• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.8 Metode Pengujian Mekanisme Penggerak Dua Axis

3.8.4 Pengujian Ketegaklurusan

Pengujian ketegakluruan komponen yang membentuk siku terhadap komponen yang lain, apakah sudah sesuai sudut 90° atau belum karena apabila tidak tegak lurus maka hasil yang diperoleh sudut akan menyimpang dari yang diharapkan, pada saat melakukan perakitan apabila antara komponen yang satu dengan yang lain tidak siku maka akan terjadi penyimpangan sudut atau kemiringan, seperti pada gambar 3.36.

Gambar 3-26 Pengujian ketegaklurusan saat melakukan perakitan

Sumbu X dengan sumbu Y pada mekanisme ini harus membentuk sudut 900 karena itulah pengujian ketegaklurusan dilakukan pada mekanisme ini terhadap bidang permukaan meja rata. Pengujian ketegaklurusan sumbu X dengan sumbu Y ini dilakukan pada LM block, komponen bawah sebagai sumbu X dengan LM block terhadap bidang permukaan meja rata, bagian atas sebagai sumbu Y terhadap bidang permukaan meja rata dengan menggunakan alat ukur busur bilah (bevel protractor) yang digunakan sebagai alat bantu dalam pengujian ketegaklurusan, seperti pada gambar 3.37.

Gambar 3-27 Pengujian ketegaklurusan LM block terhadap meja rata pada sumbu X dan Y

42

Bab 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pendahuluan

Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui unjuk kerja dari mekanisme penggerak nosel dua axis yang telah dibuat seperti pada gambar 4.1, sudah sesuai dengan perancangan dan nilai toleransi kelurusan, kesejajaran dan ketegaklurusan yang diijinkan < 0,1 mm seperti pada gambar 4.12, sehingga dilakukan suatu pembahasan lebih lanjut data-data yang diperoleh dari masing masing pengujian.

Gambar 4-1 Hasil perakitan mekanisme dua axis

4.2 Data Hasil Pengukuran

Dari beberapa tahapan pengujian yang telah dilakukan, seperti pada gambar (gambar 4.2, gambar 4.4, gambar 4.6, gambar 4.8 dan gambar 4.10), pada mekanisme penggerak nosel dua axis ini maka diperoleh data-data hasil pengukuran yang dapat diketahui dari tabel-tabel dibawah, ada pun jenis pengukuran yang dilakukan yaitu, kelurusan sumbu X,Y, kesejajaran antara X

pertama dan X kedua, ketegaklurusan sumbu X, Y bisa diketahui dengan melakukan pengukuran kelurusan terhadap sumbu tersebut yang menghasilkan data (tabel 4.1, tabel 4.2, tabel 4.3, tabel 4.4 dan tabel 4.5) yang digunakan untuk membuat grafik, seperti pada gambar (gambar 4.3, gambar 4.5, gambar 4.7, gambar 4.9 dan gambar 4.11).

4.2.1 Hasil Pengujian Kelurusan Sumbu X dan Sumbu Y

Kelurusan sumbu X dan sumbu Y bisa ditentukan dari nilai pergeseran maksimum pengukuran dikurangi dengan nilai pergeseran minimum pengukuran.

Pada data hasil pengukuran kelurusan gerak per 5 mm pada sumbu X (L = 0-200 mm), setelah dilakukan pengujian didapat bahwa nilai pergeseran maksimum sebesar 10 mikron dan pergeseran minimum sebesar -10 mikron pada sumbu X pertama seperti pada gambar 4.2. pergeseran maksimum sebesar 10 mikron dan pergeseran -10 mikron pada sumbu X kedua seperti pada gambar 4.4. Pada data hasil pengukuran kelurusan per 5 mm pada sumbu Y (L = 0-200 mm), setelah dilakukan pengujian didapat bahwa nilai pergeseran maksimum sebesar 10 mikron dan pergeseran minimum sebesar -10 mikron untuk lebih jelasnya lihat tabel 4.1.

Tabel 4-1 Nilai kelurusan sumbu X dan kelurusan sumbu y

Sumbu melebihi 0,1 mm yang berarti ketidaklurusan < 0,1 mm.

4.2.2 Hasil Pengujian Kesejajaran Sumbu X Pertama dan X Kedua

Kesejajaran sumbu X pertama dan sumbu X kedua bisa ditentukan dari nilai pergeseran maksimum pengukuran dikurangi dengan nilai pergeseran

minimum pengukuran. Pada data hasil pengukuran kelurusan gerak per 5 mm pada sumbu X (L = 0-200 mm) setelah dilakukan pengujian didapat bahwa nilai pergeseran maksimum sebesar 15 mikron dan pergeseran minimum sebesar -15 mikron untuk lebih jelasnya lihat tabel 4.2. Sumbu X pertama sebagai sumbu referensi seperti pada gambar 4.8.

Tabel 4-2 Nilai kesejajaran sumbu X pertama dan sumbu X kedua

Sumbu

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai kesejajaran sumbu X pertama dan sumbu X kedua tidak melebihi 0,1 mm yang berarti kesejajaran < 0,1 mm.

4.2.3 Hasil Pengujian Ketegaklurusan Sumbu X, Y

Ketegaklurusan sumbu X, Y bisa ditentukan dari nilai pergeseran maksimum pengukuran dikurangi dengan nilai pergeseran minimum pengukuran.

Pada data hasil pengukuran ketegaklurusan gerak per 5 mm (L = 0-200 mm) sumbu X pertama sebagai bidang referensi seperti pada gambar 4.10, setelah dilakukan pengujian didapat bahwa nilai pergeseran maksimum sebesar 15 mikron dan pergeseran minimum sebesar -15 mikron untuk lebih jelasnya lihat tabel 4.3.

Tabel 4-3 Nilai ketegaklurusan sumbu X, Y

Sumbu melebihi 0,1 mm yang berarti ketegaklurusan < 0,1 mm.

4.3 Pembahasan Kesalahan Alat

Untuk mendefinisikan penyimpangan diperlukan toleransi kesalahan yaitu besar kecilnya penyimpangan yang masih diperbolehkan sesuai dengan spesifikasi yang dinyatakan dalam standar pengkalibrasian.

Pengukuran adalah merupakan proses yang mencakup tiga bagian yaitu benda ukur, alat ukur, dan orang (si pengukur). Karena ketidaksempurnaan masing-masing bagian ini maka bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang memberikan ketelitian absolute. Kesalahan selalu ada, yaitu merupakan perbedaan antara hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar.

Setiap pengukuran mempunyai ketidaktelitian yang berbeda-beda, tergantung dari kondisi alat ukur, benda ukur, metode pengukuran dan keahlian pengukur. Apabila suatu alat pengukuran dilakukan untuk kedua, ketiga dan seterusnya untuk beberapa kali pengukuran yang identik (sama) maka hasil dari setiap pengukuran tersebut tidak selalu sama, maka kurang lebih akan tercantum disekitar harga rata-ratanya.

Adapun kesalahan yang terjadi pada saat melakukan pengujian mekanisme penggerak nosel dua axis yang diteliti diantaranya pada alat ukur dial indicator dan alat bantu yang berupa square level yaitu kesalahan yang menyebabkan pergerakan jarum dial indicator berubah-ubah setiap pergerakan.

hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut;

1. Dial indicator yang berfungsi sebagai alat ukur yang digunakan belum pernah dilakukan pengkalibrasian.

2. Pada bagian square level sebagai bidang referensi ternyata banyak bagian-bagian permukaannya yang bergelombang, sehingga sensor pada dial indicator ini bergerak mengikuti gelombang-gelombang pada permukaan square level.

4.4 Keunggulan Dibandingkan Alat Yang Sudah Ada Sebelumnya

Desain konstruksi mekanisme penggerak nosel ini memiliki beberapa hal yang merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh alat yang telah ada

sebelumnya, seperti pada gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Diantaranya yaitu pembuatan mekanisme ini dengan kepresisian dan menggunakan linear guideway dan ballscrew. Dengan desain yang dirancang sederhana akan tetapi mempunyai dimensi dan ketelitian alat yang cukup baik sesuai dengan mesin perkakas.

Perbandingan hasil penelitian yang sekarang dibandingkan terhadap penelitian sebelumnya yang berjudul perancangan dan pembuatan mekanisme penggerak nozzel dua axis sebagai alat bantu untuk membuat produk pada proses layer manufacturing (Hariadi, 2009). Gambar perbandingan kedua penelitian ditampilkan pada gambar 4.4 Dan 4.5. Perbedaan pada gambar dibawah ini terlihat pada bagian salah satu sumbu yang bergerak tidak sempurna pada alat sebelumnya sehingga hasil yang didapat terdapat garis yang tidak membentuk garis lurus.

Gambar 4-3 Alat yang sudah ada sebelumnya Gambar 4-2 Alat baru

Gambar 4-5 Hasil alat sebelumnya Gambar 4-4 Hasil alat baru

X terhadap Y

X terhadap Z

Tabel 4-4 Data hasil pengujian kelurusan gerak X, Y dan X, Z per 5 mm pada sumbu X pertama

Gambar 4-6 Pengambilan data pada sumbu X pertama

Gambar 4-7 Grafik hasil data pada sumbu X pertama

X terhadap Y

X terhadap Z

Tabel 4-5 Data hasil pengujian kelurusan gerak X, Y dan X, Z per 5 mm pada sumbu X kedua

Gambar 4-8 Pengambilan data pada sumbu X kedua

Gambar 4-9 Grafik hasil data pada sumbu X kedua

Y terhadap X

Y terhadap Z

Tabel 4-6 Data hasil pengujian kelurusan gerak Y, X dan Y, Z per 5 mm pada sumbu Y Panjang

Gambar 4-10 Pengambilan data pada sumbu Y

Gambar 4-11 Grafik hasil data pada sumbu Y

Gambar 4-12 Pengambilan data kesejajaran X pertama dan X kedua

Tabel 4-7 Data hasil pengujian kesejajaran x pertama dan X kedua per 5 mm Panjang sumbu X yang

Gambar 4-13 Grafik hasil data kesejajaran

Tabel 4-8 Data hasil pengujian ketegaklurusan X, Y per 5 mm

Gambar 4-14 Pengambilan data ketegaklurusan X, Y

Gambar 4-15 Grafik hasil data ketegaklurusan X, Y

Sumbu Y Sumbu X

Gambar 4-16 Daerah toleransi pada sumbu X, Y

58

Bab 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dihasilkan sebuah alat bantu, yang berfungsi sebagai penggerak nosel untuk pembuatan pola pada proses layer deposition manufacturing, sehingga pola yang dihasilkan lebih presisi dari pada pembuatan pola tanpa alat bantu. Berdasarkan hasil perancangan mekanisme penggerak nosel dua axis yang dibuat, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan data pengukuran dari pengujian, nilai toleransi kelurusan, kesejajaran dan ketegaklurusan pada mekanisme penggerak nosel dua axis ini memenuhi batas toleransi yang diijinkan, karena nilai toleransi yang diijinkan sebesar Ø 0,1/200 .

2. Hal-hal yang mempengaruhi ketelitian dalam gerak kelurusan, kesejajaran dan ketegaklurusan yaitu pada proses perakitan dan komponen-komponen yang digunakan pada mekanisme.

3. Desain konstruksi mekanisme ini memiliki beberapa hal yang merupakan kelebihan yang tidak dimiliki oleh alat yang telah ada sebelumnya, diantaranya yaitu penggunaan ballscrew dan linear guideways.

5.2 Saran

Dengan berbagai macam pertimbangan, saran dan perbaikan pada penelitian berikutnya perlu dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Berikut merupakan saran dan perbaikan yang perlu dilakukan :

1. Pembuatan sistem kontrol mekanisme penggerak nosel ini sehingga dapat digunakan untuk proses pembuatan pola secara otomatis dengan mikrokontroler.

2. Merancang desain tambahan penempatan motor penggerak ballscrew untuk menggerakan mekanisme ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hariadi A., Perancangan dan Pembuatan Mekanisme Penggerak Nozzel Dua Axis Sebagai Alat Bantu Untuk Membuat Produk Pada Proses Layer Manufacturing, Tugas Akhir Teknik Mesin-UII, Yogyakarta, 2009.

Laboratorium Sistem Produksi., Dasar Perancangan Teknik Industri : Pengukuran dan Alat Ukur, Departemen Teknik Industri FTI-ITB, Bandung, www.lspitb.org©2006

Rochim T, Wirjomartono S.H., Spesifikasi Geometris Metrologi Industri dan Kontrol Kualitas, Lab. Metrologi Industri Jurusan Mesin FTI-ITB, Bandung, 1985.

Smith T., Layer Manufacture : A New Form of 3-D Visualization for Artists, University of Central Lanchashire, e.h.smith@uclan.ac.uk

Sularso, Suga K., Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, Association for International Technical Promotion, Jakarta, 1987.

Surdia T, Saito S., Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999.

Tontowi A E., Layer Manufacturing : Pembuatan benda 3D, Teknik Industri JTM FT UGM,2006 http://alva.staff.ugm.ac.id

LAMPIRAN

Dokumen terkait