• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 17.0 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Data dianalisis dengan uji Fisher’s Exact untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik.

BAB 4. HASIL

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Alergi Imunologi dan Poliklinik Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari bulan September 2012 sampai dengan Mei 2014. Besar sampel anak SN idiopatik sebanyak 27 orang. Semua sampel mengisi penuh kuesioner ISAAC dan mendapat perlakuan uji tusuk kulit. Karakteristik sampel penelitian terlihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik SN idiopatik

Diagnosis penyakit SN

Relaps sering 17

Relaps jarang 10

Umur, rerata (SB), tahun 8.9 (4.02)

Jenis kelamin Laki-laki 20 Perempuan 7 BB, rerata (SB), kg 26.1 (11.08) TB, rerata (SB), cm 122.1 (19.37) Atopi Ya 19 Tidak 8 Penyakit alergi Ya 1 Tidak 26

Faktor risiko alergi

Kecil 15

Sedang 12

Tinggi 0

Besar sampel anak SN idiopatik sebanyak 27 orang, sindrom nefrotik idiopatik yang didiagnosis dengan relaps sering lebih banyak dibandingkan dengan yang relaps jarang dengan rentang umur 3 tahun sampai 18 tahun (median 8 tahun) dan rerata umur sampel penelitian 8.9 tahun (SB 4.02). Jumlah anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan dengan perbandingan 2.9:1. Rerata berat badan sampel penelitian 26.1 kg (SB 11.08) dan rerata tinggi badan 122.1 cm (SB 19.37). Prevalensi atopi lebih banyak ditemukan yaitu 19 anak, sedangkan prevalensi penyakit alergi hanya 1 anak. Risiko atopi kecil lebih banyak dibandingkan dengan risiko atopi sedang.

Tabel 4.2 Hubungan atopi dengan kejadian SN idiopatik

Atopi SN Idiopatik P Relaps sering (n = 17) Relaps jarang (n = 10) Ya 12 7 1.000 Tidak 5 3

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara riwayat atopi dengan kejadian SN idiopatik (P=1.000).

Tabel 4.3 Hubungan penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik Penyakit Alergi SN Idiopatik P Relaps sering (n = 17) Relaps jarang (n = 10) Ya 0 1 0.370 Tidak 17 9

Penyakit alergi hanya ditemukan pada satu anak SN idiopatik dengan relaps jarang yaitu dermatitis atopi dan rinitis alergi. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik (P=0.370).

Tabel 4.4 Hubungan risiko atopi dengan kejadian SN idiopatik

Risiko Atopi SN Idiopatik P Relaps sering (n = 17) Relaps jarang (n = 10) Kecil 7 8 0.107 Sedang 10 2 Tinggi 0 0

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara risiko atopi dengan kejadian SN idiopatik (P=0.107).

Gambar 4.1. Frekuensi sensitisasi alergen dengan hasil uji tusuk kulit positif Pada penderita SN idiopatik didapatkan sensitisasi alergen positif paling banyak adalah kutu debu rumah sebanyak 13 orang dan paling sedikit adalah kacang tanah sebanyak 6 orang.

BAB 5. PEMBAHASAN

Beberapa studi sebelumnya sudah berfokus pada hubungan antara SN dan atopi dalam populasi berbeda.30,31 Dalam penelitian ini, atopi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan uji tusuk kulit positif pada 27 anak dengan SN idiopatik sensitif steroid, didapatkan prevalensi atopi cukup tinggi, mempengaruhi lebih dari setengah jumlah sampel penelitian yaitu pada 9 anak. Atopi lebih banyak dijumpai pada SN relaps sering dibandingkan dengan relaps jarang. Hasil yang kami dapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan dua penelitian sebelumnya, prevalensi atopi di Jerman tahun 2002 pada 33 anak (42%),30 dan di Italia tahun 2007 pada 35 anak (48.6%), dengan atopi lebih sering dijumpai pada sensitif steroid dibandingkan dengan resisten steroid.31 Prevalensi atopi yang tinggi pada studi ini, kemungkinan karena perbedaan dalam kehidupan sehari-hari.

Sindrom nefrotik kelainan minimal merupakan bentuk SN paling sering dijumpai pada anak, ditandai dengan respons baik terhadap terapi steroid dan dikenal baik berhubungan dengan atopi. Beberapa studi menunjukkan insiden penyakit alergi seperti asma, rinitis alergi dan dermatitis atopi pada anak dengan sindrom nefrotik sensitif steroid lebih tinggi.27 Pada penelitian kami, meskipun atopi yang dijumpai cukup tinggi, namun yang menunjukkan gejala klinis penyakit alergi dijumpai pada satu anak SN idiopatik,

berdasarkan kuesioner ISAAC fase I. Penyakit alergi yang djumpai adalah dermatitis atopi dan rinitis alergi. Secara statistik, data ini berbeda dengan beberapa studi sebelumnya, prevalensi penyakit alergi di Jerman tahun 2002, mendapatkan satu dengan asma, tujuh dengan RA dan empat dengan DA.30 Penelitian di Jepang tahun 2009, mendapatkan lima anak dengan DA dan delapan anak dengan asma bronkial.32 Penelitian di Bangladesh dari Januari 2003 sampai Januari 2005, prevalensi penyakit alergi tinggi pada pasien SN idiopatik, empat anak dengan DA dan 17 anak dengan asma bronkial.33

Alergen inhalan diduga sebagai pencetus relaps pada pasien SNKM. Beberapa alergen inhalan pencetus termasuk serbuk kayu dan rumput, jamur, debu rumah yang diidentifikasi dengan uji tusuk kulit. Alergen makanan juga berpotensi sebagai pencetus SNKM, antara lain susu sapi, ikan, daging ayam, gliadin atau ovalbumin yang diketahui melalui uji tusuk kulit atau radioallergosorbent test (RAST) positif.8 Meskipun uji tusuk kulit terhadap alergen cenderung positif pada anak SN dengan riwayat atopi, terutama relaps sering, tetapi IgE spesifik-alergen tidak meningkat secara signifikan.34 Sensitisasi alergen yang dilakukan dalam penelitian ini dengan pemeriksaan uji tusuk kulit menggunakan 10 jenis alergen terdiri dari dua alergen inhalan dan delapan alergen makanan. Dari 19 anak atopi penderita SN idiopatik didapatkan semua tersensitisasi dengan satu atau lebih jenis alergen. Jenis sensitisasi alergen positif terbanyak adalah kutu debu rumah

pada 13 anak dan coklat pada 11 anak. Pemeriksaan IgE spesifik-alergen tidak dilakukan pada penelitian ini, sehingga tidak diketahui kesesuaiannya dengan hasil uji tusuk kulit.

Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, di Taiwan tahun 2003, dengan pemeriksaan IgE spesifik terhadap alergen kutu debu rumah, susu, telur, kecoa dan penicillin didapatkan yang paling banyak kutu debu rumah (23%) dan susu (24%).35 Penelitian di Jepang tahun 2005, anak sindrom nefrotik idiopatik sensitif steroid memiliki kadar antibodi IgE spesifik yang tinggi dan tersensitisasi dengan satu atau lebih alergen. Sensitisasi alergen paling banyak adalah kutu debu rumah.36 Penelitian di Italia tahun 2007, didapatkan antibodi IgE spesifik yang paling banyak dijumpai adalah kutu debu rumah (29%) dan

grass pollen mix (33%). Pada semua pasien dijumpai kesesuaian hasil uji

tusuk kulit dan antibodi IgE spesifik.31

Meskipun patogenesis SNKM masih belum jelas, tetapi gangguan imunologi mempengaruhi penyakit ini.32 Gangguan respons sel T dan sitokin Th2 berhubungan erat dengan patogenesis SN, dengan mempengaruhi permeabilitas dinding kapiler glomerular.37 Beberapa laporan menunjukkan SNKM sering berhubungan dengan gejala alergi dan peningkatan kadar IgE serum.32 Kadar IgE meningkat secara signifikan pada SN yang atopi daripada non atopi, khususnya selama fase relaps dibanding fase remisi, menunjukkan

IgE sebagai penanda keparahan penyakit. Sinyal pembentukan IgE berasal dari IL-4 dan IL-13. Pada SN yang relaps sel T yang aktif meningkatkan sekresi IL-4 dan IL-13, yang dapat menginduksi terjadinya perubahan isotipe menjadi IgE. Interleukin-5 (IL-5) juga merangsang produksi IgE, sementara IFN-γ menghambat sekresi IgE.37 Penelitian di Taiwan tahun 2003, menunjukkan kadar IgE serum yang tinggi berhubungan dengan aktivitas penyakit pada anak sindrom nefrotik, tetapi tidak berhubungan dengan patogenesis sindrom nefrotik.35 Penelitian di Singapura tahun 2004, didapatkan peningkatan kadar IgE serum terjadi pada saat fase relaps sindrom nefrotik sensitif steroid mungkin disebabkan oleh peningkatan IL-13 dan mungkin menunjukkan aktivasi oleh beberapa mekanisme imun oleh berbagai macam stimulus daripada berhubungan langsung dengan atopi.34 Penelitian di Korea dari September 2004 sampai Juli 2010, didapatkan penyakit alergi lebih sering pada anak sindrom nefrotik idiopatik dengan kadar IgE serum yang tinggi. Selain peningkatan kadar IgE serum, juga terjadi peningkatan IL-4 dan IL-5 serum. Kemungkinan aktivitas sitokin-sitokin ini berperan dalam patogenesis SN idiopatik.37

Pemeriksaan kadar IgE total serum dan mediator-mediator imun yang terlibat dalam proses terjadinya alergi maupun sindrom nefrotik idiopatik tidak dilakukan dalam penelitian ini, sehingga tidak diketahui bagaimana hubungan atopi dan penyakit alergi dengan aktivitas penyakit. Tetapi, hasil penelitian

yang diperoleh menunjukkan tidak ada hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik. Hasil penelitian yang didapatkan seusai dengan penelitian sebelumnya.35

Dari penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan diantaranya jumlah sampel yang sedikit dan tidak dilakukan pemeriksaan kadar IgE total serum, sitokin-sitokin yang berhubungan dengan alergi dan SN idiopatik karena pasien tidak bersedia.

Dokumen terkait