• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.4   Pengujian Data 33

Identifikasi kueri citra dilakukan menggunakan NSGA-II yang memiliki tujuan/obyektif sebanyak 3 tujuan, yaitu meminimasi operator LBP dan nilai threshold FLBP serta memaksimalkan peluang klasifikasi menggunakan fungsi Probabilistic Neural Network (PNN). Hasil MOGA berupa nilai operator LBP dan nilai threshold FLBP akan digunakan untuk melakukan identifikasi kueri citra.

Data yang digunakan untuk pengujian adalah data berdasarkan nilai peluang tiap citra. Nilai peluang antar citra akan dihitung rata-rata citra yang kemudian dijadikan nilai threshold rataan untuk mengeliminasi citra yang memiliki peluang lebih kecil. Rataan peluang tiap kelas dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Rataan peluang citra setiap kelas

Kelas Rataan Kelas Rataan Kelas Rataan

1 0.96 11 0.85 21 0.90 2 0.86 12 0.87 22 0.87 3 0.91 13 0.85 23 0.86 4 0.93 14 0.80 24 0.89 5 0.86 15 0.88 25 0.79 6 0.93 16 0.84 26 0.85 7 0.89 17 0.85 27 0.93 8 0.97 18 0.86 28 0.96 9 0.93 19 0.87 29 0.94 10 0.89 20 0.92 30 0.91

Citra yang memiliki nilai peluang lebih kecil dari nilai peluang kelasnya tidak akan terpilih untuk dijadikan data latih dan data uji. Data latih yang digunakan masing-masing kelas digunakan sebanyak 29 citra. Data uji yang digunakan masing-masing kelas memiliki jumlah yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah Citra Uji Tiap Kelas

Kelas Jumlah Citra Kelas Jumlah Citra Kelas Jumlah Citra

1 7 11 5 21 5

2 7 12 5 22 4

3 9 13 8 23 6

4 5 14 4 24 6

Kelas Jumlah Citra Kelas Jumlah Citra Kelas Jumlah Citra 6 6 16 6 26 7 7 6 17 5 27 4 8 3 18 9 28 5 9 5 19 7 29 2 10 6 20 5 30 7

Data citra uji yang telah ditentukan akan dilakukan optimasi menggunakan NSGA-II untuk mendapatkan nilai threshold FLBP dan operator LBP. NSGA-II menghasilkan nilai threshold FLBP dan operator LBP yang berbeda-beda walaupun dalam kelas citra yang sama.

Nilai threshold FLBP yang digunakan ialah dari 1 sampai dengan 10. Nilai threshold FLBP merupakan nilai Δpi (selisih antara piksel pusat dan piksel

tetangga) dimana jika Δpi besar maka nilai threshold FLBP akan bernilai besar

dan sebaliknya (Gambar 21).

1 -F 0 F ΔPi 1 -F 0 F ΔPi M0 M1 M0 M1 (a) (b)

Gambar 21 Nilai threshold FLBP dan Δpi , (a) nilai threshold FLBP kecil, nilai selisih kecil (b) nilai threshold FLBP besar, nilai selisih besar Operator LBP merupakan obyektif berikutnya yang menjadi pertimbangan tujuan minimalisasi dalam penentuan nilai akhir NSGA-II. Menurut Ojala (2002) operator LBP (8,1) memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan operator LBP (16,2), hal tersebut menyatakan bahwa operator LBP (8,1) dapat mengekstrak fitur dengan baik. Kecilnya ukuran blok yang digunakan pada operator LBP (8,1) membuat proses pembacaan tekstur menjadi lebih detail sehingga bisa lebih membedakan tekstur antar kelas dan memiliki waktu komputasi yang lebih kecil.

35

Hasil pengujian setiap data uji menggunakan NSGA-II dapat dilihat pada Tabel 9 dengan identifikasi berdasarkan operator serta nilai threshold FLBP. Tabel 9 Nilai threshold FLBP dan jumlah yang diidentifikasi NSGA-II pada

setiap kelas citra

Kelas Citra Threshold FLBP pada Operator LBP (8,1) Threshold FLBP pada Operator LBP (8,2) Jumlah Benar/ Jumlah Citra Akurasi 1 2, 3, 8, 10 - 7/7 100 2 7 10 7/7 100 3 2, 5, 8, 9 2, 10 9/9 100 4 6,8,9 - 4/5 80 5 3,10 10 4/6 66.67 6 4,5,8 2,10 6/6 100 7 5,8 9,10 6/6 100 8 5,7,10 - 3/3 100 9 4,9,10 10 5/5 100 10 7,8 2,9,10 6/6 100 11 10 10 3/6 60 12 3,5,7,8 - 4/5 80 13 4, 8, 9,10 - 4/8 50 14 2 2,10 3/4 75 15 2,5,7 10 6/10 60 16 7,9 2,9 6/6 100 17 2,5 7,9,10 5/5 100 18 3,7,8 2 5/9 55.56 19 2,9 9,10 6/7 85.71 20 2,4,5,6,7 - 5/5 100 21 6 2,10 4/5 80 22 2,6,10 - 3/4 75 23 8,9 2 5/6 83.33 24 9 2,10 3/6 50 25 2,5,6,9 - 4/7 57.14 26 10 2,4 5/7 71.43 27 5 2 3/4 75 28 2,7,8 2,8 5/5 100

Kelas Citra Threshold FLBP pada Operator LBP (8,1) Threshold FLBP pada Operator LBP (8,2) Jumlah Benar/ Jumlah Citra Akurasi 29 7 10 2/2 100 30 8,9 2,10 5/7 71.43

Pada Tabel 9 nilai threshold dan operator LBP merupakan nilai yang teridentifikasi benar oleh sistem. Pemilihan nilai threshold FLBP dan operator LBP menggunakan NSGA-II pada identifikasi tumbuhan obat mampu menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik, terlihat banyaknya kelas yang teridentifikasi 100%. Persentase akurasi yang dimiliki untuk pengujian data sebesar 66.3% untuk penggunaan operator LBP (8,2) dan nilai threshold FLBP F = 4, sedangkan menggunakan pemilihan operator LBP dan nilai threshold FLBP yang dilakukan metode NSGA-II memiliki persentase akurasi sebesar 82.54%. Hal ini membuktikan bahwa berbedanya nilai threshold FLBP dan operator LBP tiap citra mempengaruhi persentase akurasi yang dimiliki dengan adanya peningkatan sebesar 16%.

Perbandingan persentase akurasi operator LBP dan nilai threshold FLBP tetap dengan pemilihan operator LBP dan threshold FLBP menggunakan NSGA- II dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Perbandingan akurasi FLBP dan FLBP + NSGA-II

Penentuan histogram FLBP dipengaruhi kandungan nilai piksel yang dimiliki citra dan perbedaan antar kandungan nilai piksel yang dikenal dengan nilai threshold. Tabel 9 menjelaskan bahwa setiap kelas citra memiliki nilai threshold FLBP yang berbeda untuk dilakukan proses identifikasi. Perbedaan nilai threshold dapat dipengaruhi oleh variasi citra antar kelas, dari perbedaan

0  100 

1  2  3  4  5  6  7  8  9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 

Perbandingan Akurasi 

FLBP dan FLBP+NSGA‐II 

37

komposisi pencahayaan yang dapat mempengaruhi kandungan nilai, serta kualitas kamera yang digunakan.

Variasi nilai threshold hasil NSGA-II sangatlah beragam, dengan analisa penentuan yaitu dengan besar atau kecilnya rentang fuzzy. Kelas 2 hanya menggunakan dua nilai threshold FLBP yaitu F = 7 dan F = 10, yang menjelaskan bahwa rentang nilai threshold FLBP yang digunakan besar. Besarnya nilai threshold dalam suatu citra menjelaskan bahwa perubahan nilai kandungan piksel citra memiliki perbedaan yang bernilai besar. Perbedaan kandungan nilai piksel yang besar memiliki arti nilai kontras citra yang tinggi. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai threshold dan kontras citra berbanding lurus. Contoh lain yang kontras citra uji yang berbanding lurus dengan nilai threshold FLBP ditunjukan pada Tabel 10.

Tabel 10 Contoh hasil variabel obyektif nilai threshold FLBP NSGA-II Citra Nilai Threshold FLBP

7

10

2

 

10

Konsep lainnya mengenai nilai threshold ialah jika citra tersebut memiliki kandungan nilai yang seragam serta tekstur yang homogen maka akan lebih baik menggunakan nilai threshold yang kecil. Hasil penentuan nilai threshold lainnya ialah Kelas 11 dimana memiliki nilai threshold yang besar yaitu F = 10 untuk identifikasi yang benar, sedangkan sisa citra uji yang lain menggunakan F = 8 dan F = 2 tidak teridentifikasi secara benar. Citra pada kelas 11 memiliki kandungan nilai yang hampir seragam secara keseluruhan akan tetapi untuk warna tulang daun yang putih serta kebanyakan citra memiliki warna kuning dibagian tertentu (Gambar 23). Hal tersebutlah yang mengakibatkan lebih baik

menggunakan nilai threshold yang besar untuk mengantisipasi perubahan warna yang signifikan dari citra.

Gambar 23 Citra Kelas 11 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Hasil lain yang teridentifikasi benar ialah kelas 7, Pegagan (Centella asiatica,(Linn), Urban). Kelas ini menggunakan rentang nilai thresholdo besar, akan tetapi pada kenyataannya kandungan nilai citra memiliki nilai seragam dan tekstur homogen, yang seharusnya menggunakan threshold kecil. Kelas lainnya yang memiliki rentang threshold yang besar dengan nilai citra homogen dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24 Citra homogen dengan nilai threshold besar.

Kandungan nilai piksel yang seragam pada suatu citra menyatakan bahwa tekstur yang dimiliki tidak terlalu kompleks. Sedangkan kandungan nilai yang beragam menyatakan bahwa citra tersebut memiliki tekstur yang kompleks. Berdasarkan Tabel 9 pemilihan operator LBP yang tepat dapat mempengaruhi nilai akurasi pada sistem identifikasi. Terlihat pada kelas 23 (Remak Daging) yaitu Gambar 25 yang awalnya memiliki akurasi sebesar 30% menggunakan operator LBP (8,2), mengalami peningkatan sebesar 53.33% dengan operator LBP (8,1).

Kelas 23

Remak Daging (Excecaria bicolor

Hassk)

Gambar 25 Jenis tumbuhan obat kelas 23 Remak Daging.

Perbedaan pemilihan operator dapat terlihat pada Tabel 11. Citra yang memiliki tekstur komplek memerlukan operator LBP kecil, sedangkan jika citra

39

memiliki keseragaman tekstur maka operator LBP yang lebih besar menjadi pilihan yang lebih tepat.

Tabel 11 Nilai operator LBP yang berbeda dalam kelas yang sama. Citra Operator LBP Citra Operator LBP

(8,1)

(8,1)

(8,1)

(8,1)

(8,2)

(8,1)

(8,2)

(8,2)

(8,1)

(8,2)

Kelas citra yang dominan menggunakan operator LBP yang besar ialah kelas 21 (Nanas Kerang, Rhoeo discolor (L.Her) Hance), dimana kelas tersebut memiliki warna yang seragam, serta tekstur yang homogen. Kelas citra lainnya ialah kelas 10 (Iler, Coleus scutellarioides, Linn, Benth), kelas 17 (Mangkokan, Nothopanax scutellarium Merr.), dan kelas 26 (Cincau Hitam, Mesona Palustris) dominan menggunakan operator LBP yang berukuran besar yaitu (8,2). Citra kelas tersebut dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26 Kelas citra menggunakan dominan operator LBP (8,2)

Nilai operator LBP yang dihasilkan NSGA-II bisa juga hanya memiliki satu nilai saja seperti pada kelas 1, kelas 4, kelas 8, kelas 12, kelas 13, kelas 20, kelas 22, dan kelas 25 yang menggunakan operator (8,1). Kecilnya nilai operator yang

menyatakan semakin detail dalam pembacaan fitur dari citra tidak menjamin dapat mengidentifikasi dengan benar, hal tersebut terlihat pada kelas 13 yang memiliki akurasi kelas sebesar 50%. Citra kelas 13 memiliki tekstur daun yang halus dan licin terlihat mengkilapnya daun ketika terdapat cahaya. Hal tersebut yang mempersulit pembacaan tekstur walaupun menggunakan operator yang kecil, faktor kandungan nilai piksel dikarenakan pantulan cahaya dari daun.

Threshold FLBP dan operator LBP hasil NSGA-II dijadikan parameter ekstraksi untuk identifikasi citra. Hasil ekstraksi kemudian diklasifikasi menggunakan PNN dengan pengambilan nilai PNN yang maksimum sebagai penentuan identifikasi. NSGA-II menggunakan nilai PNN sebagai penentu akurasi yang tinggi. Contoh citra yang teridentifikasi benar dengan peluang tinggi yaitu pada kelas 9 (Kemangi) (Tabel 12).

Tabel 12 Contoh kelas 9 (Kemangi) yang diidentifikasi

Operator LBP Threshold FLBP Nilai PNN

1 3 0.94

2 10 0.96

1 10 0.96

1 9 0.96

1 9 0.96

Nilai PNN tidak menjadi acuan utama citra teridentifikasi dengan benar. Tingginya nilai PNN bisa menjadi tingginya peluang kesalahan dalam identifikasi. Contoh citra yang memiliki peluang tinggi yaitu kelas 13 (Gadung China) akan tetapi teridentifikasi ke kelas yang salah (Tabel 13).

Tabel 13 Contoh kelas 13 (Gadung China) yang diidentifikasi Citra Nilai PNN Identifikasi

0.89

Gadung Cina

0.91

Jambu Biji

Pada Tabel 13 menjelaskan bahwa tidak semua peluang tinggi dapat mengidentifikasi dengan benar. Nilai PNN dengan peluang lebih kecil dapat mengidentifikasi dengan benar.

41

Nilai threshold, operator LBP, dan Nilai PNN merupakan kombinasi acuan dari hasil NSGA-II. Ketiganya memiliki pengaruh yang sama, dimana ingin meminimum serta memaksimumkan nilai masing-masing. Maka dari itu NSGA-II akan menentukan nilai threshold, serta operator LBP setiap citra uji yang seminimum mungkin dan memiliki nilai peluang yang semaksimal mungkin. Kombinasi hasil NSGA-II dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Kombinasi hasil NSGA-II

Operator LBP Threshold FLBP Nilai PNN

1 3 0.94

1 10 0.96

Telihat pada Tabel 14 pada baris pertama hasil NSGA-II memiliki nilai threshold yang minimum, serta menggunakan operator yang paling kecil yaitu (8,1), dan memiliki nilai PNN yang tinggi. Sedangkan untuk baris kedua, memiliki nilai threshold FLBP yang maksimum, akan tetapi nilai PNN memiliki nilai yang lebih tinggi dari baris pertama, sehingga kombinasi dari ketiganya memiliki kesimbangan peluang optimalisasi yang sama.

Dokumen terkait