunakan dalam proses belajar. Dimana Jaringan belajar dari sekumpulan pola masukan dan keluaran. Sehingga pada saat pelatihan diperlukan pola yang terdiri dari vector masukan dan vektor target yang diinginkan. Vektor masukan dimasukkan ke dalam jaringan yang kemudianmenghasilkan vektor keluaran yang selanjutnya dibandingkan dengan vektor target. Selisih kedua vector tersebut menghasilkan galat (error) yang

digunakan sebagai dasar untuk mengubah matriks koneksi sedemikian rupa sehingga galat semakin mengecil pada siklus berikutnya.

2. Unsupervised Learning (Pembelajaran tak Terawasi)

Metode pembelajaran ini jaringan saraf tiruan mengorganisasi dirinya sendiri untuk membentuk vektor-vektor input yang serupa, tanpa menggunakan data atau contoh-contoh pelatihan. Struktur menggunakan dasar data atau kolerasi antara pola-pola data yang dieksplorasi. Paradigma pembelajaran ini mengorganisasi pola-pola ke dalam kategori-kategori berdasarkan kolerasi yang ada.

2.4.5 Pr opagasi B alik

Metode propagasi balik merupakan metode yang sangat baik dalam menagani masalah pengenalan pola-pola kompleks. Metode ini merupakan metode jaringan saraf tiruan yang popluler. Beberapa contoh aplikasi yang melibatkan metode ini adalah pengompresian data, pendeteksian virus computer, pengidentifikasian objek, sintesis suara dari teks, dan lain-lain.

Istilah “propagasi baik” (atau “perambatan kembali”) diambil dari cara kerja jaringan ini, yaitu bahwa gradient error unit-unit tersembunyi diturunkan dari penyiaran kembali error-error yang diasosiasikan dengan unit-unit output. Hal ini karena nilai target untuk unit-unit trersembunyi tidak diberikan.

Metode ini menurunkan gradien untuk meminimalkan penjumlahan error kuadrat output jaringan. Nama lain dari propagasi balik adalah aturan delta yang digeneralisasi.

2.4.5.1A r sitektur

Di dalam jaringan propagasi balik, setiap unit yang berada di lapisan input terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi. Hal serupa berlaku pula pada lapisan tersembunyi. Setiap unit yang ada di lapisan tersembunyi terhubung dengan setiap unit yang ada di lapisan output. Pada gambar 2.9 terdapat arsitektur JST propagasi balik dengan menggunakan satu

layer tersembunyi (Fausett, 1994).

Jaringan saraf tiruan propagasi balik terdiri dari banyak lapisan (multilayer neural networks):

1. Lapisan input (1 buah). Lapisan input terdiri dari neuron-neuron atau unit-unit input, mulai dari unit input 1 sampai unit input n.

2. Lapisan tesembunyi (minimal 1). Lapisan tersembunyi terdiri dari unit-unit tersembunyi mulai dari unit tersembunyi 1 sampai unit tersembunyi p.

3. Lapisan output (1 buah). Lapisan output terdiri dari unit-unit outut mulai dari unit output 1 sampai unit output m. n, p, m masing-masing adalah bialangan integer sembarang menurut arsitektur jaringan saraf tiruan yang dirancang. v0j dan w0k masing-masing adalah bias untuk unit tersembunyi ke-j dan unit output ke-k. Bias vj0 dan wk0 berprilaku sepertu bobot di mana output bias ini selalu sama dengan 1. vji adalah bobot koneksi antara unit ke-i lapisan input dengan unit ke-j lapisan tersembunyi, sedangkan wkj adalah bobot koneksi antara unit ke-j lapisan tersembunyi dengan unit ke-k lapisan output.

2.4.5.2 J umlah L apisan T er sembunyi yang Digunakan

Satu buah lapisan tersembunyi bisa dikatakan cukup memadai untuk menyelesaikan masalah sembarang fungsi pendekatan. Dengan menggunakan lebih dari satu buah lapisan tersembunyi, kadang-kadang suatu masalah lebih mudah untuk diselesaikan. Mengenai banyaknya jumlah lapisam tersembunyi yang dibutuhkan, tidak terdapat ketentuan khusus (Puspitaningrum, 2006).

2.4.5.3 J umlah Neur on di L apisan T er sembunyi

Menentukan jumlah neuron di lapisan tersembunyi merupakan bagian

Dokumen terkait