• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan data tanaman tomat dilakukan dengan menggunakan program pengolahan citra yang berbasiskan pemograman C. Tampilan halaman utama pada program pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 7.

Layout program terdiri dari 4 kolom utama yang difungsikan untuk menampilkan data citra tanaman tomat yang dikonversikan ke dalam bentuk angka-angka, yang pada penelitian ini angka-angka yang di konversi berupa panjang dan lebar tanaman, luasan tampak atas dan tampak samping tanaman, serta tingkat warna dari tanaman tomat secara keseluruhan.

Terdapat sembilan fungsi tombol perintah pada layout program yang bertujuan untuk menjalankan perintah berdasarkan urutan sehingga didapatkan hasil konversi data citra yang optimal. Tombol-tombol perintah pada program dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 7. Tampilan halaman utama program pengolahan citra Kolom Objek Tampak Atas (thresholding) Kolom Objek Tampak Samping (thresholding) Kolom Objek Tampak Atas Kolom Objek Tampak Samping

25 Perintah “open file” merupakan langkah pertama dari urutan proses untuk mendapatkan hasil data citra. Perintah ini difungsikan untuk membuka file data citra yang akan diolah (gambar 9). File yang di-input secara berurutan adalah data citra tanaman tomat tampak atas dan data citra tanaman tomat tampak samping. Hasil input akan terlihat pada halaman utama program seprti pada gambar 10.

Langkah berikutnya adalah perintah “thresholding”. Thresholding adalah suatu proses yang digunakan untuk menghasilkan citra biner yaitu citra dengan hanya dua warna, yaitu: hitam dan putih.. Proses ini dapat dilakukan

Gambar 8. Menu perintah pada program pengolahan citra

26 apabila kita telah mengetahui brightness level (contrast) dari gambar tersebut. Bentuk teknik Thresholding ada 2 macam, yaitu: Uniform Thresholding dan Adaptive Thresholding (Rafael C. Gonzalez & Richard E. Woods, 2002).

Didalam penelitian ini digunakan teknik uniform thresholding. Dimana metode yang digunakan adalah dengan menentukan suatu batas level, yang nantinya akan dipergunakan untuk menentukan warna piksel. Piksel yang levelnya lebih dari threshold level akan dirubah menjadi putih, dan sebaliknya piksel yang levelnya ada di bawah dari level threshold akan dirubah menjadi hitam. Hasil dari proses thresholding pada kedua citra dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Tampilan hasil Thresholding Kolom Objek Tampak Atas (thresholding) Kolom Objek Tampak Samping

27 Perintah “erosion” dan “dilation” merupakan proses mengurangi dan menambahkan piksel-piksel pada bidang batas suatu objek citra (Gonzalez,2004). Pada hasil dari proses thresholding masih terdapat noise pada citra. Sehingga dibutuhkan cara untuk memanipulasi noise tersebut sehingga didapatkan hasil yang mendekati citra sebenarnya.

Data citra kemudian dikonversikan ke dalam bentuk angka-angka. Perintah yang digunakan adalah “Areal/shape factor”. Data citra kemudian ditampilkan ke dalam jendela hasil yang terdiri dari :

a) Area1 dan Area2, merupakan hasil konversi luasan permukaan tampak atas dan tampak samping dari objek dalam satuan pixel b) Panjang1 dan panjang2, merupakan hasil konversi nilai dari titik

batas terluar dari objek secara horizontal. (pixel)

c) Tinggi1 dan tinggi2, merupakan hasil konversi nilai dari titik batas terluar dari objek secara vertical. (pixel)

Gambar 13. Tampilan pada kolom hasil perintah Area/Shape Factor

Erosion Dilation

Original

28 Untuk mendapatkan nilai RGB dari objek, perintah selanjutnya yang digunakan adalah “Color”. Perintah ini mengembalikan warna asli dari objek yang kemudian mengkonversikan warna objek tersebut ke dalam model warna RGB.

Nilai RGB ini kemudian digunakan untuk melihat tingkat warna hijau pada tanaman tomat, dimana warna hijau pada bagian tanaman terutama daun dan batang, dapat dijadikan sebagai ukuran kesuburan dari tanaman tersebut (Anwar. C, 1999 )

Data-data hasil pengolahan citra digital ini kemudian disimpan ke dalam format data Access. Data-data tersebut dapat diproses lebih lanjut ke dalam bentuk grafik sehingga memudahkan dalam menentukan pengaruh air irigasi atau pemberian unsur hara pada tanaman terhadap tanaman tomat.

29 B. PENGARUH PEMBERIAN AIR IRIGASI

Pemberian air irigasi dibedakan menjadi tiga jenis dengan nilai atau tingkat kepekatan larutan nutrisi yang berbeda. Pada skema pemberian larutan nutrisi (gambar.5) terlihat terdapat tiga barisan pipa lateral, yang masing-masing pipa dialirkan larutan dengan tingkat kepekatan berbeda.

Pemberian air nutrisi pada tanaman dibedakan menjadi tiga menurut tingkat kepekatan larutan nutrisi, yaitu larutan dengan kepakatan tinggi( >10 mS), kepekatan sedang (2.5 – 5 mS), dan kepekatan rendah (<2.5 mS). Dosis yang diberikan setiap harinya berbeda menurut fase-fase pertumbuhan pada tanaman tomat.

Menurut Nony Fiartasari dalam penelitiannya yang berjudul

“PENGARUH KONDUKTIVITAS ELEKTRIK (ELECTRICAL

CONDUCTIVITY, EC) LARUTAN JORO A&B MIX TERHADAP HASIL DAN KUALITAS BUAH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA HIDROPONIK” tingkat kepekatan larutan yang disebut juga dengan konduktivitas elektrik (Electrical Conductivity, EC) yang dimulai pada minggu ke-13 tidak berpengaruh terhadap hasil tanaman tomat, tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap total kandungan padatan terlarut (KPT) buah tomat.

Gambar 15. Tampilan pada kolom hasil perintah Show Results

30 Pada baris 1 diberikan tingkat kepakatan tinggi (>10 mS), kepekatan sedang (2.5 – 5 mS) pada baris 2, dan kepekatan rendah (<2.5 mS) pada baris 3. Pertumbuhan tanaman dibagi menjadi 3 fase, yaitu awal pertumbuhan, masa pembungaan dan masa pembentukkan buah. Masing-masing Grafik pertumbuhan tinggi ,luas dan warna hijau citra tanaman disajikan pada Gambar 16, Gambar 17 dan Gambar 18. Di dalam grafik tersebut, data yang ditampilkan merupakan data tanaman setiap 3 hari pengambilan data.

1. Fase Pertumbuhan Awal ( 1 – 15 HST )

Pertumbuhan tinggi pada baris tanaman dengan kepekatan >10 mS dan 2,5 – 5 mS cenderung memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan baris tanaman dengan kepekatan kurang dari 2,5 mS. Pertumbuhan rata-rata tinggi pada baris dengan kepekatan >10 mS sebesar 142 mm, pada kepekatan 2,5 – 5 mS sebesar 133 mm dan pada < 2,5 mS memiliki pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman sebesar 178 mm.

Pertumbuhan luas pada baris tanaman dengan kepekatan >10 mS dan 2,5 – 5 mS juga cenderung memiliki pertumbuhan luas tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan baris tanaman dengan kepekatan kurang dari 2,5 mS walaupun perbedaan yang terlihat pada Gambar 19 tidak terlalu jauh. Pertumbuhan rata-rata luas pada baris dengan kepekatan >10 mS sebesar 394 mm2, pada kepekatan 2,5 – 5 mS sebesar 882 mm2 dan pada < 2,5 mS memiliki pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman sebesar 1599 mm2.

Pertumbuhan tanaman yang cenderung rendah pada kepekatan >10 mS dan 2,5 – 5 mS dapat disebabkan oleh tingkat kepekatan larutan yang masih terbilang tinggi untuk umur tanaman. Tingginya konsentrasi atau kepekatan larutan nutrisi berbanding lurus dengan tingkat penyerapan nutrisi oleh akar tanaman, sehingga makin tinggi kepekatan akan semakin rendah tingkat penyerapan larutan oleh akar tanaman. Yang selanjutnya berpengaruh terhadap nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan tanaman..

31 Gambar 16. Perbandingan Luasan Rata-rata Penampang Atas Tanaman

Dokumen terkait