• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. METODE PENELITIAN

2. Penelitian Utama

2.2. Pengujian Karakteristik Sabun Transparan

Tabel 3. Formulasi Sabun Transparan Modifikasi Cognis (2003)

Bahan Komposisi (%)

Formulasi 1 Formulasi 2 Formulasi 3

Asam stearat 6.80 6.60 6.40 Minyak kelapa 19.80 19.60 19.40 Minyak jarak 6 6 6 NaOH 30% 20.10 19.90 19.70 Gliserin 9.80 9.60 9.40 Etanol 15 15 15 Gula 13.80 13.60 13.40 Dietanolamida (DEA) 1 1 1 NaCl 0.2 0.2 0.2 Air 6.5 6.5 6.5 Ekstrak lengkuas 1 2 3

2.2.Pengujian Karakteristik Sabun Transparan

Analisis yang dilakukan terhadap sabun yang dihasilkan meliputi sifat kimia yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994) yaitu kadar air dan zat menguap, jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam alkohol, alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk. Adapun kriteria mutu Standar Nasional Indonesia sabun mandi (SNI 06-3532-1994) dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu sabun mandi (SNI 06-3532-1994)

No. Jenis Uji Standar

1 Jumlah asam lemak, % (b/b) Min 70,0 2 Kadar tak tersabunkan, % (b/b) Maks 2,5 3 Kadar alkali bebas dihitung

sebagai NaOH, % (b/b)

Maks 0,1

4 Kadar air dan zat menguap, % (b/b)

Maks 15,0

5 Minyak mineral Negatif

6 Bahan tak larut dalam alkohol, % (b/b)

Maks 2,5

2.3.Efektivitas Sabun Transparan Anti jamur Terhadap Jamur Uji Efektivitas sabun anti jamur terhadap jamur uji ini dilakukan dengan menentukan aktivitas anti jamur sabun yang mengandung ekstrak lengkuas terhadap jamur uji. Penentuan aktivitas anti jamur dilakukan dengan melihat kemampuan sabun anti jamur dapat menghambat pertumbuhan jamur uji penyebab dermatofitosis yaitu M. canis dan T. mentagrophytes.

Biakan jamur digoreskan pada cawan petri yang telah diisi dengan agar Sabouraud sebagai media. Setelah itu dibuat lubang dengan diameter 5 mm kemudian bahan yang akan diuji dimasukkan kedalam lubang tersebut sampai terisi penuh. Agar yang telah diisi dengan bahan uji kemudian diinkubasi selama 5 hari didalam inkubator pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi, aktivitas anti jamur dapat diamati. Aktivitas anti jamur ditentukan dengan mengukur diameter hambat yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar lubang.

Pengujian terhadap jamur uji dilakukan pada produk serta sabun transparan dengan pengenceran 1000 ppm, 3000 ppm dan 5000 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas anti jamur dari sabun transparan yang dihasilkan terhadap M. canis dan T. mentagrophytes. C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal yang dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor yang dikaji adalah persentase ekstrak lengkuas dalam formulasi sabun transparan. Konsentrasi ekstrak lengkuas yang digunakan terdiri dari tiga taraf yaitu 1%, 2% dan 3%. Model rancangan percobaannya (Sudjana, 1994) adalah sebagai berikut :

Yij = μ + Ai +

ε

i(j)

Dimana :

Yij = variabel yang akan dianalisis pada ulangan ke-j (j=1,2) μ = Rata – rata secara sebenarnya (nilai tengah populasi) Ai = Pengaruh pelarut pembawa pada taraf ke-i (i =1,2,3)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Mutu Bahan Baku

Lengkuas yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lengkuas merah yang berumur panen kurang lebih 11 bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999), diketahui bahwa lengkuas merah memiliki daya antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan lengkuas putih. Hal ini yang mendasari penggunaan lengkuas merah sebagai bahan baku pembuatan sabun transparan anti jamur pada penelitian yang dilakukan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kholid (2000), membuktikan bahwa lengkuas pada umur panen 11 bulan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan lengkuas yang berumur panen 4 bulan. Selain itu, aktivitas antimikroba lengkuas berumur 11 bulan juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar serat, minyak atsiri dan tingkat kepedasan (pungency) meningkat sesuai dengan tingkat umur lengkuas setelah penanaman. Tingkat kepedasan ditentukan oleh metil sinamat, sineol, kamfer, α-pinen, galangin dan eugenol (Darwis et al., 1991). Bahan baku lengkuas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Bubuk lengkuas

Mutu suatu produk dipengaruhi oleh mutu dari bahan bakunya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui mutu bahan baku lengkuas. Analisis yang dilakukan mengacu pada standar Materia Medika

Indonesia II (1978). Pada Tabel 5 dapat diketahui hasil analisis mutu terhadap bahan baku lengkuas.

Tabel 5. Hasil Analisis Mutu Bahan Baku

Spesifikasi Hasil Analisis (%)

Kadar Air 7.80

Kadar abu 9.12

Kadar abu tidak larut dalam asam 2.93 Kadar sari larut dalam air 31.22 Kadar sari larut dalam etanol 21.6

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air bahan baku lengkuas adalah 7.80%. Nilai ini menunjukkan bahwa mutu bahan baku lengkuas sudah baik karena kadar airnya relatif rendah. Purseglove et al. (1981) mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini akan menyebabkan penyimpangan aroma. Selain itu, kadar air yang rendah juga dapat mengurangi kemungkinan tumbuhnya mikroba penyebab kerusakan sehingga akan memperpanjang umur simpan bahan baku lengkuas. Fardiaz et al. (1992), menyebutkan bahwa batas kadar minimal dimana mikroba dapat tumbuh adalah pada saat kadar air sebesar 14–15%.

Berdasarkan analisis, kadar abu bahan baku lengkuas yang dihasilkan sebesar 9.12%. Nilai yang diperoleh tersebut melebihi standar yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.9%. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi pada lahan tanam lengkuas. Adianto (1993) mengemukakan bahwa kandungan mineral akibat dari proses pemupukan yang dilakukan mempengaruhi kandungan mineral pada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan tanam. Kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam suatu bahan. Secara umum abu didefinisikan sebagai zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kadar abu juga menunjukkan banyaknya kandungan bahan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdiri dari garam organik (garam-garam asam mallat, oksalat,

25 asetat, pektat) dan anorganik (garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat, nitrat). Selain itu mineral juga dapat berupa persenyawaan kompleks yang bersifat organik. Adapun komponen yang pada umumnya terdapat pada senyawa organik alami antara lain fosfor, belerang, natrium, kalium, kalsium, magnesium, besi mangan dan lain-lain (Wiratakusumah et al., 1989).

Berdasarkan analisis diperoleh kadar abu tidak larut asam bahan baku lengkuas sebesar 2.93%. Nilai ini memenuhi standar yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 3.7%. Anonim (1998) menyebutkan bahwa analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mineral yang tidak larut dalam asam. Pada umumnya abu yang tidak larut asam adalah silika dan pasir. Nilai kadar abu tidak larut asam yang rendah pada bahan baku lengkuas menunjukkan bahwa hanya sedikit jumlah mineral yang tidak larut dalam asam. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya jumlah mineral pada lengkuas pada saat proses pencucian yang berulang-ulang. Pada saat proses pencucian kandungan mineral terlarut dan terbuang bersama air pencuci menyebabkan berkurangnya kandungan mineral dalam lengkuas.

Nilai kadar sari larut dalam alkohol yang dihasilkan adalah sebesar 21.6%. Nilai ini sesuai dengan standar baku yaitu harus lebih dari 1.7%. Begitu juga dengan nilai kadar sari larut dalam air sebesar 31.22% yang berada dalam standar yang ditentukan harus lebih besar 5.2%. Gupta (1999) dalam Hezmela (2006) menerangkan bahwa kadar sari larut dalam alkohol dan kadar sari larut dalam air dilakukan untuk mengetahui jumlah zat berkhasiat yang dapat larut dalam suatu pelarut baik alkohol maupun air. Semakin tinggi nilai kadar sari yang larut dalam air atau alkohol maka semakin tinggi pula kandungan zat berkhasiat didalamnya.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa nilai kadar sari larut dalam air lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari larut dalam alkohol. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, bahan berkhasiat dalam lengkuas lebih mudah larut didalam air dibandingkan didalam alkohol. Namun, komponen aktif yang berfungsi sebagai anti jamur merupakan bahan yang larut dalam alkohol. Hal ini dijelaskan oleh Winholz et al.

(1983) bahwa komponen anti jamur sebagian besar dapat larut dalam alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, dan kuersetin.

2. Ekstraksi

Pada umumnya, komponen bioaktif rempah-rempah terdapat pada minyak atsiri dan oleoresin. Untuk memperoleh zat aktif yang berfungsi sebagai anti jamur dari lengkuas dapat diperoleh dengan proses ekstraksi. Ekstraksi ini dijelaskan oleh Walton dan Brown (1998) sebagai suatu cara untuk memperoleh bagian yang diinginkan pada suatu bahan. Proses ekstraksi diawali kontak antara pelarut dengan permukaan bahan. Selanjutnya molekul pelarut memasuki bagian dalam sel dan mengakibatkan kerusakan sel. Pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel ini akan menyebabkan pembengkakan protoplasma sel sehingga bahan yang terkandung dalam sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya.

Proses ekstraksi yang dilakukan untuk memperoleh zat aktif lengkuas pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin yang pada prosesnya tidak dilakukan dengan pemanasan. Metode ini dipilih untuk menghindari kerusakan bahan aktif dalam lengkuas ketika dilakukan ekstraksi tersebut. Selain itu, metode ini juga dipilih karena proses ekstraksi yang dilakukan relatif mudah dan sederhana. Proses ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan dengan merendam bahan baku lengkuas dalam pelarut dengan perbandingan dan waktu tertentu. Pada penelitian ini, maserasi dilengkapi dengan pengadukan sehingga diharapkan ekstraksi dapat berlangsung dengan optimal.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi adalah ketepatan dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas

27 tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut (Houghton dan Raman, 1998).

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat 60%. Pelarut ini dipilih karena kemampuannya melarutkan zat-zat aktif dalam lengkuas. Salah satu zat aktif lengkuas adalah 1-asetoksi khavikol asetat (ACA) yang telah dibuktikan memiliki kemampuan sebagai zat anti jamur dan ACA larut dalam pelarut semipolar seperti etil asetat. Sebagian besar komponen aktif dari lengkuas bersifat polar sehingga diharapkan pelarut ini diharapkan mampu mengesktrak komponen aktif yang diinginkan.

Proses ekstraksi pada penelitian ini digunakan bahan dan pelarut dengan perbandingan 1 : 10. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan proses ekstraksi sehingga diperoleh ekstrak dalam jumlah yang besar. Azmi (1991) menyebutkan bahwa bahan yang terekstrak akan terus bertambah dengan penambahan pelarut sehingga semua bahan akan terekstrak sempurna. Meskipun penambahan jumlah pelarut tidak akan menambah ekstrak yang dihasilkan setelah komponen terekstrak sempurna.

Rendemen ekstrak lengkuas yang diperoleh dari proses ekstraksi adalah sebesar 24.86%. Nilai ini diperoleh dengan membagi filtrat setelah penguapan dengan banyaknya bubuk lengkuas yang digunakan pada proses ekstraksi kemudian dibagi dengan 100%. Jumlah rendemen yang diperoleh biasanya dipengaruhi oleh kondisi bahan, perlakuan pendahuluan (pencucian, pemotongan, pengeringan dan penggilingan), dan kondisi ekstraksi.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, penggilingan sebagai perlakuan pendahuluan akan menghasilkan ukuran partikel tertentu. Walton dan Brown (1998) mengemukakan bahwa ukuran partikel bahan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan dari suatu ukuran partikel. Ukuran partikel bahan baku yang digunakan adalah 50 mesh sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan proses ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel, semakin banyak sel-sel yang dipecahkan, semakin besar luas bidang kontak antara bahan dengan pelarut sehingga akan meningkatkan difusi

komponen aktif keluar sel. Selain itu, semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar kecepatan mencapai kesetimbangan sistem. Hal ini dapat menyebabkan bahan dengan ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan ekstrak yang lebih besar pada waktu ekstraksi yang sama.

3. Analisis Mutu Ekstrak Lengkuas

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui mutu dari ekstrak lengkuas tersebut. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari ekstrak sebelum diaplikasikan dalam produk. Adapun hasil dari analisis ekstrak lengkuas disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Ekstrak Lengkuas Kasar

Spesifikasi Hasil Analisis

pH 4.31

Sisa Pelarut 10.65%

Kelarutan dalam Alkohol 80 % 1 : 30

Ekstrak lengkuas yang dihasilkan memiliki pH sebesar 4.31. Nilai pH ini diukur sebagai derajat keasaman suatu bahan dan berdasarkan nilai tersebut ditunjukkan bahwa ekstrak lengkuas bersifat asam. Nilai pH ini kemungkinan dapat menurunkan pH sabun transparan yang cenderung bersifat basa pada saat ekstrak lengkuas diaplikasikan kedalam sabun transparan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai sisa pelarut adalah sebesar 10.65%. Analisis sisa pelarut terhadap ekstrak lengkuas dilakukan untuk mengetahui jumlah pelarut yang masih tersisa atau belum menguap dari ekstrak. Sisa pelarut pada ekstrak lengkuas belum memiliki standar baku. Namun dalam Farrell (1990), menyebutkan bahwa sisa pelarut yang diperbolehkan dalam Federal Food, Drug and Cosmetic Act adalah 30 ppm. Nilai yang diperoleh dari analisis setara dengan 106.500 ppm dan berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai sisa pelarut ekstrak lengkuas masih relatif tinggi.

Hustiyani (1994) mengemukakan bahwa tingginya sisa pelarut pada ekstrak dapat disebabkan karena pelarut mampu mengekstrak lebih banyak komponen yang dikandung oleh minyak atsiri, sehingga pelarutnya lebih

29 banyak yang terikat dengan komponen minyak atsiri tersebut. Pelarut yang terikat dengan komponen minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan komponen yang tidak terikat mengakibatkan sedikitnya pelarut yang menguap pada saat proses penguapan sehingga pelarut yang tersisa relatif tinggi.

Pengujian kelarutan ekstrak lengkuas menunjukkan bahwa ekstrak dapat larut dalam alkohol 80% pada perbandingan 1 : 30. Kelarutan didefinisikan oleh Martin et al. (1993) dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada temperatur tertentu. Secara kualitatif, kelarutan didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat atau lebih untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Kelarutan dalam etanol ditunjukkan dengan perbandingan jumlah ekstrak dan jumlah etanol yang dapat melarutkan ekstrak tersebut.

Kelarutan ekstrak ditentukan oleh komponen minyak atsiri yang sebagai komponen utama ekstrak lengkuas. Guenther (1952) mengemukakan bahwa minyak atsiri dengan kandungan oxygenated hyrocarbon tinggi lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan minyak atsiri yang mengandung oxygenated hyrocarbon rendah. Kelarutan ekstrak lengkuas ini belum memiliki standar baku namun perbandingan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kelarutan minyak atsiri dalam etanol yang pada umumnya memiliki kelarutan dalam etanol dengan perbandingan yang rendah. Hal ini dapat disebabkan banyaknya komponen lain dalam ekstrak selain minyak atsiri yaitu resin. Meski demikian, perbandingan kelarutan tersebut masih dikategorikan larut dalam pelarut. Hal ini diterangkan oleh Anonim (1998) yang menyebutkan bahwa pada perbandingan 1 : 10-30, bahan masih dikategorikan larut dalam pelarutnya. Ekstrak lengkuas yang diaplikasikan pada produk sabun adalah ekstrak yang berupa serbuk. Pembuatan serbuk ini dilakukan untuk meningkatkan nilai estetika sabun transparan yang dihasilkan. Ekstrak kental tidak dapat larut dengan baik pada saat ditambahkan dalam bahan-bahan sabun. Hal ini menyebabkan sabun transparan yang dihasilkan memiliki penampakan yang kurang menarik. Ekstrak lengkuas yang

berupa serbuk memiliki kelarutan yang lebih baik ketika diaplikasikan pada sabun, sehingga sabun transparan yang dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik.

Serbuk lengkuas diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi yang pada dasarnya berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodeksrin sebesar 12%. Serbuk lengkuas diperoleh melalui proses pengeringan dengan pengering semprot (spray dryer) dan menghasilkan rendemen sebesar 19.10%.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Aplikasi Ekstrak Lengkuas dalam Pembuatan Sabun Transparan Pada pembuatan sabun transparan dilakukan penambahan ekstrak lengkuas dalam tiga tingkat konsentrasi yaitu 1%, 2% dan 3%. Konsentrasi ini dipilih berdasarkan rentang konsentrasi ekstrak lengkuas yang efektif menghambat pertumbuhan M. canis dan T. Mentagrophytes. Hezmela (2006) melakukan penelitian untuk menentukan rentang nilai konsentrasi ekstrak yang optimal untuk menghambat pertumbuhan kedua jamur uji tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rentang konsentrasi ekstrak untuk menghambat pertumbuhan M. canis adalah 0.3%-5%, sedangkan untuk T. Mentagrophytes adalah 0.5%-10%. Selain itu, pemilihan konsentrasi ekstrak lengkuas dalam sabun transparan ini juga didasarkan pada rentang konsentrasi bahan aktif sabun yang berada dipasaran.

Tahap awal dari pembuatan sabun transparan adalah mereaksikan asam stearat dengan fase asam lemak dengan NaOH. Asam stearat dilelehkan dengan pemanasan sampai asam stearat tersebut mencair. Proses pelelehan ini dilakukan untuk mempermudah terjadinya reaksi. Selanjutnya ditambahkan minyak kelapa dan minyak jarak. Minyak kelapa mengandung asam lemak dominan yaitu asam laurat sebesar 44-53% yang berfungsi untuk memadatkan dan membentuk busa yang lembut. Sedangkan asam lemak dominan yang terkandung dalam minyak jarak berperan dalam transparansi sabun.

31 Setelah asam stearat dan minyak homogen kemudian ditambahkan larutan NaOH 30% pada suhu 60-70oC. Pada saat penambahan NaOH ini adonan akan menjadi keras dan lengket yang menunjukkan terbentuknya stock sabun. Pengadukan terus dilakukan sampai homogen kemudian dilakukan penambahan gliserin sehingga pengadukan lebih mudah dilakukan. Gliserin berfungsi sebagai humektan atau pelembab dan berperan juga pada transparansi sabun. Selanjutnya dilakukan penambahan alkohol sebagai pelarut yang juga memiliki peran dalam transparansi sabun.

Proses pembuatan sabun transparan dilanjutkan dengan penambahan sukrosa secara bertahap sambil terus dilakukan pengadukan hingga sukrosa larut sempurna. Penambahan sukrosa ini menyebabkan transparansi sabun semakin terlihat karena sukrosa berperan dalam transparansi sabun. Selain itu sukrosa juga dapat memberikan kekerasan yang baik pada sabun transparan. Pada tahap ini suhu dijaga 60-70oC, begitu juga dengan pengadukan untuk menghindari penggumpalan dan karamelisasi sukrosa akibat dari proses pemanasan sehingga dapat menimbulkan warna coklat pada sabun.

Setelah sukrosa larut dan larutan menjadi homogen selanjutnya ditambahkan coco-DEA, NaCl, ekstrak lengkuas dan air. DEA berfungsi sebagai surfaktan dan penstabil busa. Sedangkan NaCl selain berperan pada proses pembusaan juga berfungsi untuk menurunkan konsentrasi elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan. Penambahan ekstrak dilakukan setelah sebelumnya dilarutkan dalam air. Pada saat penambahan ekstrak ini suhu harus dijaga maksimal 40oC untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada komponen bioaktif lengkuas. Pengadukan terus dilakukan sampai semua bahan homogen. Selanjutnya sabun dituangkan dalam cetakan dan didiamkan selama ± 24 jam pada suhu ruang. Sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Sabun transparan anti jamur dengan berbagai konsentrasi ekstrak lengkuas

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan menentukan keberhasilan dalam pembuatan sabun transparan yaitu pengadukan dan suhu. Pengadukan sedapat mungkin dilakukan dengan kecepatan konstan dan suhu harus selalu dijaga maksimal 80oC. Pengadukan yang terlalu lambat dan suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan penggumpalan. Sedangkan pengadukan yang terlalu cepat dan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya pembentukan busa yang berlebihan.

2. Karakteristik Sabun Transparan

Pengujian karakteristik sabun transparan dilakukan untuk mengetahui mutu sabun yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan merupakan sifat kimia dan fisik antara lain kadar air dan zat menguap, jumlah asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, bahan tak larut dalam alkohol, bahan tidak larut dalam alkohol, kadar alkali bebas yang dihitung sebagai kadar NaOH, minyak mineral ditambah dengan pengukuran nilai pH, kestabilan busa, dan kestabilan emulsi serta kekerasan produk.

a. Kadar Air

Pengukuran kadar air pada sabun transparan menghasilkan kisaran nilai 17.44%-17.46%. Nilai kadar air sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% secara berurutan adalah 17.44%, 17.46% dan 17.46%. Sedangkan kadar air pada sabun pembanding (Deo Transparan) adalah sebesar 24.18%. Rekapitulasi data hasil analisis kadar air disajikan pada Lampiran 13a.

33 Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 10b) diketahui bahwa kadar air tidak berbeda nyata terhadap perubahan konsentrasi ekstrak lengkuas pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05). Hal ini menunjukkan bahwa faktor konsentrasi ekstrak lengkuas tidak mempengaruhi kadar air sabun transparan yang dihasilkan. Kadar air ini tidak dipengaruhi oleh ekstrak lengkuas karena konsentrasi ekstrak yang ditambahkan relatif rendah dan tidak terlalu berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Pengukuran kadar air pada sabun dilakukan untuk mengetahui jumlah air dalam sabun berkaitan dengan efisiensi pada saat pemakaian. Berdasarkan syarat mutu SNI (1994) ditetapkan bahwa kadar air sabun batangan memiliki batas yaitu maksimal 15%. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar sabun transparan yang dihasilkan lebih tinggi dari standar mutu yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam sabun masih cukup tinggi. Spitz (1996), menyebutkan bahwa banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut pada saat digunakan.

b. Jumlah Asam Lemak

Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 11a) diketahui bahwa jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun transparan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 1%, 2% dan 3% berturut-turut adalah 41.89%, 36.64%, dan 35.72%. Analisis jumlah asam lemak juga dilakukan terhadap sabun pembanding (Deo Transparan) sebesar 49.11%. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas terhadap jumlah asam lemak pada sabun transparan.

Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan jumlah asam lemak

Jumlah asam lemak dalam sabun ditentukan dalam SNI (1994) minimal sebesar 70%. Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini dimaksudkan untuk mengefisienkan proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi biasanya ditambahkan untuk memberi bentuk yang kompak dan padat,

Dokumen terkait