• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

4.2. Pengujian Asumsi Klasik

4.2.3. Pengujian Heterokedastisitas

Pengujian asumsi heterokedastisitas menyimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi heterokedastisitas. Dengan kata lain terjadi kesamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Kesimpulan ini diperoleh dengan melihat penyebaran titik-titik yang menyebar secara acak pada gambar dibawah ini, baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, dan tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas.

Gambar 2 4 2 0 -2 -4

Regression Standardized Predicted Value

4 2 0 -2 -4 Reg re ssio n Stud en tize d Res idu al Dependent Variable: Y Scatterplot 4.3. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa model sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.

Hipotesis yang akan diuji adalah pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM, dan Perangkat Pendukung terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006”.

Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4

RINGKASAN PENGUJIAN HIPOTESIS Unstandardized Coefficient Standardized Coefficient Model Std Error Beta t Sig Constant 1.725 .748 2.306 .024 X1 -.103 .138 -.077 -.743 .460 X2 .200 .092 .225 2.174 .033 X3 .242 .082 .309 2.943 .004 X4 .262 .084 .325 3.135 .003 R = 0,538 R2 = 0,289 Adjusted R2 = 0,247 F = 6.819 Sig. F = 0,000

Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independent variabel dengan dependent variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,538, hal ini menunjukkan bahwa variabel Regulasi

Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung mempunyai hubungan yang kuat dengan keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006

Sedangkan nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependent. Nilai R2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel dependent sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel dependent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependent. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Kelemahan yang mendasar dengan penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah independent variabel yang dimasukkan dalam model. Setiap ada pertambahan satu independent variabel, maka R2 pasti meningkat, tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variabel. Oleh karena itu, beberapa peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi (Ghozali, 2003).

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini menggunakan data Adjusted R2 . Nilai Adjusted R2 sebesar 0,247 mempunyai arti bahwa variabel dependent mampu dijelaskan oleh variabel independent sebesar 24,7%. Dengan kata lain 24,7 % perubahan dalam keberhasilan penerapan Permendagri 13 tahun 2006 mampu dijelaskan variabel Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung,

dan selebihnya sebesar 75,3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.

Nilai F dapat digunakan untuk menilai goodness of fit suatu model penelitian. Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Dengan kata lain, model regresi layak dipakai untuk memprediksi tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 berdasarkan masukan variabel Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung.

Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh Regulasi, Komitmen, SDM dan Perangkat Pendukung secara bersama-sama terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model penelitiannya adalah sebagai berikut:

Y= 1.725 – 0.103 X1 + 0.200 X2 + 0.242 X3 + 0.262 X4 + e Dimana: X1 = Regulasi X2 = Komitmen X3 = SDM X4 = Perangkat Pendukung

Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Regulasi menunjukkan angka negatip, berarti bahwa hubungan antara Regulasi dan

keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 negatip, yaitu semakin sering perubahan peraturan dilakukan oleh pemerintah maka akan menurunkan tingkat keberhasilan penerapannya dari peraturan tersebut dalam hal ini adalah Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini sesuai dengan logika yang ada dimana semakin sering perubahan dilakukan maka akan semakin kecil tingkat keberhasilan penerapannya. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak signifikan yang berarti hubungan antara regulasi dan keberhasilan yang negatip tersebut tidak dapat diterima Sedangkan koefisien dari variabel Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung yang positip memberi makna bahwa semakin tinggi komitmen dan semakin banyak SDM yang berkualitas serta didukung dengan semakin banyak perangkat pendukung yang diperlukan untuk menerapkan peraturan tersebut, maka akan semakin besar tingkat keberhasilan dari penerapan peraturan Permendagri 13 Tahun 2006.

4.4. Pembahasan

Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka setiap pemerintah daerah harus dapat mempersiapkan diri untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut.

Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah yang merupakan

bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses pengelolaan keuangan daerah secara keseluruhan. Sedangkan keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Permendagri 13, maka setiap pemerintah daerah diharuskan untuk melakukan pembenahan diri baik dalam hal SDM maupun dalam hal lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tersebut. Faktor yang diduga sangat mempengaruhi keberhasilan Permendagri 13 dibedakan atas faktor yang bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah dan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah. Faktor yang bisa dikendalikan adalah Komitmen, SDM dan Perangkat pendukung. Sedangkan faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah daerah adalah Regulasi yaitu perubahan peraturan yang terjadi begitu cepat.

Adanya komitmen dari anggota organisasi untuk melakukan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 akan lebih mempercepat keberhasilan penerapan peraturan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan, yaitu komitmen berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13. Jika diamati bahwa tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 relatif rendah, hal ini terbukti bahwa penyelesaian proses penyusunan APBD selalu melewati kalender anggaran demikian juga dalam hal penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. hingga awal Agustus Laporan Keuangan Semester I belum selesai disusun. Jika

dilihat deri fenomena ini dan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa komitmen anggota organisasi dari pemerintah daerah masih rendah dalam hal melaksanakan Permendagri 13 Tahun 2006 ini. Ada beberapa faktor yang mereka kemukakan mengapa mereka tidak tertarik untuk mempelajari peraturan yang baru diantaranya adanya perubahan peraturan yang begitu cepat dan sangat berbeda dengan peraturan sebelumnya. Contohnya, klasifikasi pendapatan, belanja dan kode rekeningnya yang berbeda antara Permendagri 13 Tahun 2006 dengan peraturan sebelumnya, begitu juga dalam hal penatausahaan pengelolaan keuangan, mulai dari pembukuan, verifikasi dan pelaporan.

Berdasarkan alasan tersebut, seharusnya dapat disimpulkan bahwa regulasi juga sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006, tetapi hasil penelitian ini menyimpulkan berbeda. Ada dugaan bahwa regulasi bukan sebagai variabel independent yang secara bersama-sama mempengaruhi tingkat keberhasilan penerapan peraturan tersebut tetapi sebagai moderating variabel yang saling berinteraksi dengan variabel bebas lainnya dalam mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 tersebut.

SDM merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, dapat disimpulkan bahwa SDM sangat berperan dalam mencapai keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini mendukung hasil penelitian yang

dilakukan yaitu SDM secara signifikan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hasil uji t yaitu uji secara parsial terhadap variabel ini, mendapatkan bahwa nilai signifikansi dari t hitung adalah lebih kecil dari 0.05.

Berdasarkan hasil amatan terhadap objek penelitian, sebahagian besar SDM yang ditempatkan dalam usaha untuk menerapkan permendagri 13 memiliki jenjang pendidikan yang rendah dan tidak mempunyai latar belakang akuntansi, sehingga dalam melaksanakan fungsi pelaporan yaitu dalam hal menyusun laporan keuangan daerah masing-masing SKPD memiliki keterbatasan sumber daya. Menurut Permendagri 13, mulai Tahun 2007, setiap SKPD diharapkan menyusun laporan keuangan untuk masing-masing SKPD yang nantinya akan dikonsolidasi oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Laporan keuangan yang harus disiapkan masing-masing SKPD adalah:

1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca

3. Catatan atas Laporan Keuangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sebahagian kepala SKPD, faktor yang paling dominan yang menghambat keberhasilan penerapan Permendagri 13 adalah SDM yang ada di setiap SKPD. Dari segi kuantitas mereka tidak kekurangan SDM tetapi dari segi kualitas, mereka sangat kekurangan.

Mereka meyakini bahwa masalah SDM yang berkualitas rendah dalam hal penerapan permendagri 13 ini bukan hanya dihadapi oleh daerah mereka, tetapi juga dihadapi oleh sebahagian besar daerah-daerah lain yang ada di Indonesia.

Disamping SDM, tingkat keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006 ini juga dipengaruhi oleh ketersediaan perangkat pendukung seperti komputer dan perangkat lainnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa perangkat pendukung secara signifikan mempengaruhi keberhasilan penerapan Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini dapat dilihat dari uji secara parsial dimana nilai signifikansi dari t hitung dari variabel ini lebih kecil dari 0.05.

Dokumen terkait