• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan komunitas petani ( Social Capital) yang mampu menjamin akses dalam perencanaan kebijakan pertanian

Dalam dokumen Analisis Kebijakan Sistem Budidaya Tanam (Halaman 28-35)

G. Alternatif kebijakan

3. Penguatan komunitas petani ( Social Capital) yang mampu menjamin akses dalam perencanaan kebijakan pertanian

Penguatan komunitas petani ini diperlukan untuk menciptakan kekuatan bargaining position petani. Ini merupakan modal sosial bagi petani dalam memperkuat organisasi dan jaringan tani, maka

sosial capital ini sangat penting. Putnam dalam Laren (2004) menyatakan “Social capital refers to features of social organization, such as networks, norms, and trust, that facilitate coordination and cooperation for mutual benefitt. Menurut Woolcock (1998) dalam Lubis dkk, Modal sosial didefnisikan sebagai informasi, trust, dan norms of reciprocity yang melekat pada jaringan sosial dengan tujuan untuk menciptakan tindakan kolektif yang menguntungkan. Modal sosial didasarkan pada dua nilai, yaitu primordiality dan civilitye

Zhang (2011) menyampaikan bahwa berbagai penelitian membuktikan bahwa sosial kapital memberikan manfaat yang besar pada masyarakat, salah satu yang terpenting adalah meningkatkan kehidupan ekonomi. Ada dua bentuk modal sosial ini yaitu Bonding Social Capital dan Bridging Social Capitale Menurut Larsen dkk (2004) Bonding social capital occurs within a community of individuals, such as a neighborhood, but the relationships and trust formed by bonding social capital may not precipitate action in addressing a neighborhood probleme Bonding social capital is a necessary antecedent for the development of the more powerful form of bridging social capital . Sedangkan Bridging social capital is what Paxton (1999) refers to as cross-cutting tiese Bridging social capital occurs when members of one group connect with members of other groups to seek access or support or to gain informatione

Modal sosial terikat (Bonding Social Captal) adalah cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006). Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, adalah lebih berorientasi ke dalam (inwardlooking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya homogenius (cenderung homogen)

Mengikuti Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani ini ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri).

Bentuk ini lebih agaliter dan terdiri dari masyarakat yang heterogen serta lebih terbuka terhadap kkomunitas luar. Sehingga lebih berorientasi keluar (outward looking).

Dengan demikian sosial kapital ini merupakan modal yang perlu dibangun dalam masyarakat petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Bentuk modal sosial yang dibangun adalah bridging social capital, karena komunitas petani ini terdiri dari banyak elemen memerlukan banyak hubungan dengan luar misalnya bentuk kerjasama kolektif/kemitraan dengan tengkulak. Untuk mewadahi heterogenitas ini maka secara nasional perlu dikuatkan bentuk-bentuk modal sosial ini di masing-masing daerah.

Pembentukan dan penguatan ini diharapkan memperkuat jaringan (lingking) antara petani dan dengan pihak diluar, sehingga kebutuhan dan keingian petani dapat didengar dan diakomodasi yang pada akhirnya akan mewujudkan Community Based Development. Pembangunan modal sosial ini mampu meningkatakan organisasi tani, jaringan tani, peningkatan pendidikan tani dan kekuatan politik (Bargaining Position). Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan seluruh komunitas tani yang ada dan penyatuan visi atau tujuan.

Alternatif ini akan mampu meningkatkan motivasi petani untuk terus menerapkan pertanian yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan serta menjadi kontrol atas hak-hak petani. Penilaian terhadap alternatif ini:

Langkah ini mampu membanguan kekuatan masyarakat sehingga mampu menjadi alat pengontrol untuk mencapai kesejahteraan petani(Efective). Selain itu, mampu menggali/memunculkan persoalan yang dihadapi petani (Adequacy)

b.Economic and Financial Possibility

Modal sosial merupakan sumber daya yang dapat dikerahkan untuk memperoleh manfaat yang optimal (Economic eficiency)e Meskipun tidak berorientasi pada keuntungan namun mampu membangun kekuatan untuk meningkatkan ekonomi (Profitability). Pencapaian tujuan juga lebih mudah dengan biaya yang rendah Cost efectiveness (efsiensi biaya).

c. Political Viability

Alternatif ini akan mudah diterima masyarakat (acceptability), karena menghimpun petani dengan komunitas mereka. Namun bisa sulit diteima akot politik karena bisa menjadi ancaman politik. Akan membangun nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Appropriateness dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada (Legal) serta mampu membangun keadilan (equity)

d.Administrative Operability

Otoritas (Authority) ada pada masyarakat, pemerintah sebagai Organizational Support. Untuk itu diperlukan pembangunan Capabiliity masyarakat.

Kategori

Alternatif Kebijakan Perubahan

Kebijakan/Kebijak

ann Baru Pembuatan Perda

Penguatan Community based Group Technical Feasibilit y UU Lebih efektif (Efective dan Adequacy) karena tidak akan menyamakan petani dengan badan usaha

Kebijakan akan lebih Efective dan mampu menyelesaikan persoalan (Adequacy) di daerah (Desentralisasi)

Langkah ini mampu membanguan

kekuatan masyarakat

(Efective), dan menggali/memuncul kan persoalan yang dihadapi petani

Kategori

Alternatif Kebijakan Perubahan

Kebijakan/Kebijak ann Baru

Pembuatan Perda Community basedPenguatan Group (Adequacy) Economi c and Financial Possibilit y Tujuan dapat dicapai dengan biaya yang minimal

Cost efectiveness, masukan fnansial (Profitability )berk urang tapi masyarakat lebih sejahtera Mampu memperoleh manfaat optimal pada petani (Proftability), namun Membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Economic eficiency)

Dengan modal sosial memperoleh manfaat yang optimal (Economic eficiency), tidak berorientasi pada keuntungan Profitability, dan mampu mencapai Cost efectiveness (efsiensi biaya). Political Viability Kebijakan merupakan tuntutan masyarakat (Responsiveness), sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat

Appropriateness

dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada (Legal) serta memberikan

Equity . Namun,

Acceptability aktor politik akan berbeda

Kebijakan merupakan tuntutan masyarakat (Responsiveness) yang merupakan penguatan pada tingkat lokal, sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat

Appropriateness

dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada (Legal) serta memberikan Equitye Namun, bertentangan dengan perusahaan benih/pemilik modal Akan membangun nilai-nilai yang ada dalam masyarakat

Appropriateness dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada (Legal) serta membangun bargaining position petani Administ rative operabilit y Pemerintah cukup memiliki otoritas (Authority), tetapi Organizational Supportnya lemah

Pemerintah cukup memiliki otoritas (Authority) ,namu n Institutional commitment (komitmen institusi), Capability (kapasitas), Organizational support (dukungan otoritas

(Authority)ada pada masyarakat,

pemerintah sebagai Organizational Support

Kategori

Alternatif Kebijakan Perubahan

Kebijakan/Kebijak ann Baru

Pembuatan Perda Community basedPenguatan Group

organisasi), dari organisasi lemah H. Kesimpulan

Undang-undang SBT yang dibuat untuk melindungi pertanian justru menimbulkan dampak yang merugikan petani. Msaih banyak permasalahan kebijakan yang terkandung dalam kebijakan tersebut, dimana kebijakan tersebut menimbulkan aturan pelaksanaan yang merugikan petani, hilangnya bibit lokal dan tidak responsif terhadap petani maupun pertanian Untuk itu kebijakan tersebut perlu direformulasi ulang. Rekomendasi kebijakan yang diajukan adalah dengan perubahan UU SBT, pembuatan perda tentang bibit lokal dan pertanian organik serta pembangunan modal sosial.

Daftar Pustaka

Adi, Agus Purbathin. 2003. Pengembangan Program Pembangunan Desa. Makalah disampaikan dalam Workshop Nasional Perencanaan Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah Perdesaan, Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT) Jakarta, Kuta-Lombok, 7-9 Oktober 2003.

Badjuri, Abdulkahar dan Teguh Yuwono. 2003. Kebijakan Publik: Konsep danStrategi. Semarang: Jurusan Ilmu Pemerintahan UNDIP

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Cetakan Ke-5. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hasbullah, J., 2006. Sosial Kapital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesiae Jakarta: MR-United Press

Larsen, Larissa dkk. 2004. Bonding and Bridging:Understanding the Relationship between Social Capital and Civic Action. Journal of Planning Education and Research 24:64-77 DOI: 10.1177/0739456X04267181.

http://www.asu.edu/clas/oldshesc/faculty/pdf/JPERBondingandBridgi ng.pdf

Lubis, Rissalwan Habdy. Pengembangan Pola Kemitraan Berbasis Modal Sosial Sebagai Strategi Pemulihan Masyarakat Pasca Bencana

Mander, Jerry, et all. 2003. Globalisasi Membantu Kaum Miskin?. Dalam Globalisasi, Kemiskinan dan Ketimpangan: International Forum on Globalization. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas

Mc Giuness, 1993. The Ogranic Movement. Tersedia pada http://dteegneapceorg/49ehtml

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasie Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Opini. 2009. Analisa Kebijakan Ekonomi : Post Orde Lama vs Post Orde Baru. http://dhenov.blogspot.com/2009/03/analisa-kebijakan-ekonomi-post-orde.html

Pangaribuan, Nurmala. 2002. Kembali Ke Pertanian Organik. Dalam Jurnal Studi Indonesia, Vol. 12, No.2, hal 138-152

Scaller . 2003. Apa itu Pertanian Organik? Tersedia pada

http://wwweplhesmkeoreid/kuri-pertehtmle

Subarsono, AG. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Supriono, Agus, dkk. Modal Sosial: Definisi, Dimensi, Dan Tipologi. http:// www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCsQFjAA&url =http%3A%2F%2Fp2dtk.bappenas.go.id%2Fdownlot.php%3Ffle %3DModal%2520Sosial%2C%2520Defnisi%2C%2520Dimensi %2520dan%2520Tipologi.pdf&ei=wm- oUYXtLsmBiQfgv4CwBw&usg=AFQjCNHUMdIJIRWaNtP-W19RRZjBUqVD_g&sig2=zIMi5k_gpWVeuxkV5RMj6A&bvm=bv.472 44034,d.aGc

Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta

Utomo, Franditya. 2013. Bersemi Dalam Tekanan Global: Kriminalisasi Petani, Inisiatif Benih Lokal dan Uji Materi UU Noe12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanamane Yayasan FIELD Indonesia: Jakarta

Zhang, Saijun.2011. The Diferntiated Impact of Bridging and Bonding Sosial Capital on Economic Well-Being : An Individual Level Perspective. Journal of Sociology and Social Welfare, March 2011,

Vol XXXVII, No.1.

http://ije.oxfordjournals.org/content/37/6/1384.full.pdf+html

Dalam dokumen Analisis Kebijakan Sistem Budidaya Tanam (Halaman 28-35)

Dokumen terkait